Neraca Dagang Terparah Dalam 12 Tahun, IHSG Tak Berdaya

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
15 February 2019 12:23
Neraca Dagang Terparah Dalam 12 Tahun, IHSG Tak Berdaya
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka menguat 0,09%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru mengakhiri sesi 1 di zona merah. IHSG melemah 0,34% ke level 6.398,34.

Kinerja IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan melemah: indeks Nikkei turun 1,18%, indeks Shanghai turun 0,62%, indeks Hang Seng turun 1,64%, indeks Straits Times turun 0,37%, dan indeks Kospi turun 0,95%.

Potensi eskalasi perang dagang AS-China membuat investor meninggalkan saham-saham di kawasan Asia. Bloomberg melaporkan bahwa AS dan China nyaris tak mencapai progres apapun dalam negosiasi dagang yang digelar di Beijing, menurut orang-orang yang familiar dengan jalannya negosiasi dagang tersebut.

Dalam rapat tertutup yang digelar, kedua pihak gagal untuk menipiskan ketidaksepahaman terkait reformasi struktural yang diminta AS kepada China.

Sebagai informasi, kemarin dan hari ini negosiasi dagang tingkat menteri digelar di Beijing, melibatkan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, dan Wakil Perdana Menteri China Liu He.

Perkembangan ini menimbulkan pertanyaan terkait dengan perpanjangan periode gencatan senjata bidang perdagangan antara AS dan China yang akan berakhir pada 1 Maret.

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa dirinya terbuka untuk memperpanjang masa tenang tersebut jika kedua negara mendekati kesepakatan yang akan membuat China melakukan reformasi struktural atas kebijakan ekonomi dan perdagangannya.

Jika Trump sampai tak puas dengan hasil negosiasi dagang, periode gencatan senjata menjadi sangat mungkin untuk tidak diperpanjang. Lantas, bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan dinaikkan menjadi 25% (dari yang saat ini 10%) mulai tanggal 2 Maret.

Pihak China pun dimungkinkan untuk mengambil kebijakan balasan jika hal ini sampai terjadi, membawa perang dagang ke suatu level baru yang semakin panas.
Dari dalam negeri, tekanan bagi IHSG datang dari rilis data perdagangan internasional periode Januari 2019. Pada pagi hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa eskpor turun sebesar 4,7% YoY sepanjang bulan lalu, lebih dalam dari konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yakni penurunan sebesar 0,61% YoY.

Sementara itu, impor terkoreksi 1,83% YoY, juga lebih dalam dibandingkan konsensus yang memperkirakan koreksi sebesar 0,785% YoY.

Alhasil, defisit neraca dagang bulan Januari adalah senilai US$ 1,16 miliar. Tim Riset CNBC Indonesia mengumpulkan data defisit neraca dagang Indonesia sepanjang bulan Januari. Data terjauh yang bisa dikumpulkan adalah untuk tahun 2008.

Ternyata, defisit neraca dagang periode Januari 2019 adalah yang terparah dalam setidaknya 12 tahun terakhir. Sebagai catatan, biasanya bulan Januari justru menghasilkan surplus. Dalam 12 tahun terakhir, hanya 4 kali neraca dagang membukukan defisit pada bulan Januari, sementara surplus tercatat sebanyak 8 kali.

Mengecewakannya kinerja ekspor sepanjang bulan lalu dipicu oleh kontraksi pada kedua pos pembentuknya, yakni migas dan non-migas. Sepanjang Januari 2019, ekspor migas anjlok 6,72% YoY, sementara ekspor non-migas melemah 4,5% YoY. Dari sisi impor, terdapat tekanan bagi seluruh golongan pengunaan barang: impor barang konsumsi anjlok 10,39% YoY, impor bahan baku turun 0,11% YoY, dan impor barang modal turun 5,1% YoY. Sektor barang konsumsi (-0,29%) menjadi sektor dengan kontribusi ketiga terbesar bagi pelemahan IHSG. Aksi jual atas saham-saham barang konsumsi dipicu oleh lemahnya impor barang konsumsi. Seperti yang sudah disebutkan di halaman sebelumnya, impor barang konsumsi anjlok 10,39% YoY pada bulan lalu.

Nilai impor barang konsumsi periode Januari 2019 (US$ 1,22 miliar) merupakan yang terendah sejak Juni 2018. Hal ini lantas merupakan indikasi dari lemahnya konsumsi masyarakat Indonesia.  
Padahal, saham-saham barang konsumsi baru saja mendapatkan suntikan energi dari rilis hasil survei penjualan eceran periode Desember 2018. Sepanjang bulan terakhir tahun lalu, penjualan barang-barang ritel tercatat tumbuh 7,7% YoY, jauh melonjak dibandingkan capaian bulan November yang sebesar 3,4% YoY.

Kehadiran hari raya Natal dan Tahun Baru tebrukti ampuh dalam mendongkrak konsumsi masyarakat. Pertumbuhan penjualan barang-barang ritel sepanjang Desember 2018 juga jauh mengalahkan capaian periode yang sama tahun 2017 yang sebesar 0,7% YoY saja.

Untuk periode Januari 2019, angka sementara untuk pertumbuhan penjualan barang-barang ritel berada di level 4,8% YoY, jauh di atas capaian Januari 2018 yakni kontraksi sebesar 1,8% YoY.

Dengan data impor barang konsumsi bulan lalu yang mengecewakan, investor dibuat berpikir ulang mengenai prospek konsumsi masyarakat Indonesia kedepannya.

Saham-saham barang konsumsi yang dilepas investor di antaranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-1,59%), PT Mayora Indah Tbk/MYOR (-1,54%), PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (-0,99%), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (-0,95%), dan PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (-0,95%).

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular