Faktor Eksternal Tak Bersahabat, Beban Rupiah Jadi Berat

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 April 2019 09:31
Faktor Eksternal Tak Bersahabat, Beban Rupiah Jadi Berat
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini cenderung melemah di perdagangan pasar spot. Faktor eksternal sedang tidak bersahabat buat rupiah. 

Pada Selasa (2/4/2019) pukul 09:00, US$ 1 dibanderol Rp 14.230. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Seiring perjalanan pasar, rupiah semakin melemah. Pada pukul 09:10 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.235 di mana rupiah melemah 0,11%. 

Memang agak sulit menandingi dolar AS karena mata uang Negeri Paman Sam sedang perkasa di Asia. Tidak hanya rupiah, hampir seluruh mata uang utama Benua Kuning tidak berdaya. Praktis hanya yen Jepang yang mampu bertahan di zona hijau. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 09:12 WIB: 

 


Dolar AS yang kemarin dalam posisi bertahan hari ini sudah berbalik menyerang. Pada pukul 09:13 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,1%. 

Dolar AS mendapat kekuatan karena menari di atas penderitaan mata uang Eropa. Pada pukul 09:14 WIB, dolar AS menguat 0,27 terhadap poundsterling Inggris dan 0,08% terhadap euro. 

Sterling tertekan akibat dinamika Brexit yang semakin tidak jelas. Parlemen Inggris gagal mencapai suara mayoritas untuk berbagai alternatif yang tersedia setelah proposal Brexit yang diajukan pemerintah tiga kali ditolak.  

Steven Barclay, Menteri Urusan Brexit Inggris, menegaskan bahwa kegagalan parlemen mencapai kata sepakat membuat satu-satu opsi yang tersisa bagi Negeri Ratu Elizabeth saat ini adalah meninggalkan Uni Eropa tanpa kompensasi apa-apa pada 12 April. No-deal Brexit. 

Perdana Menteri Inggris Theresa May dijadwalkan untuk kembali mengajukan proposal Brexit ke parlemen pada Selasa waktu setempat. Kemungkinan parlemen bersedia menerima proposal ini masih kecil, padahal Inggris sudah tidak punya banyak waktu untuk berpikir. 


Sementara euro melemah akibat rilis data inflasi. Pada Maret, inflasi Zona Euro tercatat 1,4% year-on-year (YoY). Di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 1,5% YoY dan masih jauh dari target mendekati 2% yang dipasang Bank Sentral Uni Eropa (ECB). 


Inflasi yang masih lambat menandakan permintaan di Eropa belum pulih. Artinya, ECB kemungkinan besar tetap akan mempertahankan kebijakan moneter longgar bin akomodatif untuk mendorong permintaan. Tidak akan ada kenaikan suku bunga acuan dalam waktu dekat sehingga euro menjadi kurang seksi. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Selain itu, perkembangan di pasar komoditas juga mempengaruhi rupiah. Pada pukul 09:18 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik masing-masing 0,48% dan 0,47%. 

Harga si emas hitam terangkat akibat rilis data-data ekonomi yang positif. Kemarin, angka Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur China versi Caixin pada Maret tercatat 50,8. Ini menjadi pencapaian terbaik dalam 8 bulan terakhir, dan untuk kali pertama dalam 4 bulan berada di atas 50 yang berarti dunia usaha sedang ekspansif. 

Sementara PMI manufaktur AS versi ISM pada Maret tercatat 55,3, naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 54,2. Angka Februari adalah yang terendah sejak November 2016. 

PMI China dan AS yang tumbuh menandakan industri manufaktur di dua kekuatan ekonomi terbesar dunia sedang bergeliat, ada peningkatan aktivitas. Artinya, dua mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi global sedang bekerja dan masih berfungsi dengan baik. Dunia usaha di AS dan China yang ekspansif tentu akan membuat permintaan energi meningkat sehingga harga minyak terangkat. 

Kenaikan harga minyak adalah bencana bagi rupiah. Sebab Indonesia adalah negara net importir minyak, yang mau tidak mau harus mengimpor komoditas ini demi memenuhi permintaan domestik karena produksi yang tidak kunjung memadai. 

Artinya, saat harga minyak naik biaya impornya pun akan semakin mahal. Transaksi berjalan (current account) akan terpukul, defisitnya berpotensi semakin lebar. Padahal transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi rupiah karena berisi devisa dari ekspor-impor barang dan jasa, sumber devisa yang lebih tahan lama dibandingkan dari portofolio di sektor keuangan (hot money) yang bisa keluar-masuk dalam hitungan detik. 

Ketika fondasi itu lemah, maka rupiah akan goyah dan rentan terdepresiasi. Oleh karena itu, perkembangan harga minyak dan nilai tukar rupiah cenderung berbanding terbaik. Saat harga minyak naik, rupiah akan melemah dan begitu pula sebaliknya.  

Faktor Eksternal Tak Bersabahat, Beban Rupiah Jadi BeratPerbandingan Harga Minyak dan Nilai Tukar Rupiah (Reuters)


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular