Kemendag Di Antara Dilema Sawit dan Boikot Produk Eropa

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
21 March 2019 21:25
Kementerian Perdagangan (Kemendag) memilih untuk tetap fokus pada peningkatan ekspor ke pasar non-tradisional.
Foto: Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perdagangan (Kemendag) memilih untuk tetap fokus pada peningkatan ekspor ke pasar non-tradisional.

Hal itu dilakukan di tengah memanasnya hubungan antara Indonesia dan Uni Eropa (UE) terkait diterbitkannya delegated act Renewable Energy Directive II (RED II) yang dianggap mendiskriminasi komoditas sawit.

Terbaru, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan mengatakan pemerintah telah mempertimbangkan berbagai opsi retaliasi dagang, termasuk memboikot produk-produk UE di Tanah Air, mulai dari mengalihkan pembelian pesawat terbang dari Airbus ke Boeing, hingga menghentikan impor truk dan bus Scania.



Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution juga menegaskan hal yang sama. Menurutnya, selain akan menggugat kebijakan RED II beserta aturan teknisnya melalui Badan Penyelesaian Sengketa WTO, Indonesia bisa saja memboikot produk-produk UE.

"Selain langsung ke WTO kita juga bisa melakukan retaliasi [tindakan balasan]. Memangnya kenapa? Kalau Uni Eropa bertindak sepihak, masak kita enggak bisa lakukan sepihak," tegas Darmin dalam briefing di Kementerian Luar Negeri, Rabu (20/3/2019).

Kemendag Di Antara Dilema Sawit dan Boikot Produk EropaFoto: Foto : Rivi Satrianegara/CNBC Indonesia


Ditemui di sela pelepasan ekspor perdana empat unit bus hasil rakitan (assembly) CV Laksana ke Bangladesh siang tadi, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan Arlinda menegaskan pihaknya tetap akan berfokus pada peningkatan ekspor, termasuk produk sawit, ke pasar-pasar non-tradisional yang masih membutuhkan, seperti negara-negara Asia Selatan dan Afrika.

"Jadi business as usual saja," ujar Arlinda di JIExpo Kemayoran, Kamis (21/3/2019).

Menariknya, mesin dan chasis bus yang diekspor ke Bangladesh siang tadi faktanya juga masih diimpor dari Eropa, tepatnya pabrikan Scania di Swedia. Tingkat kandungan dalam negeri (TKDN)-nya pun hanya berkisar 45%-50%.



Lantas, bukankah rencana retaliasi dagang RI untuk memboikot produk-produk UE akan menjadi bumerang, mengingat banyak bahan baku untuk industri manufaktur, seperti bus tadi masih diimpor dari Eropa?

Saat dikonfirmasi, Arlinda memilih untuk tidak menjawab hal ini. Menurutnya, lebih baik Indonesia mencari pasar baru bagi komoditas sawitnya.

"Kita paham soal sawit ini murni persaingan dagang [dengan minyak nabati lainnya]. Kita bisa berkompetisi di situ. Bayangkan saja, dari segi produktivitasnya jauh lebih tinggi," kata Arlinda.

"Kita tetap NKRI kan, artinya kalau [komoditas utama] kita diganggu-ganggu, ya kita berusaha mengganggu juga," pungkasnya.

Simak video terkait perseteruan Indonesia dan UE di bawah ini.

[Gambas:Video CNBC]


(miq/miq) Next Article Lahan Kelapa Sawit RI tak Semua dari Pembalakan Liar!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular