Baru Kemarin Sore Menguat, Eh Rupiah Loyo Lagi

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 March 2019 08:36
Baru Kemarin Sore Menguat, <i>Eh</i> Rupiah Loyo Lagi
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Keperkasaan dolar AS plus perkembangan yang kurang menggembirakan dari Korea Utara menjadi pemberat langkah rupiah. 

Pada Rabu (6/3/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.120 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah tipis 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah semakin dalam. Pada pukul 08:08 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.125 di mana rupiah melemah 0,07%. 

Padahal baru kemarin rupiah menguat setelah 4 hari sebelumnya selalu melemah. Namun pagi ini rupiah sudah melemah lagi. Penguatan yang terjadi pada menit terakhir kemarin ternyata sekadar kenikmatan sesaat.


Pagi ini, mata uang utama Asia bergerak mixed di hadapan dolar AS. Selain rupiah, mata uang yang juga melemah adalah yuan China, won Korea Selatan, ringgit Malaysia, dolar Singapura, dan baht Thailand. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:09 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Well, wajar apabila rupiah dan mata uang Asia lainnya melemah. Sebab dolar AS memang masih perkasa secara global. 

Pada pukul 08:12 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) masih menguat 0,02%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini menguat 0,77% dan selama sebulan ini penguatannya mencapai 1,09%. 

 

Penguatan dolar AS hari ini datang dari rilis data ekonomi yang ciamik di Negeri Paman Sam. Purchasing Manager Index (PMI) non-manufaktur AS versi ISM pada Februari 2019 berada di 59,7. Lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 56,7. Angka Februari juga menjadi yang tertinggi dalam 3 bulan terakhir. 

Kemudian penjualan properti residensial baru di AS  pada Desember 2018 tercatat 621.000 unit pada Desember 2018 atau naik 3,7% dibandingkan bulan sebelumnya. Angka penjualan rumah baru tersebut merupakan yang tertinggi sejak Mei 2018. 

Data-data ini sedikit banyak menghapus kekhawatiran mengenai perlambatan ekonomi AS, karena ternyata dunia usaha dan rumah tangga masih terus melakukan ekspansi. Artinya, peluang The Federal Reserves/The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan menjadi semakin terbuka. 

The Fed tentu punya kepentingan agar roda perekonomian AS tidak melaju terlalu cepat dan menimbulkan tekanan inflasi yang tidak perlu alias overheating. Cara untuk membuat roda perekonomian bergerak lebih sehat adalah mengeremnya melalui kenaikan suku bunga acuan. 

Meski mungkin tidak dilakukan dalam waktu dekat, tetapi prospek kenaikan Federal Fund Rate menjadi bekal keperkasaan dolar AS. Berinvestasi di dolar AS akan menguntungkan karena iming-iming kenaikan suku bunga acuan. Akibatnya, ada kemungkinan arus modal masih akan berkerumun di sekitar mata uang Negeri Adidaya. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Selain keperkasaan dolar AS, mata uang Asia (termasuk rupiah) terbeban karena kabar kurang enak terkait hubungan AS-Korea Utara. Kedua negara meninggalkan perundingan di Vietnam dengan tangan hampa.  

AS meminta Korea Utara melakukan denuklirisasi penuh sebelum sanksi dicabut. Namun Korea Utara hanya menyanggupi penutupan sebagian fasilitas pengembangan nuklir Yongbyon. 


Selepas kejadian di Vietnam, hubungan Washington-Pyongyang agak mendingin. Kini datang kabar mengejutkan dari John Boltin, Penasihat Keamanan Gedung Putih. 

"Jika mereka tidak mau melakukan itu (denuklirisasi), maka sikap Bapak Presiden sudah sangat jelas. Mereka tidak akan mendapatkan keringanan sanksi ekonomi. Justru kami akan mempertimbangkan untuk menambah sanksi," tegas Bolton dalam wawancara dengan Fox Business Network, dikutip dari Reuters. 

Dinamika ini membuat investor agak cemas. Sebab, prospek damai di Semenanjung Korea menjadi penuh tanda tanya. 

Jika AS jadi menambah sanksi dan Korea Utara tidak terima, maka bukan tidak mungkin membuat Pemimpin Kim Jong Un murka. Senjata nuklir akan kembali dikembangkan dan serangkaian uji coba misil akan digelar kembali. Suasana Semenanjung Korea akan kembali memanas, dan menjadi risiko besar di pasar keuangan.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular