Pekan Lalu Teraniaya, Kini Rupiah Siap Balas Dendam!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 February 2019 08:27
Pekan Lalu Teraniaya, Kini Rupiah Siap Balas Dendam!
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Dolar AS kemungkinan bakal bisa terdorong ke bawah Rp 14.100. 

Pada Senin (18/2/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.100 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,28% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Dolar AS sudah berada di ambang batas Rp 14.100. Jika rupiah mampu terus menguat, maka dolar AS sangat mungkin terdorong ke bawah kisaran tersebut. 

Pekan lalu, rupiah melemah sampai 1,29% terhadap dolar AS. Penguatan hari ini, jika bertahan hingga penutupan pasar, maka akan menjadi awal yang baik bagi rupiah menyambut pekan yang baru.

 
Pagi ini, dolar AS memang cenderung melemah di Asia. Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Benua Kuning juga menguat terhadap greenback.

Namun rupiah istimewa karena penguatan 0,28% sudah cukup membuat mata uang Tanah Air sebagai yang terbaik di Asia. Sepertinya rupiah berada di jalan yang benar untuk membalas dendam setelah pekan lalu teraniaya. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:11 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Apa yang membuat rupiah berhasil menguat pagi ini? Seperti yang disinggung sebelumnya, rupiah sudah melemah cukup dalam selama pekan lalu sehingga ruang untuk technical rebound menjadi terbuka.  

Rupiah yang sudah 'murah' bisa menggoda investor untuk kembali melirik mata uang ini. Jika permintaan terhadap rupiah naik, maka nilainya tentu akan menguat. 

Selain itu, dolar AS memang sedang tertekan. Mata uang Negeri Paman Sam tidak mampu melawan sentimen negatif dari eksternal dan domestik. Dari dalam negeri, dolar AS tertekan akibat pernyataan pejabat The Federal Reserves/The Fed.

Akhir pekan lalu, Presiden The Fed San Francisco Mary Daly menyiratkan bahwa bank sentral bisa saja tidak menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini. Syaratnya adalah jika ekonomi AS melambat sehingga tekanan inflasi menjadi minimal. 

"Jika ekonomi tumbuh, misalnya, 2% dan laju inflasi 1,9% dan tidak ada sinyal (tekanan harga) semakin besar, maka saya rasa belum saatnya menaikkan suku bunga (tahun ini)," kata Daly dalam wawancara dengan Wall Street Journal. 

Nada The Fed yang semakin kalem alias dovish tentu tidak menguntungkan bagi dolar AS. Tanpa pemanis dari kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di mata uang Negeri Adidaya menjadi kurang menarik. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Dari sisi eksternal, dolar AS sedang ditinggalkan karena risk appetite investor yang membuncah. Pelaku pasar kembali berani memburu aset-aset berisiko (termasuk di Asia) karena aura damai dagang AS-China yang semakin nyata. 

Sepanjang pekan lalu, kedua negara mengisi waktu dengan melakukan negosiasi dagang di Beijing. Hasil dari dialog selama sepekan ini sejatinya belum jelas, karena keduanya sepakat untuk melanjutkan pembicaraan di Washington pekan ini. Namun, pelaku pasar mengendus aroma kemajuan yang berarti. 

Pertanda itu muncul dari cuitan Presiden AS Donald Trump di akun Twitter @realDonaldTrump. Eks taipan properti itu menyatakan dialog dagang dengan China telah mencapai banyak kemajuan. 

"Baru saja bertemu dengan staf saya untuk membahas pertemuan pembahasan kesepakatan dagang dengan China. Kemajuan sudah diraih dalam begitu banyak hal. Negara ini punya potensi yang luar biasa untuk terus tumbuh ke level yang lebih tinggi!" cuit Trump. 


Presiden China Xi Jinping, yang menyambangi arena dialog dagang akhir pekan lalu, juga membawa energi positif. Menurut Xi, berbagai kemajuan sudah diraih dalam perundingan selama sepekan di ibukota. 

"Konsultasi antara dua pihak telah mencapai kemajuan. Saya berharap Anda semua akan melanjutkan upaya ini guna mencapai kesepakatan bersama. Win-win agreement," tutur Xi dalam pidato di Great Hall of the People, mengutip Reuters. 

Robert Lighthizer, Kepala Perwakilan Dagang AS yang juga menjadi kepala kontingen AS dalam perundingan di Beijing, menyatakan kedua pihak sudah mencapai kesepahaman mengenai berbagai isu krusial. Namun masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan. 

"Kami merasa sudah mencapai kemajuan yang sangat-sangat penting, bahkan dalam hal yang sangat sulit. Masih ada pekerjaan, tetapi kami punya harapan positif," kata Lighthizer, mengutip Reuters. 


Dengan aura positif yang semakin kuat ini, Trump menegaskan bahwa dirinya siap memperpanjang masa 'gencatan senjata' 90 hari yang seyogianya berakhir pada 1 Maret 2019. Namun jika ada perpanjangan waktu sebelum kesepakatan tercipta, maka yang ada adalah AS tidak akan menghapus bea masuk tetapi hanya menunda kenaikan tarif. 

"Ada kemungkinan saya akan memperpanjang waktunya. Akan tetapi kalau saya melakukan itu, maka saya akan tetap mengenakan tarif yang berlaku sekarang. Hanya tidak ada kenaikan," tegasnya dalam jumpa pers di Gedung Putih, mengutip Reuters.

Tidak cuma perpanjangan masa 'gencatan senjata', laki-laki yang pernah nongol sebagai cameo dalam film Home Alone 2: Lost in New York itu sudah berani sesumbar bahwa AS dan China bisa mencapai kesepakatan dagang dalam waktu dekat. Bahkan Trump juga bicara mengenai potensi pencabutan bea masuk bagi impor produk-produk China.

“Kita sudah lebih dekat untuk menuju kesepakatan dagang. Saya akan merasa terhormat untuk menghapus berbagai bea masuk jika kesepakatan sudah tercapai,” tegas Trump, mengutip Reuters.

Menghapus bea masuk adalah inti dari damai dagang. Ketika itu terjadi, dan kini kemungkinannya semakin besar, maka perang dagang resmi berakhir dan damai dagang pun terwujud.

Perekonomian dunia akan kembali bersemi kala AS-China sudah berdamai, tidak lagi saling hambat di bidang perdagangan. Rantai pasok global kembali lancar sehingga pertumbuhan ekonomi dunia bisa lebih baik. Ini tentu akan menjadi sebuah sentimen positif yang luar biasa.

Sembari menunggu dimulainya dialog lanjutan di Washington, investor boleh berharap dinamika yang terjadi sampai saat ini bisa membawa sentimen positif. Damai dagang AS-China yang tampaknya semakin dekat diharapkan menjadi pendorong penguatan pasar keuangan Asia hari ini.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular