
Kabar dari Eropa Bikin Galau Bursa Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 March 2019 09:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama Asia terjebak di zona merah pagi ini. Dinamika di Eropa sepertinya mempengaruhi gerak pelaku pasar.
Pada Kamis (9/3/2019) pukul 08:59 WIB, indeks Nikkei 225 turun 0,76%, Hang Seng melemah 0,37%, Shanghai Composite minus 0,3%, dan Kospi terkoreksi 0,19%. Hanya Straits Times yang masih bisa membukukan kenaikan 0,23%. Bursa Efek Indonesia hari ini libur memperingati Hari Raya Nyepi.
Kemungkinan investor di bursa saham Asia menjadi ragu-ragu akibat Wall Street yang mencatat hasil kurang memuaskan. Dow Jones Industral Average (DJIA) turun 0,52%, S&P 500 minus 0,65%, dan Nasdaq Composite berkurang 0,93%. Koreksi di bursa saham New York bahkan sudah terjadi selama 3 hari beruntun.
Seperti halnya di Wall Street, sepertinya investor di bursa saham Asia kekurangan katalis untuk beraktivitas. Sentimen damai dagang Amerika Serikat (AS)-China sudah agak basi, belum ada perkembangan terbaru. Isu Korea Utara yang membandel dengan (katanya) membangun lagi fasilitas pengujian misil juga belum ada kelanjutannya.
Malah yang ada justru kabar yang kurang sedap dari Eropa. Uni Eropa berencana untuk menyaring investasi asing (Foreign Direct Investment/FDI) yang masuk ke Benua Biru mulai bulan depan. Tujuannya adalah menjaga keamanan dan kepentingan strategis.
"Dengan kerangka penyaringan investasi yang baru ini, kami akan memastikan bahwa investasi asing yang datang ke Uni Eropa benar-benar sejalan dengan kepentingan kita bersama," kata Jean-Claude Juncker, Presiden Komisi Uni Eropa, mengutip Reuters.
Kebijakan ini lahir atas dorongan dua negara besar yaitu Jerman dan Prancis yang mulai resah dengan pola investasi asing, khususnya dari China. Perusahaan-perusahaan asal Negeri Tirai Bambu banyak mencaplok korporasi Eropa yang bergerak bidang teknologi. Misalnya akuisisi Kuka, perusahaan robotik asal Jerman, oleh perusahaan elektronik asal China, Midea.
"Kami melihat bahwa ada peningkatan investasi di sektor strategis yang malah mengundang perdebatan. Oleh karena itu, kerangka baru ini akan memberi kami posisi untuk lebih baik dalam memonitor investasi asing guna melindungi kepentingan strategis," lanjut Juncker.
Kerangka baru ini akan membentuk pola koordinasi antara Komisi Uni Eropa dan negara-negara anggota. Komisi Uni Eropa akan mengeluarkan peringatan jika ada investasi yang berpotensi mengancam kepentingan publik.
Berita dari Eropa ini, entah kebetulan atau tidak, datang hampir bersamaan dengan rilis data investasi China. Berdasarkan survei Mercator Institute for China Studies (MERICS) dan Rhodium Group (RHG), FDI China di Eropa pada 2018 tercatat EUR 17,3 miliar. Turun jauh dibandingkan posisi puncaknya pada 2016 yang mencapai EUR 37 miliar.
"Penyebabnya bisa datang dari dalam maupun luar negeri. Dari dalam negeri, China menerapkan kontrol arus modal yang membatasi jumlah investasi ke luar negeri. Sementara faktor eksternal adalah regulasi yang lebih ketat di negara tujuan investasi," sebut riset itu.
Kabar dari Eropa ini semakin menegaskan bahwa China sepertinya akan mengalami perlambatan ekonomi karena sumbangan dari investasi bakal berkurang. Perlambatan ekonomi di China tentu akan mempengaruhi negara-negara lain di Asia. Akibatnya, pelaku pasar menjadi agak ragu untuk masuk ke pasar keuangan Benua Kuning.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham
Pada Kamis (9/3/2019) pukul 08:59 WIB, indeks Nikkei 225 turun 0,76%, Hang Seng melemah 0,37%, Shanghai Composite minus 0,3%, dan Kospi terkoreksi 0,19%. Hanya Straits Times yang masih bisa membukukan kenaikan 0,23%. Bursa Efek Indonesia hari ini libur memperingati Hari Raya Nyepi.
Kemungkinan investor di bursa saham Asia menjadi ragu-ragu akibat Wall Street yang mencatat hasil kurang memuaskan. Dow Jones Industral Average (DJIA) turun 0,52%, S&P 500 minus 0,65%, dan Nasdaq Composite berkurang 0,93%. Koreksi di bursa saham New York bahkan sudah terjadi selama 3 hari beruntun.
Seperti halnya di Wall Street, sepertinya investor di bursa saham Asia kekurangan katalis untuk beraktivitas. Sentimen damai dagang Amerika Serikat (AS)-China sudah agak basi, belum ada perkembangan terbaru. Isu Korea Utara yang membandel dengan (katanya) membangun lagi fasilitas pengujian misil juga belum ada kelanjutannya.
Malah yang ada justru kabar yang kurang sedap dari Eropa. Uni Eropa berencana untuk menyaring investasi asing (Foreign Direct Investment/FDI) yang masuk ke Benua Biru mulai bulan depan. Tujuannya adalah menjaga keamanan dan kepentingan strategis.
"Dengan kerangka penyaringan investasi yang baru ini, kami akan memastikan bahwa investasi asing yang datang ke Uni Eropa benar-benar sejalan dengan kepentingan kita bersama," kata Jean-Claude Juncker, Presiden Komisi Uni Eropa, mengutip Reuters.
Kebijakan ini lahir atas dorongan dua negara besar yaitu Jerman dan Prancis yang mulai resah dengan pola investasi asing, khususnya dari China. Perusahaan-perusahaan asal Negeri Tirai Bambu banyak mencaplok korporasi Eropa yang bergerak bidang teknologi. Misalnya akuisisi Kuka, perusahaan robotik asal Jerman, oleh perusahaan elektronik asal China, Midea.
"Kami melihat bahwa ada peningkatan investasi di sektor strategis yang malah mengundang perdebatan. Oleh karena itu, kerangka baru ini akan memberi kami posisi untuk lebih baik dalam memonitor investasi asing guna melindungi kepentingan strategis," lanjut Juncker.
Kerangka baru ini akan membentuk pola koordinasi antara Komisi Uni Eropa dan negara-negara anggota. Komisi Uni Eropa akan mengeluarkan peringatan jika ada investasi yang berpotensi mengancam kepentingan publik.
Berita dari Eropa ini, entah kebetulan atau tidak, datang hampir bersamaan dengan rilis data investasi China. Berdasarkan survei Mercator Institute for China Studies (MERICS) dan Rhodium Group (RHG), FDI China di Eropa pada 2018 tercatat EUR 17,3 miliar. Turun jauh dibandingkan posisi puncaknya pada 2016 yang mencapai EUR 37 miliar.
"Penyebabnya bisa datang dari dalam maupun luar negeri. Dari dalam negeri, China menerapkan kontrol arus modal yang membatasi jumlah investasi ke luar negeri. Sementara faktor eksternal adalah regulasi yang lebih ketat di negara tujuan investasi," sebut riset itu.
Kabar dari Eropa ini semakin menegaskan bahwa China sepertinya akan mengalami perlambatan ekonomi karena sumbangan dari investasi bakal berkurang. Perlambatan ekonomi di China tentu akan mempengaruhi negara-negara lain di Asia. Akibatnya, pelaku pasar menjadi agak ragu untuk masuk ke pasar keuangan Benua Kuning.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Bursa RI Merah Padam! Tenang...Asing Tetap Borong Saham
Most Popular