Masa Depan Krakatau Steel dan Tugas Berat Silmy Karim

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
10 April 2019 09:53
Masa depan Krakatau Steel dan bagaimana Silmy memulihkan KRAS.
Foto: Silmy Karim (Ist Detik Finance)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nama Silmy Karim tak asing bagi pelaku industri pertahanan di Indonesia, khususnya bagi perusahaan pelat merah. Sejumlah jabatan strategis di perusahaan miliki negara alias BUMN pernah diembannya, dan sukses.

Selama periode 2011-2014 misalnya, Silmy pernah menduduki jabatan komisaris PT PAL (Persero), perusahaan BUMN yang membuat kapal perang dan kapal selam.

Ia juga didapuk menjadi komisaris independen PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA) dan perusahaan ritel PT Alfa Retailindo Tbk. Perusahaan terakhir ini diakuisisi oleh Carrefour Indonesia dan berubah namanya menjadi Carrefour Express pada pertengahan 2008.


Tak berhenti di sana, Silmy juga menjabat direktur utama PT Pindad (Persero), sejak 22 Desember 2014 hingga 3 Agustus 2016, menggantikan Sudirman Said.

Di BUMN pembuat alat pertahanan, peralatan tempur, dan senjata api itu, Silmy dinilai sukses meningkatkan kinerja perusahaan.

Beberapa keberhasilan Silmy di antaranya mampu meningkatkan harga jual produk-produk  Pindad kepada para pelanggan (TNI dan Polri), inovasi produk baru dan beberapa jenis senjata, termasuk senjata khusus pasukan operasi senyap Senapan Serbu (SS2) Subsonic.

Setelah berhasil di Pindad, dia dipercaya memperbaiki PT Barata Indonesia (Persero) pada Agustus 2016 hingga September 2018.

Di BUMN yang bergerak di industri permesinan dan komponen, industri air, energi dan pangan ini Silmy juga punya rekam jejak positif. 

Itu sebabnya, pria berumur 44 tahun dan alumnus Naval Postgraduate School ini akhirnya ditunjuk Menteri BUMN Rini Soemarno membenahi perusahaan produsen baja pelat merah, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) yang tengah terkapar.

Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) tanggal 6 September 2018 menetapkannya sebagai direktur utama Krakatau Steel hingga sekarang.

"Pak Silmy, saya mau beresin industri. Pak Silmy saya pindah ke Krakatau Steel," kata Silmy Karim, menirukan perbincangannya dengan Rini Soemarno, dalam sebuah wawancara yang dikutip Detik Finance, medio September 2018.

Silmy memang tengah memikul tugas berat, perusahaan yang dipimpinnya itu, menanggung beban utang yang cukup besar. Selama 7 tahun beruntun sejak 2012, KRAS mencatatkan kerugian.

"Memang sudah 6 tahun [belum dihitung 2018] mengalami kerugian. Tapi kami sedang melakukan perbaikan fundamental," kata Silmy kepada CNBC Indonesia di Gedung Bursa Efek Indonesia, pada 4 Januari silam.

Ketika itu Silmy menegaksan salah satu tantangan sektor baja ialah selama ini industri baja nasional diserang oleh produk baja impor. Kondisi ini disebabkan bebasnya tarif cukai sehingga baja impor lebih menarik ketimbang baja lokal.


Beratnya kondisi KRAS ini membuat s
aham KRAS juga berada dalam tren penurunan dalam 2 bulan terakhir. Selain terimbas sentimen rilis kinerja perusahaan di tahun lalu, kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap salah satu direksi perusahaan atas dugaan suap dari kontraktor juga menjadi sentimen negatif.

Sejumlah pekerjaan rumah di BUMN baja yang didirikan pada 27 Oktober 1971 itu mesti dibenahinya, terutama kinerja keuangan perseroan.

Laporan keuangan perusahaan di tahun 2018 menyebutkan, rugi bersih KRAS tercatat senilai US$ 74,82 juta atau Rp 1,05 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$), turun dibandingkan 2017 senilai US$ 81,74 juta.

Benar bahwa KRAS sudah mencatatkan kenaikan pendapatan 20% menjadi US$ 1,73 miliar, dibandingkan 2017 sebesar US$ 1,44 miliar.  Namun, yang menjadi tantangan terbesar dari emiten ini adalah utang sepanjang 2018 yang tercatat US$ 2,49 miliar.


Jumlah utang perseroan naik 10,45% dibandingkan 2017 sebesar US$ 2,26 miliar. Utang jangka pendek yang dimiliki KRAS lebih besar dibandingkan utang jangka panjang. Utang jangka pendek KRAS senilai US$ 1,59 miliar, naik 17,38% dibandingkan 2017 senilai US$ 1,36 miliar. Sementara utang jangka panjang pabrik baja pelat merah ini sebesar US$ 899,43 juta.

Kondisi beratnya utang perusahaan BUMN produsen baja ini diakui Rini Soemarno. Ia pun turun tangan terkait kondisi utang KRAS yang cukup pelik.

Menurutnya, tidak ada jalan lain selain melakukan restrukturisasi dengan melibatkan bank milik negara. Saat ini, kata dia proses restrukturisasi telah berjalan, sebab pada 22 Maret lalu, bank-bank BUMN anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbaramenyetujui proposal restrukturisasi utang KRAS.

"Krakatau Steel memang sangat berat ya karena permasalahannya banyak yang sudah lama, tapi kami yakin bahwa ini bisa turn around dan ini dengan sinergi BUMN sekarang sudah keliatan sudah semakin membaik," ujar Rini Soemarno, Senin (8/4/2019).

Baru-baru ini, berembus kabar, KRAS akan masuk dalam Holding BUMN Pertambangan di bawah induk usaha PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Jika benar terealisasi, maka Inalum punya empat anak usaha yakni KRAS, PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Timah Tbk (TINS).

Namun, Rendi Witular, Head of Corporate Communication Inalum menyebut saat ini masih dalam kajian. 

Kabar ini sontak direspons positif pelaku pasar. Pada perdagangan kemarin, saham KRAS ditransaksikan menguat 24 poin atau 5,56% ke level Rp 456/saham. Pada Rabu ini (10/4), saham KRAS diperdagangkan di level Rp 454/saham.

"Sentimen mengenai rumor masuknya KRAS ke Holding Pertambangan menjadi sentimen positif bagi sahamnya. Karena rumor ini tentu akan menjadi treatment untuk mengurangi risiko kondisi neraca keuangan perseroan," kata Kepala Riset Koneksi Kapital Indonesia Alfred Nainggolan, kepada CNBC Indonesia, Selasa (9/4/2019).

Lantas, bisakah keberhasilan Silmy di Pindad dan Barata Indonesia akan kembali terulang di perusahaan baja nasional ini?

Simak strategi Silmy membenahi KRAS yang sedang diterpa kondisi keuangan negatif.
[Gambas:Video CNBC]

(tas) Next Article Restrukturisasi Terbesar tapi Utang KRAS Tanpa Hasil

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular