Meski Banjir Sentimen Positif, Harga Minyak Masih Variatif

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
05 April 2019 09:06
Harga minyak Brent  sempat diperdagangkan di level US$ 70/barel. Ini merupakan kali pertama sejak November 2018.
Foto: Ilustrasi: Fasilitas minyak terlihat di Danau Maracaibo di Cabimas, Venezuela, 29 Januari 2019. REUTERS / Isaac Urrutia
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia di pasar global masih bergerak variatif pada perdagangan Jumat pagi ini (5/4/2019) di tengah sentimen mulai berkurangnya kekhawatiran investor atas pasokan komoditas energi ini.

Hingga pukul 08:45 WIB, harga minyak jenis Brent, untuk patokan pasar Eropa dan Asia, terkoreksi 0,30% ke posisi US$ 69,19/barel setelah naik 0,13% pada perdagangan kemarin (4/4/2019).

Adapun jenis light sweet (WTI) untuk patokan pasar Amerika menguat 0,02% ke level US$ 62,1/barel setelah terkoreksi 0,58% kemarin.

Selama sepekan, harga minyak Brent dan WTI telah terangkat masing-masing sebesar 1,17% dan 3,28%, sedangkan sejak awal tahun 2019, keduanya menguat dengan rata-rata sebesar 32,69%.



Pada perdagangan kemarin, harga minyak Brent yang menjadi acuan global sempat diperdagangkan di level US$ 70/barel. Ini merupakan kali pertama sejak November 2018.

Pelaku pasar tampaknya tidak lagi takut akan berkurangnya permintaan minyak sebagai dampak perlambatan ekonomi global. Hal ini terjadi pascarilis data Purchasing Manager's Index Amerika Serikat dan China yang berada di level ekspansif dan melebihi konsensus pelaku pasar.


Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Negeri Tirai Bambu periode Maret versi Caixin berada di posisi 50,8 yang merupakan ekspansi pertama kali sejak November 2018.

Selain itu, konsensus yang berhasil dihimpun oleh Reuters memprediksi angkanya akan jatuh di posisi 50,1. Artinya aktivitas sektor manufaktur China telah membaik, bahkan melebihi prediksi pasar.

Sebagai informasi, angka PMI di atas 50 berarti terjadi ekspansi. Berlaku pula kebalikannya.


Hal senada juga terjadi pada PMI manufaktur China periode Maret versi pemerintah yang dibacakan sebesar 50,5, level yang ekspansif untuk pertama kalinya dalam empat bulan terakhir.

"Prediksi permintaan minyak membaik setelah rilis data PMI China dan Amerika Serikat, seiring dengan potensi damai dagang AS-China yang makin positif," ujar Kepala Strategi Pasar CMC Market yang berbasis di Sydney, mengutip Reuters.

Selain itu, rilis data terbaru dari Amerika Serikat juga bisa dibilang cemerlang.

Jumlah orang yang melakukan klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 30 Maret hanya sebesar 202.000, artinya turun sebesar 10.000 dibanding minggu sebelumnya.

Bahkan angka tersebut merupakan yang paling rendah dalam 49 tahun terakhir, tepatnya sejak Desember 1969. Konsensus yang dihimpun Reuters memprediksi angkanya meningkat hingga 216.000.

Kabar ini seakan makin mengonfirmasi keadaan perekonomian AS yang berangsur-angsur mulai pulih. Kemungkinan besar tingkat konsumsi juga akan terjaga. Permintaan minyak pun bisa tumbuh sehat.

Akan tetapi produksi minyak AS yang terus meningkat masih memberi tekanan pada pergerakan harga.

Berdasarkan data yang dirilis oleh lembaga resmi pemerintah AS, Energy Information Administration (EIA), produksi minyak untuk minggu yang berakhir pada 29 Maret naik 100.000 barel/hari menjadi 12,2 juta barel/hari. Capaian tersebut merupakan rekor baru yang ditorehkan oleh Negeri Paman Sam.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(taa/tas) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular