
Rupiah Perkasa di Kurs Tengah BI, Terbaik Asia di Pasar Spot!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 February 2019 10:40

Rupiah berhasil keluar menjadi yang terbaik di Asia karena sejumlah faktor. Pertama, pelemahan rupiah sepanjang pekan lalu sudah cukup dalam yaitu mencapai 1,29% sehingga ruang untuk technical rebound menjadi terbuka.
Rupiah yang sudah ‘murah’ bisa menggoda investor untuk kembali melirik mata uang ini. Jika permintaan terhadap rupiah naik, maka nilainya tentu akan menguat.
Kedua, sepertinya investor sudah melupakan data Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) 2018. Defisit NPI dan transaksi berjalan (current account) yang melebar pada 2018 menjadi sentimen utama yang membebani rupiah pekan lalu.
Ketiga, dolar AS sendiri memang sedang tertekan. Pada pukul 10:21 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,18%.
Dari dalam negeri, dolar AS tertekan akibat pernyataan pejabat The Federal Reserves/The Fed. Akhir pekan lalu, Presiden The Fed San Francisco Mary Daly menyiratkan bahwa bank sentral bisa saja tidak menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini. Syaratnya adalah jika ekonomi AS melambat sehingga tekanan inflasi menjadi minimal.
“Jika ekonomi tumbuh, misalnya, 2% dan laju inflasi 1,9% dan tidak ada sinyal (tekanan harga) semakin besar, maka saya rasa belum saatnya menaikkan suku bunga (tahun ini),” kata Daly dalam wawancara dengan Wall Street Journal.
Nada The Fed yang semakin kalem alias dovish tentu tidak menguntungkan bagi dolar AS. Tanpa pemanis dari kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di mata uang Negeri Adidaya menjadi kurang menarik.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Rupiah yang sudah ‘murah’ bisa menggoda investor untuk kembali melirik mata uang ini. Jika permintaan terhadap rupiah naik, maka nilainya tentu akan menguat.
Kedua, sepertinya investor sudah melupakan data Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) 2018. Defisit NPI dan transaksi berjalan (current account) yang melebar pada 2018 menjadi sentimen utama yang membebani rupiah pekan lalu.
Dari dalam negeri, dolar AS tertekan akibat pernyataan pejabat The Federal Reserves/The Fed. Akhir pekan lalu, Presiden The Fed San Francisco Mary Daly menyiratkan bahwa bank sentral bisa saja tidak menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini. Syaratnya adalah jika ekonomi AS melambat sehingga tekanan inflasi menjadi minimal.
“Jika ekonomi tumbuh, misalnya, 2% dan laju inflasi 1,9% dan tidak ada sinyal (tekanan harga) semakin besar, maka saya rasa belum saatnya menaikkan suku bunga (tahun ini),” kata Daly dalam wawancara dengan Wall Street Journal.
Nada The Fed yang semakin kalem alias dovish tentu tidak menguntungkan bagi dolar AS. Tanpa pemanis dari kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di mata uang Negeri Adidaya menjadi kurang menarik.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Next Page
Dolar AS Juga Sedang Lemas
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular