
Andai Ada Waktu, Rupiah Mungkin Bukan Terlemah Kedua di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 April 2019 16:48

Dolar AS yang sejak malam tadi perkasa kini berangsur mundur teratur. Pada pukul 16:15 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama Asia) sudah melemah 0,02%.
Mata uang Negeri Paman Sam sempat menguat karena proyeksi terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF). Christine Lagarde dan sejawat merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia untuk 2019 dari 3,5% menjadi 3,3%. Investor yang gundah-gulana karena aura perlambatan ekonomi global yang kian terasa berlomba-lomba mengoleksi aset aman, dalam hal ini dolar AS.
Namun ternyata sentimen tersebut tidak bertahan lama. Sebab kemudian muncul sentimen positif yang kembali menumbuhkan risk appetite pasar.
Pertama adalah perkembangan dari Brussel, arena pertemuan Inggris-Uni Eropa untuk membahas Brexit. Sudah muncul sejumlah komentar dari pemimpin negara-negara Benua Biru yang intinya bersedia menunda waktu perpisahan Inggris dengan Uni Eropa.
"Saya datang ke Brussel dengan pikiran yang terbuka. Saya akan bergabung dengan tim yang menilai akan lebih baik jika memberikan perpanjangan agar Inggris punya lebih banyak waktu," ungkap Lars Lokke Rasmussen, Perdana Menteri Denmark, mengutip Reuters.
Bahkan gosip yang beredar adalah Uni Eropa siap memberikan waktu kepada Inggris hingga akhir Maret 2020 alias hampir setahun. Meski Prancis sepertinya agak keberatan. "Dalam hal perpanjangan waktu, setahun rasanya terlalu lama buat kami," ujar seorang diplomat Prancis, mengutip Reuters.
Walau masih belum ada keputusan, tetapi arahnya cukup positif yaitu Inggris akan diberi lebih banyak waktu untuk mempersiapkan Brexit. Dengan begitu, risiko No-Deal Brexit (Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apa-apa) bisa dihindari.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Mata uang Negeri Paman Sam sempat menguat karena proyeksi terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF). Christine Lagarde dan sejawat merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia untuk 2019 dari 3,5% menjadi 3,3%. Investor yang gundah-gulana karena aura perlambatan ekonomi global yang kian terasa berlomba-lomba mengoleksi aset aman, dalam hal ini dolar AS.
Namun ternyata sentimen tersebut tidak bertahan lama. Sebab kemudian muncul sentimen positif yang kembali menumbuhkan risk appetite pasar.
"Saya datang ke Brussel dengan pikiran yang terbuka. Saya akan bergabung dengan tim yang menilai akan lebih baik jika memberikan perpanjangan agar Inggris punya lebih banyak waktu," ungkap Lars Lokke Rasmussen, Perdana Menteri Denmark, mengutip Reuters.
Bahkan gosip yang beredar adalah Uni Eropa siap memberikan waktu kepada Inggris hingga akhir Maret 2020 alias hampir setahun. Meski Prancis sepertinya agak keberatan. "Dalam hal perpanjangan waktu, setahun rasanya terlalu lama buat kami," ujar seorang diplomat Prancis, mengutip Reuters.
Walau masih belum ada keputusan, tetapi arahnya cukup positif yaitu Inggris akan diberi lebih banyak waktu untuk mempersiapkan Brexit. Dengan begitu, risiko No-Deal Brexit (Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apa-apa) bisa dihindari.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular