
Rupiah Semarak di Tahun Pilpres? Ini Catatan Historisnya
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 April 2019 08:38

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak memasuki era reformasi, Indonesia telah menyelenggarakan tiga kali Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) yakni pada tahun 2004, 2009, dan 2014. Dalam tiga perhelatan tersebut, performa nilai tukar rupiah bervariasi.
Sepanjang 2004 dan 2014 rupiah melemah masing-masing 10,2% dan 1,8% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sementara sepanjang tahun 2009 rupiah menguat 13,2%.
Jika melihat pergerakan sepanjang tahun, tentunya tidak adil jika melihat pergerakan rupiah hanya dari Pilpres di Indonesia.
Ada faktor lain baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi kuat atau lemahnya rupiah.
Dari sisi kebijakan moneter misalnya, bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga sebanyak 5 kali di tahun 2004, hal ini membuat dolar AS menguat.
Sebaliknya, krisis ekonomi yang melanda AS sejak 2007 membuat The Fed terus memangkas suku bunga hingga mencapai rekor terendah 0,0% - 0,25% di awal 2009. Selain itu The Fed juga mulai membanjiri likuiditas di pasar untuk memacu perekonomian atau yang dikenal dengan istilah quantitative easing periode pertama.
Dua faktor tersebut membuat dolar melemah terhadap rupiah di 2009, meski Bank Indonesia (BI) juga menurunkan BI Rate (sejak 19 Agustus 2016 berganti menjadi BI 7-Day Reverse Repo Rate), saat itu dari 8,75% hingga menjadi 6,5%.
Tahun 2014, rupiah bergerak lebih stabil terhadap dolar AS meski masih melemah 1,8%. Pelemahan terjadi akibat The Fed mulai mengurangi quantitative easing, atau kala itu populer dengan sebutan tapering.
Jika dirinci per bulan ketika tahun politik, dapat dilihat satu hal menarik. Dalam empat kali pencoblosan (tahun 2004 Pilpres berlangsung dua putaran), rupiah selalu menguat di bulan saat pencoblosan dilakukan.
Saat Pilpres putaran pertama yang berlangsung pada Juli 2004, rupiah menguat sebesar 2,69%.
Begitu juga saat Pilpres putaran kedua pada bulan September, rupiah menguat 2,33%. Saat Pilpres 2009 dan 2014 yang juga berlangsung di bulan Juli, rupiah masing-masing menguat 2,75% dan 2,28%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/tas) Next Article Jika Biden Menang Pemilu, Rupiah dapat Berkah dari Langit?
Sepanjang 2004 dan 2014 rupiah melemah masing-masing 10,2% dan 1,8% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sementara sepanjang tahun 2009 rupiah menguat 13,2%.
Jika melihat pergerakan sepanjang tahun, tentunya tidak adil jika melihat pergerakan rupiah hanya dari Pilpres di Indonesia.
![]() |
Ada faktor lain baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi kuat atau lemahnya rupiah.
Dari sisi kebijakan moneter misalnya, bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga sebanyak 5 kali di tahun 2004, hal ini membuat dolar AS menguat.
Sebaliknya, krisis ekonomi yang melanda AS sejak 2007 membuat The Fed terus memangkas suku bunga hingga mencapai rekor terendah 0,0% - 0,25% di awal 2009. Selain itu The Fed juga mulai membanjiri likuiditas di pasar untuk memacu perekonomian atau yang dikenal dengan istilah quantitative easing periode pertama.
Tahun 2014, rupiah bergerak lebih stabil terhadap dolar AS meski masih melemah 1,8%. Pelemahan terjadi akibat The Fed mulai mengurangi quantitative easing, atau kala itu populer dengan sebutan tapering.
![]() |
Jika dirinci per bulan ketika tahun politik, dapat dilihat satu hal menarik. Dalam empat kali pencoblosan (tahun 2004 Pilpres berlangsung dua putaran), rupiah selalu menguat di bulan saat pencoblosan dilakukan.
Saat Pilpres putaran pertama yang berlangsung pada Juli 2004, rupiah menguat sebesar 2,69%.
Begitu juga saat Pilpres putaran kedua pada bulan September, rupiah menguat 2,33%. Saat Pilpres 2009 dan 2014 yang juga berlangsung di bulan Juli, rupiah masing-masing menguat 2,75% dan 2,28%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/tas) Next Article Jika Biden Menang Pemilu, Rupiah dapat Berkah dari Langit?
Most Popular