Sawit Dihadang Uni Eropa, Luhut: RI Akan Bereaksi Keras!

Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
20 March 2019 14:55
Pemerintah Indonesia tidak terima dengan rencana Uni Eropa yang mendiskriminasi sawit.
Foto: Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia tidak terima dengan rencana Uni Eropa yang mendiskriminasi sawit. Komisi Uni Eropa sedang merancang aturan menghapus secara bertahap penggunaan bahan bakar nabati/BBN (biofuel) berbasis minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) hingga 2030.

Rencana Uni Eropa ini akan menghantam industri sawit dalam negeri yang menjadi salah satu tumpuan perekonomian.

Menko Bidang Maritim, Luhut B. Pandjaitan, mengatakan pemerintah bakal bereaksi keras menyikapi langkah Uni Eropa.

"Palm oil (minyak sawit) berhasil menurunkan kemiskinan ke bawah 10%. untuk kami, palm oil ini sangat penting menurunkan kemiskinan. Kami juga akan bereaksi dengan keras, kami bukan negara miskin dan kami punya potensi yang bagus," kata Luhut dalam jumpa pers soal sawit di kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Rabu (20/3/2019).

Dalam jumpa pers, hadir Menko Perekonomian, Darmin Nasution dan Wakil Menteri Luar Negeri, AM Fachir.



Luhut menegaskan, diskriminasi sawit yang dilakukan Uni Eropa sangat tidak adil. Pemerintah Indonesia akan bertindak total untuk melawan hal tersebut.

"Presiden sangat keras mengenai hal ini dan beliau akan memberikan statement khusus mengenai hal ini," jelas Luhut.

Bahkan dalam kesempatan itu, Luhut menyinggung soal rencana Indonesia memesan pesawat Airbus buatan Eropa dengan nilai lebih dari US$ 40 miliar. Bila hubungan dagang terganggu, bukan tidak mungkin Indonesia mengalihkan pesanan pesawat tersebut.

Sebagai latar belakang, dalam rancangan regulasi energi yang dinamakan Renewable Energy Directives II (RED II), Uni Eropa berencana menghapus penggunaan bahan bakar nabati/BBN (biofuel) berbasis CPO secara bertahap hingga 2030.

Pada 13 Maret lalu, Komisi Eropa mengesahkan Delegated Regulation no. C (2019) 2055 Final on High and Low ILUC Risk Criteria on Biofuels yang menyimpulkan bahwa perkebunan kelapa sawit telah mengakibatkan deforestasi besar-besaran.

Hasil kajian Komisi Eropa menyatakan bahwa 45% dari ekspansi produksi CPO sejak 2008 telah berujung pada kehancuran hutan, lahan gambut (peatlands) dan lahan basah (wetlands) serta menghasilkan emisi gas rumah kaca secara terus-menerus.

Sebaliknya, kajian yang sama mengklaim hanya 8% dari ekspansi produksi minyak kedelai (soybean oil) dan 1% dari minyak rapeseed dan bunga matahari (sunflower) yang berkontribusi pada kerusakan yang sama.

Seperti diketahui, ketiga komoditas ini merupakan pesaing sawit dalam pasar minyak nabati global.

Komisi Eropa sendiri menetapkan angka 10% sebagai batas untuk menentukan minyak nabati mana yang lebih berbahaya bagi lingkungan, dalam kriteria indirect land use change/ILUC yang disebut negara-negara produsen CPO seperti Indonesia dan Malaysia sebagai kriteria yang tidak diakui secara universal.

Saksikan video perlawanan RI terhadap Uni Eropa

[Gambas:Video CNBC]
(wed/gus) Next Article Sawit Makin Suram, RI Kaji Ulang Negosiasi Dagang Uni Eropa

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular