Perkasa di Awal, Rupiah Langsung Lemas

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 February 2019 08:38
Perkasa di Awal, Rupiah Langsung Lemas
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Namun penguatan itu tidak bertahan lama. 

Pada Selasa (19/2/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.100 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat tipis 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Namun seiring perjalanan pasar, penguatan rupiah yang tipis itu habis. Pada pukul 08:27 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.115 di mana rupiah sudah berbalik melemah 0,07%. 


Kemarin, rupiah berhasil finis dengan apresiasi 0,25%. Penguatan itu sudah cukup membawa rupiah menyabet gelar sebagai mata uang terbaik di Asia. 


Namun pagi ini dolar AS sepertinya sudah bangkit. Mayoritas mata uang Asia bernasib sama seperti rupiah yaitu melemah. Tinggal yuan China, yen Jepang, dan peso Filipina yang masih bertahan di zona hijau. 

Bahkan pelemahan beberapa mata uang utama Benua Kuning lebih dalam ketimbang rupiah. Won Korea Selatan menjadi mata uang terlemah pagi ini, disusul oleh ringgit Malaysia dan rupee India. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:28 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Tidak hanya di Asia, sinyal kebangkitan dolar AS juga terlihat secara global. Pada pukul 08:11 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) memang masih melemah tetapi tinggal 0,08%. Dini hari tadi, indeks ini melemah di kisaran 0,1%. 

Investor kembali ke pelukan dolar AS setelah mendapat kabar kurang sedap dari Eropa. Fitch Ratings, lembaga pemeringkat (rating agency) internasional, memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Eropa dari semula 1,8% menjadi hanya 1%. 

Fitch menilai aktivitas ekonomi di Benua Biru melambat lebih parah dari perkiraan. Berbagai data teranyar menjadi konfirmasi atas keyakinan tersebut. 

Pada kuartal IV-2018, ekonomi Zona Euro tumbuh 0,2% year-on-year (YoY) atau sama seperti kuartal sebelumnya. Laju pertumbuhan ini menjadi yang paling lambat sejak kuartal II-2014. 

Kemudian neraca perdagangan Zona Euro pada Desember 2018 terctata EUR 17 miliar, turun drastis dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai EUR 24,5 miliar. Ada lagi, yaitu produksi industrial Zona Euro pada Desember 2018 terkontraksi atau minus 4,2% YoY. Ini menjadi koreksi terdalam sejak November 2009. 

Oleh karena itu, tidak heran Fitch agak pesimistis dengan prospek pertumbuhan ekonomi Benua Biru. Bahkan saking pesimistisnya, Fitch sampai memperkirakan Bank Sentral Uni Eropa (ECB) akan kembali menggelontorkan stimulus berupa pembelian surat-surat berharga atau quantitative easing. Program ini sejatinya sudah berakhir pada Desember 2018 dan ECB akan memulai proses pengetatan moneter pada musim panas (tengah tahun) 2019. 

"Kami sudah memperkirakan ECB akan akan menunda normalisasi kebijakan moneternya, baik itu di sisi suku bunga maupun neraca. Sekarang kami malah meyakini bahwa ECB akan mempertimbangkan dengan serius untuk memulai lagi program quantitative easing," kata Robert Sierra, Director of Economics Team di Fitch, mengutip siaran tertulis. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 3)

Kemudian, investor juga sepertinya tengah menantikan lanjutan dialog dagang AS-China yang berlangsung di Washington pekan ini. Di tengah aura positif prospek damai dagang AS-China, ada riak-riak yang membuat tidak enak yaitu rencana AS untuk memberlakukan bea masuk baru. 

Kementerian Perdagangan AS telah mengirim rekomendasi ke meja Presiden Trump mengenai wacana pengenaan bea masuk terhadap impor mobil dan suku cadangnya. Trump punya waktu 90 hari untuk mengambil keputusan berdasarkan rekomendasi tersebut. 


US Motor and Equipment Manufacturers Association dalam keterangan tertulisnya menolak pengenaan bea masuk itu. Menurut mereka, bea masuk akan membuat harga jual mobil naik sampai ribuan dolar AS sehingga penjualan terancam turun. Akibatnya dikhawatirkan bisa membuat industri otomotif AS melakukan PHK terhadap ribuan pekerja. 

"Bea masuk ini, kalau diterapkan, malah berpotensi membuat perusahaan memindahkan fasilitas produksinya ke luar negeri dan meninggalkan AS. Tidak ada satu pun perusahaan otomotif yang meminta penyelidikan yang berujung kepada rekomendasi ini," tegas US Motor and Equipment Manufacturers Association dalam keterangan tertulisnya. 

Pengenaan bea masuk ini juga berisiko kembali menyulut perang dagang antara AS dan negara-negara lainnya seperti China, Jepang, dan Uni Eropa. Trump menegaskan bahwa bea masuk bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk impor sekaligus alat negosiasi dagang. 

"Saya suka bea masuk. Namun saya juga suka bernegosiasi," ujarnya, mengutip Reuters. 

Padahal investor sudah berbunga-bunga dengan perkembangan hubungan AS-China yang kian harmonis. Sepertinya damai dagang AS-China sudah terlihat, tidak lagi samar-samar. 


Namun perkembangan seputar bea masuk otomotif ini bisa saja membuat semuanya buyar. Risiko kembalinya perang dagang tidak bisa dikesampingkan. 

Melihat dua sentimen tersebut, tidak heran investor kembali memasang mode bermain aman. Aset-aset berisiko dijauhi dulu untuk sementara waktu, dan pelaku pasar mencari kenyamanan di pelukan dolar AS. Wajar saja rupiah melemah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular