
Weekend Kelabu Bagi Pasar Minyak Mentah Dunia
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
08 March 2019 15:14

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia pada perdagangan Jumat ini (8/3/2019) masih berada di zona merah.
Hingga pukul 14:45 WIB, harga minyak jenis Brent yang menjadi patokan pasar Eropa dan Asia, untuk kontrak Mei amblas 1,01% ke posisi US$ 65,63/barel, setelah menguat 0,48% pada perdagangan Kamis kemarin (7/3/2019).
Adapun harga minyak jenis lightsweet (WTI) kontrak April yang jadi patokan pasar Amerika, terperosok 0,9% ke posisi US$ 56,15/barel, setelah menguat 0,8% kemarin.
Selama sepekan, harga minyak naik 1,2% secara point-to-point, sedangkan sejak awal tahun, harga si emas hitam ini masih tercatat menguat 22,6%.
Tampaknya Jumat akhir pekan ini, harga minyak masih dibayangi awan kelabu yang semakin pekat.
Pada Kamis malam waktu Indonesia, Presiden Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB), Mario Draghi mengatakan akan menahan suku bunga acuannya setidaknya hingga akhir 2020.
"Kita berada di dalam masa keberlanjutan pelemahan dan ketidakpastian," ujar Mario Draghi dalam konferensi pers, mengutip Reuters.
Bersamaan dengan itu, Draghi juga kembali memangkas angka prediksi pertumbuhan ekonomi zona Eropa tahun ini menjadi hanya sebesar 1,1%. Padahal pada Desember lalu, angka proyeksi ECB mencapai 1,7%.
Tak hanya itu, pagi hari tadi, China juga mengumumkan kinerja ekspor bulan Februari yang turun sebesar 21% dibanding periode yang sama tahun lalu (YoY). Di samping itu, impor juga turun 5,2% YoY.
Selain adanya kisruh damai dagang dengan AS, nilai ekspor Negeri Panda yang terpangkas cukup dalam juga sangat dipengaruhi oleh permintaan produk-produk manufaktur dari negara-negara mitra yang berkurang.
Hal ini merupakan indikasi yang kuat bahwa perlambatan ekonomi global sedang berada di bawah telapak kaki, dan masih akan terus berlanjut hingga akhir tahun 2019.
Untungnya, data dari Bea Cukai China masih mencatatkan impor minyak mentah pada Februari mencapai 39,22 juta ton, atau setara dengan 10,23 juta barel/hari. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Reuters, nilai tersebut meningkat 21,6% dibanding Februari tahun 2018.
BERLANJUT KE HALAMAN SELANJUTNYA Dari sisi pasokan, aksi Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersama sekutunya untuk memangkas produksi minyak juga memberikan dorongan ke atas pada pergerakan harga.
OPEC bersama Rusia sepakat mengurangi pasokan minyak hingga sebesar 1,2 juta barel/hari yang dimulai sejak awal 2019.
Selain itu, tutupnya ladang minyak terbesar Libya, El Sharara, juga turut berperan dalam mengurangi produksi minyak OPEC, setidaknya hingga minggu lalu. Pasalnya, ladang minyak yang sempat berhenti beroperasi sejak Desember 2018 silam itu memiliki kapasitas produksi hingga 315.000 barel/hari. Pekan ini ladang El Sharara kembali beroperasi.
Sanksi AS atas Venezuela dan Iran juga turut membuat pasokan minyak terhambat. Sebab, negara-negara tersebut menjadi sulit untuk menjual jatah ekspor minyak mentah, dan memerlukan waktu untuk mencari pembeli baru.
Tak heran pada Januari, produksi minyak OPEC turun hingga 797.000 barel/hari, sudah hampir memenuhi kuota kesepakatannya dengan Rusia.
Setidaknya, keseimbangan fundamental di pasar minyak dunia bisa sedikit membaik.
Akan tetapi, meningkatnya produksi minyak Negeri Paman Sam agaknya akan membuat usaha OPEC dan Rusia tersebut menjadi impas. Pasalnya, sejak awal tahun 2018 hingga sekarang, keran produksi minyak AS telah meningkat lebih dari 2 juta barel/hari. Bahkan beberapa waktu lalu kembali menembus rekor tertingginya di level 12,1 juta barel/hari.
Bukannya ingin menakut-nakuti, namun ternyata ekspor minyak Negeri Adidaya juga telah menyentuh posisi 3,6 juta barel/hari pada Februari, melampaui Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Iran.
Tak berhenti sampai di situ, konsultan Rystad Energi pada pekan ini menegaskan bahwa AS dalam waktu dekat akan mengekspor minyak lebih banyak ketimbang Arab Saudi, seperti dikutip Reuters. Konsultan tersebut juga memperkirakan produksi minyak AS masih akan meningkat hingga hampir 1 juta barel lagi tahun ini.
Bila benar, maka AS akan menjadi eksportir minyak terbesar di dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/tas) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset
Hingga pukul 14:45 WIB, harga minyak jenis Brent yang menjadi patokan pasar Eropa dan Asia, untuk kontrak Mei amblas 1,01% ke posisi US$ 65,63/barel, setelah menguat 0,48% pada perdagangan Kamis kemarin (7/3/2019).
Adapun harga minyak jenis lightsweet (WTI) kontrak April yang jadi patokan pasar Amerika, terperosok 0,9% ke posisi US$ 56,15/barel, setelah menguat 0,8% kemarin.
Tampaknya Jumat akhir pekan ini, harga minyak masih dibayangi awan kelabu yang semakin pekat.
Pada Kamis malam waktu Indonesia, Presiden Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB), Mario Draghi mengatakan akan menahan suku bunga acuannya setidaknya hingga akhir 2020.
"Kita berada di dalam masa keberlanjutan pelemahan dan ketidakpastian," ujar Mario Draghi dalam konferensi pers, mengutip Reuters.
![]() |
Bersamaan dengan itu, Draghi juga kembali memangkas angka prediksi pertumbuhan ekonomi zona Eropa tahun ini menjadi hanya sebesar 1,1%. Padahal pada Desember lalu, angka proyeksi ECB mencapai 1,7%.
Tak hanya itu, pagi hari tadi, China juga mengumumkan kinerja ekspor bulan Februari yang turun sebesar 21% dibanding periode yang sama tahun lalu (YoY). Di samping itu, impor juga turun 5,2% YoY.
Selain adanya kisruh damai dagang dengan AS, nilai ekspor Negeri Panda yang terpangkas cukup dalam juga sangat dipengaruhi oleh permintaan produk-produk manufaktur dari negara-negara mitra yang berkurang.
Hal ini merupakan indikasi yang kuat bahwa perlambatan ekonomi global sedang berada di bawah telapak kaki, dan masih akan terus berlanjut hingga akhir tahun 2019.
Untungnya, data dari Bea Cukai China masih mencatatkan impor minyak mentah pada Februari mencapai 39,22 juta ton, atau setara dengan 10,23 juta barel/hari. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Reuters, nilai tersebut meningkat 21,6% dibanding Februari tahun 2018.
BERLANJUT KE HALAMAN SELANJUTNYA Dari sisi pasokan, aksi Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersama sekutunya untuk memangkas produksi minyak juga memberikan dorongan ke atas pada pergerakan harga.
OPEC bersama Rusia sepakat mengurangi pasokan minyak hingga sebesar 1,2 juta barel/hari yang dimulai sejak awal 2019.
![]() |
Selain itu, tutupnya ladang minyak terbesar Libya, El Sharara, juga turut berperan dalam mengurangi produksi minyak OPEC, setidaknya hingga minggu lalu. Pasalnya, ladang minyak yang sempat berhenti beroperasi sejak Desember 2018 silam itu memiliki kapasitas produksi hingga 315.000 barel/hari. Pekan ini ladang El Sharara kembali beroperasi.
Sanksi AS atas Venezuela dan Iran juga turut membuat pasokan minyak terhambat. Sebab, negara-negara tersebut menjadi sulit untuk menjual jatah ekspor minyak mentah, dan memerlukan waktu untuk mencari pembeli baru.
Tak heran pada Januari, produksi minyak OPEC turun hingga 797.000 barel/hari, sudah hampir memenuhi kuota kesepakatannya dengan Rusia.
Setidaknya, keseimbangan fundamental di pasar minyak dunia bisa sedikit membaik.
Akan tetapi, meningkatnya produksi minyak Negeri Paman Sam agaknya akan membuat usaha OPEC dan Rusia tersebut menjadi impas. Pasalnya, sejak awal tahun 2018 hingga sekarang, keran produksi minyak AS telah meningkat lebih dari 2 juta barel/hari. Bahkan beberapa waktu lalu kembali menembus rekor tertingginya di level 12,1 juta barel/hari.
Bukannya ingin menakut-nakuti, namun ternyata ekspor minyak Negeri Adidaya juga telah menyentuh posisi 3,6 juta barel/hari pada Februari, melampaui Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Iran.
Tak berhenti sampai di situ, konsultan Rystad Energi pada pekan ini menegaskan bahwa AS dalam waktu dekat akan mengekspor minyak lebih banyak ketimbang Arab Saudi, seperti dikutip Reuters. Konsultan tersebut juga memperkirakan produksi minyak AS masih akan meningkat hingga hampir 1 juta barel lagi tahun ini.
Bila benar, maka AS akan menjadi eksportir minyak terbesar di dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/tas) Next Article Sepekan Melejit 5% Lebih, Harga Minyak Dunia kini Terpeleset
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular