Harga Empat Seri Acuan SUN Naik Lagi, Apa Sih Pemicunya?

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
25 February 2019 11:51
Harga obligasi rupiah pemerintah dibuka menguat pada awal perdagangan hari ini, Senin (25/2/2019).
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah dibuka menguat pada awal perdagangan hari ini, Senin (25/2/2019), seiring dengan optimisnya pelaku pasar global terhadap kelanjutan damai dagang antara Amerika Serikat-China. 

Penguatan ini dialami setelah pekan lalu terjadi koreksi dalam dua hari beruntun hingga akhir pekan. Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.  


Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
 

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. 

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. 

Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Yield Obligasi Negara Acuan 22 Feb 2019
SeriJatuh tempoYield 22 Feb 2019 (%)Yield 25 Feb 2019 (%)Selisih (basis poin)Yield wajar IBPA 21 Feb'19
FR00775 tahun7.767.731-2.907.7185
FR007810 tahun7.9577.9570.007.8935
FR006815 tahun8.2538.229-2.408.196
FR007920 tahun8.348.309-3.108.2704
Avg movement-2.10
Sumber: Refinitiv  

Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada tenor 2 tahun dengan tenor 5 tahun, di mana inversi berarti lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding seri lebih panjang. 

Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.

 
Yield US Treasury Acuan 22 Feb 2019
SeriBenchmarkYield 21 Feb 2019 (%)Yield 22 Feb 2019 (%)Selisih (Inversi)Satuan Inversi
UST BILL 20193 Bulan2.442.4513 bulan-5 tahun-5.7
UST 20202 Tahun2.52.5272 tahun-5 tahun1.9
UST 20213 Tahun2.4642.5033 tahun-5 tahun-0.5
UST 20235 Tahun2.4742.5083 bulan-10 tahun-23.5
UST 202810 Tahun2.6552.6862 tahun-10 tahun-15.9
Sumber: Refinitiv  

Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, posisi terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 927,17 triliun SBN, atau 37,6% dari total beredar Rp 2.465 triliun berdasarkan data per 21 Februari.  


Angka kepemilikannya masih positif, bertambah Rp 33,92 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama.
 

Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan dialami India, Malaysia, Rusia, Singapura, Thailand, dan Afrika Selatan. 

Di negara maju, penguatan dialami pasar bund Jerman dan US Treasury di AS.

 
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
NegaraYield 21 Feb 2019 (%)Yield 22 Feb 2019 (%)Selisih (basis poin)
Brasil8.938.930.00
China3.1483.1762.80
Jerman0.0980.089-0.90
Perancis0.5180.5180.00
Inggris 1.1591.160.10
India7.6047.591-1.30
Italia2.8522.8752.30
Jepang-0.038-0.0330.50
Malaysia3.8973.895-0.20
Filipina6.3336.3461.30
Rusia8.448.43-1.00
Singapura2.1672.151-1.60
Thailand2.52.495-0.50
Turki14.7414.828.00
Amerika Serikat2.6882.686-0.20
Afrika Selatan8.848.82-2.00
Sumber: Refinitiv  

TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/tas) Next Article AS-China Makin Tak Jelas, Reli Harga SUN Berakhir

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular