Newsletter

Yang di Washington Dovish, MH Thamrin Macam Mana?

Taufan Adharsyah & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
21 March 2019 05:45
Yang di Washington <i>Dovish</i>, MH Thamrin Macam Mana?
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak mengat pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, dan harga obligasi sama-sama bergerak ke arah utara. 

Kemarin, IHSG ditutup menguat tipis 0,04%. Meski penguatannya terbatas, tetapi itu sudah patut disyukuri karena IHSG lebih banyak menghabiskan waktu di zona merah. Apalagi indeks saham utama Asia kebanyakan melemah seperti Hang Seng (-0,49%), Shanghai Composite (-0,01%), Kospi (-0,02%), atau Straits Times (-0,35%). 


Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat 0,32% di perdagangan pasar spot. Rupiah menjadi mata uang terbaik di Asia dan berhasil menguat selama 4 hari beruntun. 


Sedangkan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 1,9 basis poin (bps). Penurunan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang naik karena tingginya minat pelaku pasar. 


Penguatan rupiah dan aset-aset berbasis mata uang ini sepertinya dipengaruhi oleh technical rebound. Maklum, rupiah sudah melemah 1,03% terhadap dolar AS dalam sebulan terakhir sehingga menyimpan potensi untuk menguat. 

Dengan potensi rupiah yang menguat, aset-aset berdenominasi mata uang Tanah Air pun menjadi menarik. Nilai investasi masih berpeluang naik di kemudian hari, sehingga investor berbondong-bondong masuk ke pasar keuangan Indonesia. 

Di pasar saham, investor asing membukukan beli bersih Rp 260,6 miliar. Saham-saham yang paling banyak dikoleksi investor asing adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 307,68 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 71,72 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 24,79 miliar), PT Waskita Beton Precast Tbk/WSBP (Rp 17,46 miliar), dan PT Ace Hardware Indonesia Tbk/ACES (Rp 17,12 miliar). 

Penguatan rupiah juga didukung oleh harga minyak yang bergerak turun. Hingga pukul 20:00 WIB kemarin, harga minyak jenis brent turun 0,33% sementara light sweet terkoreksi 0,86%. 

Bagi rupiah, penurunan harga minyak adalah berkah. Indonesia merupakan negara net importir minyak, yang mau tidak mau harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri karena produksi belum memadai. 

Ketika harga minyak turun, maka biaya impor komoditas ini akan lebih murah. Devisa yang 'terbakar' untuk keperluan impor menjadi lebih sedikit sehingga mengurangi tekanan di transaksi berjalan (current account). Rupiah pun punya kesempatan untuk menguat karena fondasi yang lebih kokoh. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dari Wall Street, tiga indeks utama ditutup variatif tetapi cenderung melemah. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,55%, S&P 500 terkoreksi 0,29%, sementara Nasdaq Composite mampu menguat tipis 0,06%. 

Pelaku pasar sepertinya benar-benar menjalankan prinsip buy the rumour, sell the news. Setelah Wall Street berhari-hari menguat karena penantian investor terhadap rapat komite pengambil kebijakan The Federal Reserve/The Fed (Federal Open Market Committee), hasil rapat tersebut justru menjadi alasan jual. Meski hasilnya persis seperti ekspektasi. 

Jerome 'Jay' Powell dan sejawat memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di rentang 2,25-2,5% atau median 2,375% seperti perkiraan pasar. Tidak hanya itu, The Fed juga memangkas proyeksi kenaikan suku bunga untuk tahun ini. 

Dalam dot plot (proyeksi arah suku bunga sampai jangka menengah) Desember 2018, The Fed masih memperkirakan suku bunga acuan sampai akhir 2019 berada di median 2,875%. Artinya, akan ada dua kali kenaikan pada tahun ini masing-masing 25 bps. 

Namun pada dot plot terbaru edisi Maret 2019, proyeksi Federal Funds Rate pada akhir tahun ada di median 2,375% alias sama dengan saat ini. Artinya, sampai akhir tahun kemungkinan besar tidak akan ada kenaikan suku bunga acuan. 

Yang di Washington Kian <i>Dovish</i>, MH Thamrin Macam Mana?Dot Plot The Fed (www.federalreserve.gov)

Ini menjadi tahun pertama sejak 2015 The Fed tidak menaikkan suku bunga acuan. Menurut Powell, sekarang memang saat yang tepat untuk bersabar. 

"Mungkin perlu waktu untuk melihat bagaimana kondisi ketenagakerjaan dan inflasi bisa mempengaruhi perubahan kebijakan moneter. Kami akan bersabar, artinya tidak perlu buru-buru untuk mengambil keputusan," kata Powell dalam konferensi pers usai rapat, mengutip Reuters. 

Menurut pembacaan The Fed, kondisi pasar tenaga kerja Negeri Paman Sam tetap kuat dan angka pengangguran terjaga rendah. Sementara laju inflasi yang diukur dari Core Personal Consumption Expenditure (Core PCE) stabil mendekati target 2%. 

Namun The Fed juga melihat bahwa pertumbuhan ekonomi melambat setelah mencapai puncaknya pada 2018. Sejumlah indikator juga menyebutkan ada perlambatan konsumsi rumah tangga dan investasi dunia usaha. Oleh karena itu, The Fed memutuskan bahwa perlu sedikit mengendurkan ikat pinggang.

"Dengan perkembangan ekonomi global dan laju domestik yang rendah, maka Komite akan bersabar untuk kemudian melihat bagaimana langkah penyesuaian ke depan," sebut pernyataan tertulis The Fed. 

Selain suku bunga, The Fed juga akan mengurangi laju pengurangan neraca mereka. Sejak akhir 2017, The Fed rajin melepas kepemilikan obligasi untuk mengurangi neraca yang gemuk akibat program quantitative easing. Setiap bulannya, The Fed mengurangi sekitar US$ 50 miliar kepemilikan obligasi mereka yang mencapai sekira US$ 4 triliun. 

Mulai Mei mendatang, The Fed akan memperlambat laju pengurangan neraca dan berencana menghentikannya pada September. Artinya The Fed akan berhenti menyedot likuiditas dari pasar.  

Ditambah dengan tidak adanya kenaikan suku bunga, maka bisa dibilang siklus pengetatan moneter akan segera resmi berakhir. Ucapkan selamat tinggal kepada era normalisasi kebijakan moneter.

Sebenarnya semua kejadian ini sama seperti ekspektasi pasar. Namun ya itu tadi, begitu sesuatu sudah terjadi dan ternyata sesuai dengan perkiraan, sekarang waktunya untuk jualan. Buy the rumour and sell the news


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu hasil dari Wall Street yang mixed cenderung minus. Angka-angka yang kurang ciamik tersebut bisa menurunkan mood pelaku pasar di Asia, termasuk Indonesia. 

Sentimen kedua adalah dampak dari hasil rapat The Fed, yaitu nilai tukar dolar AS yang melemah lumayan dalam. Pada pukul 04:39 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) turun 0,39%. 

Maklum saja, tahun ini dolar AS sepertinya tidak punya beking berupa kenaikan suku bunga acuan. Tidak seperti tahun lalu di mana The Fed sangat agresif menaikkan suku bunga sehingga dolar AS melaju kencang dan menjadi raja mata uang dunia. 

Tanpa kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS (terutama di aset berpendapatan tetap seperti obligasi) menjadi kurang menarik. Tekanan jual membayangi mata uang Negeri Adidaya sehingga nilainya melemah. 

Situasi ini bisa dimanfaatkan oleh rupiah cs di Asia. Arus modal yang menjauhi dolar AS bisa mampir ke pasar keuangan Benua Kuning, termasuk Indonesia, dan menjadi suntikan adrenalin bagi rupiah, IHSG, dan Surat Berharga Negara (SBN). 

Sentimen ketiga adalah perkembangan Brexit. Nasib Inggris akan diputuskan dalam pertemuan Uni Eropa pada 21 Maret waktu setempat. Salah satu agenda dalam pertemuan  tersebut adalah memutuskan perpanjangan waktu pelaksanaan Brexit. 

Sedianya perceraian Inggris dengan Uni Eropa akan terjadi pada 29 Maret. Namun Perdana Menteri Inggris Theresa May meminta extra time menjadi setidaknya 30 Juni. 

Brussel sebenarnya setuju saja jika London meminta waktu. Namun harus jelas apakah tambahan waktu tersebut layak diberikan. Jangan-jangan tidak ada gunanya karena proposal Brexit terus-terusan ditolak oleh parlemen Negeri Ratu Elizabeth. 

"Saya yakin perpanjangan waktu dimungkinkan. Namun dengan syarat ada perkembangan positif mengenai nasib proposal Brexit di parlemen," tegas Donald Tusk, Presiden Dewan Uni Eropa, dikutip dari Reuters. 

Sebagai catatan, proposal Brexit yang diajukan PM May sudah dua kali kandas dalam voting di parlemen. Ini membuat nasib Brexit menjadi tidak jelas, karena masih ada perdebatan di internal Inggris sendiri. 

Oleh karena itu, May dengan setengah memohon berharap agar parlemen mau mendukungnya dengan mengesahkan proposal Brexit yang disusun bersama Uni Eropa. May menegaskan bahwa Inggris punya 3 piihan: lepas dari Uni Eropa dengan kesepakatan, meninggalkan Eropa tanpa kesepakatan, atau tetap bersama Uni Eropa. 

"Saya sangat berharap parlemen bisa menemukan cara untuk mendukung proposal yang sudah saya negosiasikan dengan Uni Eropa. Kepada seluruh rakyat Inggris, saya berada di sisi Anda," kata May dalam pidato yang disiarkan televisi nasional, seperti dikutip dari Reuters. 

Penantian terhadap nasib Brexit bisa membuat pelaku pasar enggan bermain menyerang dan mengambil risiko. Bisa jadi investor memilih main aman sembari menantikan bagaimana keputusan di sidang Uni Eropa. Kalau investor sampai bermain aman dan menghindari risiko, maka akan menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan negara berkembang Asia, tidak terkecuali Indonesia. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Sentimen keempat adalah harga minyak. Patut diwaspadai karena harga minyak naik signifikan di mana pada pukul 05:04 WIB harga brent dan light sweet masing-masing melonjak 0,96% dan 1,78%. 

Penyebab kenaikan harga minyak adalah rilis data cadangan AS yang jauh di atas ekspektasi. Pada pekan yang berakhir 15 Maret, US Energy Information Administration mencatat cadangan minyak Negeri Paman Sam berkurang 9,6 juta barel. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan cadangan minyak naik 309.000 barel. 

Jika kemarin penurunan harga minyak menjadi salah satu faktor penopang penguatan rupiah, maka hari ini yang terjadi bisa sebaliknya. Lonjakan harga minyak berpotensi melahirkan tekanan terhadap rupiah, karena ada risiko pelebaran defisit transaksi berjalan. 

Sentimen kelima, kali ini dari dalam negeri, adalah pengumuman suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI). Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate akan bertahan di 6%. 


Dengan posisi (stance) The Fed yang semakin kalem atau dovish, BI akan semakin punya ruang untuk 'bernafas'. Tidak ada lagi urgensi untuk menaikkan suku bunga acuan, karena pasar keuangan Indonesia masih bisa kompetitif dengan suku bunga yang sekarang. 

Bahkan jika kondisi tetap stabil, seperti laju inflasi yang 'santai' atau defisit transaksi berjalan bisa lebih terkendali, maka bukan tidak mungkin Perry Warjiyo dan kolega menurunkan suku bunga acuan. Andai langkah ini ditempuh, maka akan menjadi bahan bakar untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. 

Menarik untuk disimak bagaimana stance dan arah kebijakan moneter di MH Thamrin setelah dinamika terbaru dari kompatriotnya di Washington. Apakah BI juga akan ikut dovish? Apakah BI membuka ruang untuk menurunkan suku bunga? Kita lihat saja nanti. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 5)


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Pengumuman suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate periode Maret (14:00 WIB).
  • Rilis data klaim tunjangan pengangguran AS untuk pekan yang berakhir 16 Maret (19:30 WIB).
  • Rilis Indeks Bisnis The Fed Philadelphia periode Maret (19:30 WIB).
  • Rilis pembacaan awal Indeks Keyakinan Konsumen Zona Euro periode Maret (22:00 WIB).

Investor juga perlu mencermati aksi perusahaan yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP)Laporan Keuangan Tahun 2018-
PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE)RUPS Tahunan14:00 WIB

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (2018 YoY)5,17%
Inflasi (Februari 2019 YoY)2,57%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Februari 2019)6%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (2018)-2,98% PDB
Neraca pembayaran (2018)-US$ 7,13 miliar
Cadangan devisa (Februari 2019)US$ 123,27 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular