AS-China dan Brexit Bikin Galau, Investor Pilih Pegang Dolar?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 March 2019 05:46
AS-China dan Brexit Bikin Galau, Investor Pilih Pegang Dolar?
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia masih bergerak berlawanan pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat lumayan signifikan, sementara nilai tukar rupiah terkoreksi tipis terhadap dolar Amerika Serikat (AS). 

Kemarin, IHSG ditutup naik 0,56%. Bursa saham utama Asia berakhir variatif di mana indeks Nikkei 225 turun 0,01%, Hang Seng naik 0,15%, Shanghai Composite anjlok 1,2%, Kospi menguat 0,34%, dan Straits TImes bertambah 0,07%. 


Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah tipis 0,01% kala penutupan perdagangan pasar spot. Seluruh mata uang Asia melemah terhadap dolar AS, tidak ada pengecualian. Bahkan depresiasi 0,01% sudah menjadikan rupiah sebagai mata uang terbaik di Asia. 


Ada risiko yang tidak bisa dinafikan sehingga membuat investor sedikit banyak memilih bermain aman. Pertama, rilis ekonomi China yang kurang moncer.  Pada Januari-Februari 2019, output industri naik 5,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Lebih lambat dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang memperkirakan pertumbuhan 5,5%. Ini juga menjadi laju paling lemah sejak 2002.
 

China adalah perekonomian terbesar di Asia, sang kepala naga. Kala kepala naga terjun ke air, maka seluruh tubuhnya lambat laun akan ikut terseret ke dalam air. 

Oleh karena itu, apa yang terjadi di China akan sangat menentukan nasib satu benua. Ketika ada masalah di China, pelaku pasar akan cenderung menjauh dari Asia. 

Alasan kedua, masih ada risiko damai dagang AS-China bisa batal. Presiden AS Donald Trump menyatakan dirinya tidak akan terburu-buru untuk membuat kesepakatan dagang dengan China.  

"(Perundingan) memang berjalan lancar, kita lihat saja kapan nanti tanggalnya (untuk membuat kesepakatan). Saya tidak buru-buru, akan bagus jika kita bisa mencapai kesepakatan yang baik. Kesepakatan itu harus menguntungkan kami, dan jika tidak maka kami tidak akan membuatnya. 

"Saya rasa Presiden Xi (Xi Jinping, Presiden China) tahu bahwa saya adalah tipe orang yang bisa pergi saat kesepakatan belum terjadi. Anda tahu selalu ada kemungkinan ke arah sana, dan beliau tentu tidak menginginkan itu," jelas Trump, mengutip Reuters. 

Gertakan Trump ini bisa membuat pasar cemas. Jangan-jangan Trump akan ngambek dan memilih walk-out seperti saat berdialog dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un di Vietnam akhir bulan lalu. 

Jika ini yang terjadi, maka ucapkanlah selamat tinggal kepada damai dagang AS-China. Malah bisa saja Washington dan Beijing kembali terlibat perang dagang, saling berlomba menaikkan bea masuk yang dampaknya menghambat arus perdagangan dan rantai pasok global. 

Namun ada sentimen positif dari perkembangan Brexit, di mana parlemen Inggris menolak adanya No Deal Brexit (inggris tidak mendapat kompensasi apa-apa dari perceraian dengan Uni Eropa) dalam kondisi apapun. Perkembangan ini sedikit banyak meredakan kekhawatiran investor, karena ada peluang Brexit bisa ditunda dan London bisa berpisah baik-baik dengan Brussel. 

Tarik-menarik sentimen negatif dan positif ini membuat pasar keuangan Asia bergerak mixed. Kegalauan memang tengah mewarnai pasar keuangan Benua Kuning. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dari Wall Street, tiga indeks utama berakhir variatif dalam rentang terbatas. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,03%, S&P 500 turun 0,09%, dan Nasdaq Composite melemah 0,16%. 

Seperti di Asia, bursa saham New York galau gara-gara prospek damai dagang AS-China yang tidak jelas. Perkembangan terbaru, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengungkapkan ternyata masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. 

"Kami bekerja keras untuk mencapai kesepakatan secepat mungkin. Ada dokumen lebih dari 150 halaman yang sedang kami kerjakan. Masih banyak pekerjaan, tetapi kami senang dengan perkembangan yang terjadi sampai saat ini," kata Mnuchin mengutip Reuters. 

Seorang sumber mengungkapkan kepada Reuters, kemungkinan tidak akan ada pertemuan Trump-Xi pada akhir bulan ini untuk finalisasi dan pengesahan perjanjian damai dagang. Sepertinya pertemuan itu diundur menjadi akhir April. 


Apalagi ada rilis data ekonomi yang kurang memuaskan. Penjualan rumah baru ada Januari tercatat sebanyak 607.000 unit atau turun 6,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Jauh lebih buruk ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang memperkirakan penurunan 0,6%. 

Namun Wall Street tidak jatuh terlalu dalam karena ada dinamika terbaru sepuat Brexit. Dalam voting di parlemen Inggris (lagi-lagi voting), parlemen memutuskan sepakat menunda Brexit. Hasil akhirnya adalah 412 berbanding 202. 

Sedianya Brexit akan terjadi pada 29 Maret. Namun parlemen meminta extra time jika tidak ada kesepakatan sampai 20 Maret. Inggris meminta perpanjangan waktu setidaknya sampai 30 Juni. 

Kesepakatan damai dagang AS-China yang maju-mundur, data penjualan rumah yang mengecewakan, dan dinamika Brexit ini membuat investor gamang. Tidak adanya kepastian membuat pelaku pasar memilih untuk wait and see, tidak ada perilaku agresif. 

Terlihat dari volume perdagangan hari ini yang hanya melibatkan 6,69 miliar unit saham. Cukup jauh dibandingkan rata-rata selama 20 hari terakhir yaitu 7,37 miliar. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu Wall Street yang penuh kebimbangan. Galaunya Wall Street bisa saja menular sampai ke Asia, termasuk Indonesia. 

Sentimen kedua adalah damai dagang AS-China yang belum jelas. Namun Trump mencoba menenangkan pasar dengan pernyataan bahwa Negeri Paman Sam sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan. 

"Hubungan dengan China sangat baik. Kami mendapat apa yang kami inginkan, dan kami mendapatkannya dengan relatif cepat," ujarnya, mengutip Reuters. 

Dengan begitu, sebenarnya masih ada harapan AS-China bisa secepatnya mengesahkan kesepakatan damai dagang. "Saya harap ada sesuatu yang bisa disepakati dalam waktu dekat," sebut Mnuchin. 

Namun tanpa kejelasan kapan Trump-Xi akan bertemu, maka sama saja bohong. Sebab damai dagang baru benar-benar tercipta jika keduanya bertemu untuk meneken kesepakatan. 

Oleh karena itu, sepertinya investor dipaksa untuk menunggu, menunggu, dan menunggu. Tidak enaknya, mungkin saja akan ada drama pada saat penantian tersebut. 

Sentimen ketiga adalah terkait perkembangan Brexit. Donald Tusk, Presiden Dewan Uni Eropa, mempertimbangkan memberi waktu yang cukup panjang yaitu sampai setahun untuk menunda pelaksanaan Brexit. 

"Saya akan meminta kepada para anggota Uni Eropa untuk membuka peluang perpanjangan waktu yang cukup lama jika Inggris membutuhkannya untuk mencapai kesepakatan dan menyusun strategi," ungkap Tusk, mengutip Reuters. 

Oke, parlemen sudah setuju untuk menunda pelaksanaan Brexit. Uni Eropa juga sudah memberikan kelonggaran dengan mempertimbangkan penundaan selama setahun. 

Namun setelah itu apa? 

PM May berharap penundaan Brexit bisa memberi waktu baginya untuk meyakinkan kubu oposisi agar mau menerima proposal Brexit yang dibuatnya bersama Uni Eropa. Namun apakah ada jaminan parlemen bisa menerimanya? Apakah tidak ada kemungkinan parlemen kembali menolak proposal pemerintah seperti dalam dua kesempatan sebelumnya? 

Masih banyak pertanyaan seputar Brexit yang belum terjawab, padahal butuh jawaban segera. Jadi, sepertinya pelaku pasar lagi-lagi harus bersabar dan terus memantau perkembangan isu ini. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Ketidakpastian soal damai dagang AS-China dan Brexit membuat investor memilih bermain aman, dan ini menjadi sentimen keempat yaitu dolar AS yang semakin kuat. Pada pukul 05:19 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,18%. 

Dolar AS masih berstatus sebagai aset aman (safe haven), tempat pelarian investor kala situasi tidak menentu. Preferensi investor yang masih condong ke dolar AS bisa berujung seperti kejadian kemarin, seluruh mata uang Asia melemah. Masih kuatnya dolar AS membuat mata uang Asia terancam, tidak terkecuali rupiah. 

Sentimen kelima, kali ini dari dalam negeri, adalah rilis data perdagangan internasional oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi alias minus 4,26% year-on-year (YoY), impor naik tipis 0,4% YoY, dan neraca perdagangan minus US$ 841 juta. 

Perlu dicatat bahwa apabila Februari kembali defisit maka neraca perdagangan Indonesia akan mengalami tekor selama 5 bulan beruntun. Ini akan menjadi rekor baru rentetan defisit terpanjang, sebelumnya maksimal hanya 4 bulan beruntun yang terjadi pada April-Juli 2013. 


Selain itu, yang juga patut menjadi catatan adalah nasib transaksi berjalan (current account) kuartal I-2019. Dengan neraca perdagangan yang defisit pada Januari, plus kemungkinan terulang pada Februari, maka sepertinya defisit transaksi berjalan akan tetap lebar. 

Transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi stabilitas nilai tukar. Tanpa transaksi berjalan yang kuat, rupiah akan rawan terdepresiasi. 

Investor bisa saja menjadi enggan untuk mengoleksi aset berbasis rupiah, karena khawatir nilainya akan turun pada kemudian hari. Risiko aksi jual akan terus membayangi rupiah jika masalah di transaksi berjalan tidak kunjung dipecahkan. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 5)


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis data perdagangan internasional Indonesia periode Februari (09:00 WIB).
  • Rilis suku bunga acuan Bank of Japan (tentatif).
  • Rilis tingkat inflasi Zona Euro periode Februari (17:00 WIB).
  • Rilis data produksi industri AS periode Februari (20:15 WIB).
  • Rilis data kapasitas utilitas terpakai AS periode Februari (20:15 WIB).
  • Rilis pembacaan awal Indeks Sentimen Konsumen AS versi Universitas Michigan periode Maret (21:00 WIB).

Investor juga perlu mencermati agenda korporasi yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO)RUPS Tahunan09:00 WIB
PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK)RUPS Tahunan14:00 WIB

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (2018 YoY)5,17%
Inflasi (Februari 2019 YoY)2,57%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Februari 2019)6%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (2018)-2,98% PDB
Neraca pembayaran (2018)-US$ 7,13 miliar
Cadangan devisa (Februari 2019)US$ 123,27 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular