Rupiah Perkasa di Kurs Tengah BI, Terbaik Asia di Pasar Spot!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 February 2019 10:40
Rupiah Perkasa di Kurs Tengah BI, Terbaik Asia di Pasar Spot!
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI) hari ini. Namun dolar AS masih bertahan di level Rp 14.100.

Pada Senin (18/2/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbak Spot Dollar Rate/Jisdor menunjukkan angka Rp 14.106. Rupiah menguat tipis 0,07% dibandingkan posisi akhir pekan lalu.

Rupiah berhasil membalik pelemahan yang terjadi dalam 2 hari perdagangan sebelumnya. Akhir pekan lalu, rupiah di kurs tengah BI melemah 0,16% dan sehari sebelumnya terdepresiasi 0,47%.

Sejak awal tahun, rupiah menguat 2,56% di kurs acuan. Pencapaian ini layak diacungi jempol karena dalam periode yang sama tahun lalu rupiah hanya menguat 0,05%.



Sementara di pasar spot, rupiah juga perkasa di hadapan dolar AS. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.080. Rupiah menguat 0,42% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.


Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang Asia sebenarnya menguat terhadap greenback. Tinggal yen Jepang dan peso Filipina yang masih terjebak di zona merah, sementara yang lain mantap menguat.

Namun rupiah spesial karena menjadi yang terkuat di Benua Kuning. Dalam hal menguat terhadap dolar AS, rupiah adalah juara Asia.


Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:17 WIB:



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Rupiah berhasil keluar menjadi yang terbaik di Asia karena sejumlah faktor. Pertama, pelemahan rupiah sepanjang pekan lalu sudah cukup dalam yaitu mencapai 1,29% sehingga ruang untuk technical rebound menjadi terbuka.

Rupiah yang sudah ‘murah’ bisa menggoda investor untuk kembali melirik mata uang ini. Jika permintaan terhadap rupiah naik, maka nilainya tentu akan menguat.

Kedua, sepertinya investor sudah melupakan data Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) 2018. Defisit NPI dan transaksi berjalan (current account) yang melebar pada 2018 menjadi sentimen utama yang membebani rupiah pekan lalu.

Ketiga, dolar AS sendiri memang sedang tertekan. Pada pukul 10:21 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,18%.

Dari dalam negeri, dolar AS tertekan akibat pernyataan pejabat The Federal Reserves/The Fed. Akhir pekan lalu, Presiden The Fed San Francisco Mary Daly menyiratkan bahwa bank sentral bisa saja tidak menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini. Syaratnya adalah jika ekonomi AS melambat sehingga tekanan inflasi menjadi minimal.

“Jika ekonomi tumbuh, misalnya, 2% dan laju inflasi 1,9% dan tidak ada sinyal (tekanan harga) semakin besar, maka saya rasa belum saatnya menaikkan suku bunga (tahun ini),” kata Daly dalam wawancara dengan Wall Street Journal.

Nada The Fed yang semakin kalem alias dovish tentu tidak menguntungkan bagi dolar AS. Tanpa pemanis dari kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di mata uang Negeri Adidaya menjadi kurang menarik.


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Dolar AS juga tertekan karena risk appetite investor yang membuncah. Pelaku pasar kembali berani memburu aset-aset berisiko (termasuk di Asia) karena aura damai dagang AS-China yang semakin nyata.

Pernyataan Presiden China Xi Jinping, yang menyambangi arena dialog dagang akhir pekan lalu, membawa energi positif. Menurut Xi, berbagai kemajuan sudah diraih dalam perundingan selama sepekan di ibukota.

"Konsultasi antara dua pihak telah mencapai kemajuan. Saya berharap Anda semua akan melanjutkan upaya ini guna mencapai kesepakatan bersama. Win-win agreement," tutur Xi dalam pidato di Great Hall of the People, mengutip Reuters.

Dengan aura positif yang semakin kuat ini, Presiden AS Donald Trump menegaskan bahwa dirinya siap memperpanjang masa 'gencatan senjata' 90 hari yang seyogianya berakhir pada 1 Maret 2019. Namun jika ada perpanjangan waktu sebelum kesepakatan tercipta, maka yang ada adalah AS tidak akan menghapus bea masuk tetapi hanya menunda kenaikan tarif.

"Ada kemungkinan saya akan memperpanjang waktunya. Akan tetapi kalau saya melakukan itu, maka saya akan tetap mengenakan tarif yang berlaku sekarang. Hanya tidak ada kenaikan," tegasnya dalam jumpa pers di Gedung Putih, mengutip Reuters.

Tidak cuma perpanjangan masa 'gencatan senjata', Trump sudah berani sesumbar bahwa AS dan China bisa mencapai kesepakatan dagang dalam waktu dekat. Bahkan Trump juga bicara mengenai potensi pencabutan bea masuk bagi impor produk-produk China.

“Kita sudah lebih dekat untuk menuju kesepakatan dagang. Saya akan merasa terhormat untuk menghapus berbagai bea masuk jika kesepakatan sudah tercapai,” tegas Trump, mengutip Reuters.

Menghapus bea masuk adalah inti dari damai dagang. Ketika itu terjadi, dan kini kemungkinannya semakin besar, maka perang dagang resmi berakhir dan damai dagang pun terwujud.

Perekonomian dunia akan kembali bersemi kala AS-China sudah berdamai, tidak lagi saling hambat di bidang perdagangan. Rantai pasok global kembali lancar sehingga pertumbuhan ekonomi dunia bisa lebih baik. Ini tentu akan menjadi sebuah sentimen positif yang luar biasa.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular