Pemilu 2019

Jokowi Effect Bantu Rupiah Menguat Pekan Ini

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 April 2019 13:05
Jokowi Effect Bantu Rupiah Menguat Pekan Ini
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini berlangsung singkat, hanya berisi 3 hari perdagangan karena ada libur Pemilu dan Jumat Agung. Pada waktu yang sempit itu rupiah berhasil menguat di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). 

Sepanjang perdagangan pekan ini, yang berakhir kemarin, rupiah menguat 0,35% terhadap dolar AS. Namun dolar AS belum bisa didorong ke bawah Rp 14.000. 

 

Pada awal pekan, rupiah berhasil menguat karena sentimen eksternal yang kondusif yaitu aura damai dagang AS-China yang kian terasa. Mengutip Reuters, dua orang sumber mengungkapkan bahwa Washington melunak dan bersedia mengurangi tuntutannya kepada Beijing. 

AS melunak dalam hal kebijakan subsidi China kepada perusahaan milik negara. Sepertinya AS tidak akan banyak protes soal kebijakan ini, dan memilih fokus ke bidang lain yaitu penghapusan kewajiban alih teknologi bagi perusahaan asing, perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual, dan perluasan akses AS ke pasar domestik China. 

Sikap AS yang melunak ini membuat pintu damai dagang dengan China menjadi semakin terbuka. Sepertinya jalan menuju ke sana masih relatif lancar, belum ada hambatan yang berarti. 

Kala dua perekonomian terbesar di planet bumi sudah tidak lagi saling hambat, maka arus perdagangan dan rantai pasok global akan kembali menggeliat. Investor kini boleh berharap pertumbuhan ekonomi global yang lebih baik, sehingga investor kini kurang meminati aset-aset aman seperti dolar AS. 

Namun sehari sesudahnya, rupiah justru melemah seperti mata uang utama Asia lainnya. Hal ini disebabkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China yang kurang menggembirakan. 

Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan ekonomi Negeri Tirai Bambu tumbuh 6,3% year-on-year (YoY). Jika ini terjadi, maka akan menjadi laju paling lemah sejak 1990. 

Ada pula sentimen domestik yang menyeret rupiah ke zona merah. Sentimen itu adalah sikap wait and see pelaku pasar yang menantikan Pemilu. 

Begitu pentingnya momentum ini menyebabkan investor enggan terlalu agresif. Ada ketidakpastian yang tinggi, dan yang namanya ketidakpastian adalah musuh terbesar pasar. Oleh karena itu, pelaku pasar (terutama asing) sedikit menjaga jarak dengan pasar keuangan Indonesia.  



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Selepas Pemilu, tepatnya kemarin, rupiah mengamuk. Keperkasaan rupiah didukung oleh faktor eksternal dan domestik. 

Dari sisi eksternal, ternyata pertumbuhan ekonomi China tidak seburuk perkiraan. Pada kuartal I-2019, ekonomi Negeri Panda tumbuh 6,4%. Data ini membuat pelaku pasar bergairah dan bersedia masuk ke pasar keuangan negara berkembang Asia, termasuk Indonesia. 


Sementara dari dalam negeri, hasil hitung cepat (quick count) dari beberapa lembaga survei menempatkan capres-cawapres nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin sebagai Pemilu. Unggul dari pesaingnya pasangan nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno. 

Jalan Jokowi kembali ke Istana Negara untuk 5 tahun ke depan disambut positif oleh pelaku pasar, termasuk investor asing. Kemarin, investor asing membukukan beli bersih mencapai Rp 1,43 triliun yang membawa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,39%. 

Dengan terpilihnya Jokowi (meski masih harus menunggu hasil real count KPU), maka satu risiko sudah gugur yaitu ketidakpastian. Kebijakan pemerintah yang ada saat ini kemungkinan akan diteruskan, tidak ada perubahan yang signifikan.

 
Harapan tersebut membuat pelaku pasar berbondong-bondong masuk ke pasar keuangan Indonesia. Hasilnya, rupiah pun menguat dan bahkan menjadi yang terkuat di Asia. Jokowi Effect menjadi obat kuat yang cespleng buat mata uang Tanah Air.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular