Faisal Basri: CAD Bengkak Bukan Karena Defisit Migas

Iswari Anggit, CNBC Indonesia
12 February 2019 09:21
Pada 2018 neraca transaksi berjalan mengalami defisit yang cukup dalam mencapai 2,98% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Foto: Doc detikcom
Jakarta, CNBC Indonesia - Sudah bukan rahasia lagi, jika pada 2018 neraca transaksi berjalan (current account) Indonesia mengalami defisit yang cukup dalam mencapai 2,98% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara dengan US$ 31,1 miliar.

Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menegaskan defisit transaksi berjalan ini masih terkendali, karena masih berada di bawah batas aman yakni 3% dari PDB. Faktanya, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) tahun lalu merupakan yang terparah sejak 2014.

Ekonom Faisal Basri menjelaskan CAD terjadi karena pertumbuhan impor yang tidak sebanding dengan ekspor. Memang benar, pada 2018 impor, terutama migas (baik minyak mentah dan BBM), melonjak tiga kali lipat dari ekspor. Tingkat impor naik 21% sedangkan tingkat ekspor hanya tumbuh 7%.


"Cukup banyak pemberitaan yang mengutarakan impor minyak sebagai biang keladi defisit perdagangan. Memang impor minyak meningkat tajam dari US$ 22,9 miliar tahun 2017 menjadi US$ 29,2 miliar tahun 2018 atau naik sebesar US$ 6,3 miliar. Akibatnya, defisit minyak naik dari US$ 12,8 miliar menjadi US$ 18,4 miliar atau naik sebesar US$ 5,6 miliar," demikian tulis Faisal Basri di laman pribadi, Minggu (10/2/2019).

Namun Faisal Basri menekankan, migas bukanlah penyebab utama dalamnya defisit transaksi berjalan. Menurutnya, penyebab utama dalamnya CAD ialah surplus nonmigas yang merosot tajam.

Jika pada tahun-tahun sebelumnya surplus nonmigas bak pahlawan yang mampu menutup defisit migas dan menyelamatkan transaksi berjalan, kali ini surplus nonmigas seakan lemah tak berdaya mengimbangi defisit migas.

"Tak tanggung-tanggung, perdagangan nonmigas yang pada tahun 2017 masih menikmati peningkatan dari tahun sebelumnya, tiba-tiba terjun bebas dari US$ 25,3 miliar menjadi hanya US$ 11,2 miliar atau merosot sebesar US$ 14,1 miliar," tulis Faisal.

Faisal Basri juga menjelaskan masih ada sektor lain yang turut menyumbang CAD, apalagi kalau bukan sektor jasa. Hampir semua komponen dalam sektor jasa mengalami defisit. Satu-satunya yang masih memberikan sumbangan positif hanya jasa pariwisata, sebesar US$ 5,34 miliar.

"Di era pemerintahan Presiden Jokowi, pariwisata menunjukkan perkembangan pesat dan tercermin dari sumbangannya terhadap penerimaan devisa yang selalu meningkat setiap tahun."

Inilah mengapa di tahun lalu hingga saat ini, pemerintah, BI, dan kementerian serta lembaga terkait lain selalu berusaha mendorong kemajuan pariwisata. Pemerintah berharap, sektor jasa pariwisata mampu membantu perbaikan defisit transaksi berjalan.
(tas) Next Article Lagi, Jokowi Geregetan soal Defisit Transaksi Berjalan RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular