
Bursa Saham Asia Rebound Setelah Koreksi Dalam
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
26 March 2019 09:33

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham utama kawasan Asia kompak dibuka menguat pada pembukaan perdagangan hari ini: indeks Nikkei melesat 0,94%, indeks Hang Seng naik 0,54%, indeks Shanghai naik 0,48%, indeks Straits Times naik 0,39%, dan indeks Kospi naik 0,38%.
Penguatan harga saham di bursa acuan Benua Kuning sepertinya dipengaruhi sentimen dari Wall Street yang kembali tenang setelah sebelumnya anjlok pada Jumat (22/3/2019) karena dihantui kemungkinan resiko resesi ekonomi di AS.
Tiga indeks utama berakhir variatif tetapi jauh lebih baik dibandingkan kinerja akhir pekan lalu. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik tipis 0,07%, S&P 500 turun 0,08%, dan Nasdaq Composite melemah 0,06%.
Sejatinya, kekhawatiran munculnya resesi ekonomi dapat ditekan jika ternyata fundamental ekonomi masih menunjukkan hasil yang baik. Terlebih lagi, dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat, pergerakan imbal hasil (yield) di pasar obligasi yang relatif datar merupakan hal yang alami terjadi.
Sebagai informasi inversi pada pasar obligasi terjadi ketika imbal hasil obligasi tenor jangka pendek lebih tinggi dibanding tenor jangka panjang, dan inversi pada pasar obligasi dikatakan merupakan tanda-tanda awal resesi ekonomi
Presiden Bank Sentral Federal Chicago Charles Evans mengatakan bahwa inversi yang terjadi di obligasi pemerintah AS memiliki spread yang sangat kecil, jadi bukan situasi yang mengkhawatirkan.
"Beberapa diantaranya (pergerakan yield) bersifat struktural dimana ini berkaitan dengan trend pertumbuhan yang lebih rendah dan suku bunga riil yang lebih rendah. Jadi, saya pikir, pada kondisi seperti ini, sungguh alami jika kurva imbal hasil agak datar daripada sebelumnya," ujar Evan, dilansir Reuters.
Lebih lanjut, Senior Manager Investasi di Mitsui Life Hiroshi Nakamura, juga mengatakan bahwa pelaku pasar terlalu membesar-besarkan pergerakan inversi pada kurva imbal hasil.
"Saya pikir, pasar telah bereaksi berlebihan terhadap inversi di kurva imbal hasil obligasi hanya karena Bank Sentral Federal San Fransisco mengatakan itu adalah indikator yang paling dapat diandalkan", ujarnya dilansir Reuters.
Ucapan kedua pasar tersebut nampaknya dapat dibenarkan. Pasalnya, investor kembali tenang setelah beberapa negara menunjukkan rilis data ekonomi yang menggembirakan.
IFO Institute mengumumkan bahwa indeks iklim bisnis Jerman pada bulan Maret naik 0,9 poin menjadi 99,6 poin yang merupakan pertumbuhan positif pertama sejak Agustus 2018, dilansir Trading Economics.
Sebagai informasi indeks iklim bisnis yang dirilis oleh IFO institute adalah indikator ekonomi yang menjadi acuan oleh pengamat ekonomi di Jerman yang disusun oleh tim riset ekonomi di IFO Institute.
Lebih lanjut inflasi tahunan Singapura juga tumbuh 0,5% di bulan Februari dari sebelumnya 0,4% di bulan Januari. Jika dibandingkan antar bulan, harga produk konsumen di bulan lalu meningkat 0,5% yang merupakan angka tertinggi semenjak bulan Mei, setelah sebelumnya mengalami deflasi 0,3% di bulan Januari.
Di lain pihak, kenaikan pada indeks Benua Kuning juga besar kemungkinan merupakan aksi rebound pasca diterpa tekanan jual yang besar kemarin. Koreksi yang sudah begitu dalam membuka ruang bagi pelaku pasar untuk melakukan aksi beli.
Kemarin, indeks indeks Nikkei anjlok 3,01%, indeks Shanghai melemah 1,97%, indeks Hang Seng turun 2,03%, indeks Straits Times terkoreksi 0,91%, dan indeks Kospi terpangkas 1,92%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Keputusan The Fed Bikin Bursa Asia Bersemangat
Penguatan harga saham di bursa acuan Benua Kuning sepertinya dipengaruhi sentimen dari Wall Street yang kembali tenang setelah sebelumnya anjlok pada Jumat (22/3/2019) karena dihantui kemungkinan resiko resesi ekonomi di AS.
Tiga indeks utama berakhir variatif tetapi jauh lebih baik dibandingkan kinerja akhir pekan lalu. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik tipis 0,07%, S&P 500 turun 0,08%, dan Nasdaq Composite melemah 0,06%.
Sebagai informasi inversi pada pasar obligasi terjadi ketika imbal hasil obligasi tenor jangka pendek lebih tinggi dibanding tenor jangka panjang, dan inversi pada pasar obligasi dikatakan merupakan tanda-tanda awal resesi ekonomi
Presiden Bank Sentral Federal Chicago Charles Evans mengatakan bahwa inversi yang terjadi di obligasi pemerintah AS memiliki spread yang sangat kecil, jadi bukan situasi yang mengkhawatirkan.
"Beberapa diantaranya (pergerakan yield) bersifat struktural dimana ini berkaitan dengan trend pertumbuhan yang lebih rendah dan suku bunga riil yang lebih rendah. Jadi, saya pikir, pada kondisi seperti ini, sungguh alami jika kurva imbal hasil agak datar daripada sebelumnya," ujar Evan, dilansir Reuters.
Lebih lanjut, Senior Manager Investasi di Mitsui Life Hiroshi Nakamura, juga mengatakan bahwa pelaku pasar terlalu membesar-besarkan pergerakan inversi pada kurva imbal hasil.
"Saya pikir, pasar telah bereaksi berlebihan terhadap inversi di kurva imbal hasil obligasi hanya karena Bank Sentral Federal San Fransisco mengatakan itu adalah indikator yang paling dapat diandalkan", ujarnya dilansir Reuters.
Ucapan kedua pasar tersebut nampaknya dapat dibenarkan. Pasalnya, investor kembali tenang setelah beberapa negara menunjukkan rilis data ekonomi yang menggembirakan.
IFO Institute mengumumkan bahwa indeks iklim bisnis Jerman pada bulan Maret naik 0,9 poin menjadi 99,6 poin yang merupakan pertumbuhan positif pertama sejak Agustus 2018, dilansir Trading Economics.
Sebagai informasi indeks iklim bisnis yang dirilis oleh IFO institute adalah indikator ekonomi yang menjadi acuan oleh pengamat ekonomi di Jerman yang disusun oleh tim riset ekonomi di IFO Institute.
Lebih lanjut inflasi tahunan Singapura juga tumbuh 0,5% di bulan Februari dari sebelumnya 0,4% di bulan Januari. Jika dibandingkan antar bulan, harga produk konsumen di bulan lalu meningkat 0,5% yang merupakan angka tertinggi semenjak bulan Mei, setelah sebelumnya mengalami deflasi 0,3% di bulan Januari.
Di lain pihak, kenaikan pada indeks Benua Kuning juga besar kemungkinan merupakan aksi rebound pasca diterpa tekanan jual yang besar kemarin. Koreksi yang sudah begitu dalam membuka ruang bagi pelaku pasar untuk melakukan aksi beli.
Kemarin, indeks indeks Nikkei anjlok 3,01%, indeks Shanghai melemah 1,97%, indeks Hang Seng turun 2,03%, indeks Straits Times terkoreksi 0,91%, dan indeks Kospi terpangkas 1,92%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/hps) Next Article Keputusan The Fed Bikin Bursa Asia Bersemangat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular