
Survei BI
Harga Rumah di Indonesia Turun, Sudah Murahkah?
Yazid Muamar, CNBC Indonesia
12 February 2019 19:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) baru saja merilis data survei harga properti residensial periode kuartal IV-2018. Di pasar primer, harga properti residensial terindikasi melambat.
Hal ini tercermin dari pergerakan Indeks Harga Properti Residensial (IHRP) yang tumbuh 0,35% Quarterly-to-Quarterly (QtQ) atau lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,42% QtQ.
Secara tahunan (year-on-year/YoY), pertumbuhan IHRP kuartal IV-2018 sebesar 2,98% YoY lebih rendah dari pertumbuhan kuartal IV-2017 yang mencapai 3,5%. Pertumbuhan IHRP periode Oktober-Desember 2018 yang mencapai 0,35% juga lebih lambat dibandingkan pertumbuhan kuartalan tahun lalu yang mencapai 0,55% YoY.
Adanya perlambatan pertumbuhan IHRP salah satunya berasal dari kuartal sebelumnya, yang disebabkan volume penjualan properti yang melambat cukup signifikan. Pada kuartal IV-2018, penjualan properti residensial minus 5,78% QtQ, atau lebih tinggi jika dibandingkan triwulan III-2018 yang mengalami penurunan sebesar 14,14% QtQ.
Penjualan rumah tipe menengah mengalami peningkatan hingga 13,46% QtQ, sementara rumah tipe besar mengalami penurunan 24,16% QtQ dan penjualan rumah tipe kecil mengalami penurunan 12,28% QtQ. Fenomena ini terjadi akibat dari tingginya suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR), pajak hingga harga bahan bangunan.
Berdasarkan provinsi, suku bunga KPR tertinggi per Desember 2018 berada di Bengkulu (15,03%) diikuti Gorontalo (13,25%) dan Silbar (13,09%). Di sisi lain, suku bunga KPR terendah berada di DI Yogyakarta (9,16%), DKI Jakarta (9,49%), dan Nusa Tenggara Timur (9,98%).
Sementara jika berdasarkan kelompok bank, suku bunga KPR tertinggi diterapkan Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebesar 11,79% diikuti Bank Persero (9,82%) serta Bank Swasta Nasional (9,54%) .
Proyeksi kuartal I-2019
BI memprediksi akan terjadi pertumbuhan harga properti residensial pada kuartal I-2019. Hal ini terindikasi dari kenaikan IHRP yang sebesar 0,42% QtQ atau lebih rendah dibandingkan kuartal IV-2018. Sementara secara tahunan, kenaikan harga properti residensial pada triwulan I-2019 diperkirakan melambat dari 2,98% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 1,96% (yoy).
Permintaan rumah tipe kecil di kuartal I-2019 diprediksi naik dari 0,39% QtQ menjadi 0,59% QtQ, untuk rumah tipe menengah juga naik dari 0,28% QtQ menjadi 0,38% QtQ di periode yang sama. Di sisi lain, permintaan rumah tipe besar diperkirakan melambat dari 0,39% QtQ menjadi 0,29% QtQ di periode Januari-Maret 2019.
KPR Masih Jadi Primadona
Penggunaan fasilitas KPR masih menjadi favorit masyarakat. Dari hasil survei di kuartal IV-2018, sebesar 76,73% responden menggunakan fasilitas ini untuk melakukan pembelian properti residensial. Sebanyak 15,86% menggunakan uang tunai secara bertahap, meningkat dari 15,12. Permintaan KPR yang meningkat, berkontribusi terhadap pertumbuhan kredit tersebut.
Pada kuartal IV-2018, pertumbuhan KPR dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) tumbuh hingga 1,14% QtQ, lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya yang hanya 6,45% QtQ. Secara tahunan, angka tersebut anjlok dari 17,31% YoY menjadi 13,90% YoY.
Meningkatnya KPR berkontribusi terhadap kenaikan pencairan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Pada kuartal IV-2018, pencairan fasilitas tersebut mencapai Rp 3,95 triliun atau tumbuh hingga 158,2% YoY. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya yang juga tumbuh namun lebih rendah yaitu 89,9% YoY.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(yam/hps) Next Article Milenial Susah Beli Rumah karena Bunga KPR Tinggi
Hal ini tercermin dari pergerakan Indeks Harga Properti Residensial (IHRP) yang tumbuh 0,35% Quarterly-to-Quarterly (QtQ) atau lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,42% QtQ.
Secara tahunan (year-on-year/YoY), pertumbuhan IHRP kuartal IV-2018 sebesar 2,98% YoY lebih rendah dari pertumbuhan kuartal IV-2017 yang mencapai 3,5%. Pertumbuhan IHRP periode Oktober-Desember 2018 yang mencapai 0,35% juga lebih lambat dibandingkan pertumbuhan kuartalan tahun lalu yang mencapai 0,55% YoY.
Penjualan rumah tipe menengah mengalami peningkatan hingga 13,46% QtQ, sementara rumah tipe besar mengalami penurunan 24,16% QtQ dan penjualan rumah tipe kecil mengalami penurunan 12,28% QtQ. Fenomena ini terjadi akibat dari tingginya suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR), pajak hingga harga bahan bangunan.
Berdasarkan provinsi, suku bunga KPR tertinggi per Desember 2018 berada di Bengkulu (15,03%) diikuti Gorontalo (13,25%) dan Silbar (13,09%). Di sisi lain, suku bunga KPR terendah berada di DI Yogyakarta (9,16%), DKI Jakarta (9,49%), dan Nusa Tenggara Timur (9,98%).
Sementara jika berdasarkan kelompok bank, suku bunga KPR tertinggi diterapkan Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebesar 11,79% diikuti Bank Persero (9,82%) serta Bank Swasta Nasional (9,54%) .
Proyeksi kuartal I-2019
BI memprediksi akan terjadi pertumbuhan harga properti residensial pada kuartal I-2019. Hal ini terindikasi dari kenaikan IHRP yang sebesar 0,42% QtQ atau lebih rendah dibandingkan kuartal IV-2018. Sementara secara tahunan, kenaikan harga properti residensial pada triwulan I-2019 diperkirakan melambat dari 2,98% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 1,96% (yoy).
Permintaan rumah tipe kecil di kuartal I-2019 diprediksi naik dari 0,39% QtQ menjadi 0,59% QtQ, untuk rumah tipe menengah juga naik dari 0,28% QtQ menjadi 0,38% QtQ di periode yang sama. Di sisi lain, permintaan rumah tipe besar diperkirakan melambat dari 0,39% QtQ menjadi 0,29% QtQ di periode Januari-Maret 2019.
KPR Masih Jadi Primadona
Penggunaan fasilitas KPR masih menjadi favorit masyarakat. Dari hasil survei di kuartal IV-2018, sebesar 76,73% responden menggunakan fasilitas ini untuk melakukan pembelian properti residensial. Sebanyak 15,86% menggunakan uang tunai secara bertahap, meningkat dari 15,12. Permintaan KPR yang meningkat, berkontribusi terhadap pertumbuhan kredit tersebut.
Pada kuartal IV-2018, pertumbuhan KPR dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) tumbuh hingga 1,14% QtQ, lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya yang hanya 6,45% QtQ. Secara tahunan, angka tersebut anjlok dari 17,31% YoY menjadi 13,90% YoY.
Meningkatnya KPR berkontribusi terhadap kenaikan pencairan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Pada kuartal IV-2018, pencairan fasilitas tersebut mencapai Rp 3,95 triliun atau tumbuh hingga 158,2% YoY. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya yang juga tumbuh namun lebih rendah yaitu 89,9% YoY.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(yam/hps) Next Article Milenial Susah Beli Rumah karena Bunga KPR Tinggi
Most Popular