
Tertekan Dolar AS, Kalbe Optimistis Penjualan 2018 Naik 5%
Monica Wareza, CNBC Indonesia
07 February 2019 13:51

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) optimistis pertumbuhan penjualan pada 2018 bisa mencapai 5%, meski pada tiga kuartal pertama tertekan karena pelemahan rupiah tehadap dolar Amerika Serikat (AS). Perseroan berhasil melakukan beberapa upaya efisiensi dan meningkatkan harga jual beberapa produk.
Direktur Utama Kalbe Farma Vidjongtius mengatakan kondisi rupiah yang tertekan menjadi kendala utama bagi perusahaan karena tingginya kebutuhan impor untuk bahan baku. Sehingga perusahaan harus menyiasatinya dengan melakukan beberapa langkah penghematan dan penyesuaian harga.
"Memang kontribusi bahan baku masih tinggi, sumber bahan baku 95% impor tapi secara industri rupiah menjadi faktor penting untuk diperhatikan. Tahun lalu agak melemah, rupiah memengaruhi harga pokok produk farmasi, disiasati mana yang dimajukan dan ditahan untuk minimalisir," kata Vidjongtius dalam wawancara dengan CNBC Indonesia yang di pandu oleh Pangeran Punce, Kamis (7/2).
Langkah yang dilakukan perusahaan antara lain, meningkatkan volume produksi untuk obat generik sehingga produksi lebih tinggi, sehingga efisiensi akan menjadi lebih besar. Lalu, sepanjang 2018 juga telah terjadi peningkatan harga jual untuk obat bebas dan produk nutrisi sebesar 1%-2% untuk mengimbangi tingginya biaya produksi.
Vidjongtius juga menjelasakan secara bertahap mengusahakan memproduksi beberapa alat kesehatan dan perlengkapannya menggunakan bahan baku dari lokal. "Efisiensi, menghilangkan ketergantungan terhadap impor dengan produk lokal. Beberapa alat kesehatan dan perlengkapannya," jelas dia.
Meski demikian, dia memprediksi bahwa pertumbuhan laba bersih tak akan sama tingginya dengan pertumbuhan pendapatannya. "Tetap tumbuh positif, tapi tidak sebesar pertumbuhan penjualan, tapi lebih bagus dibanding tiga kuartal sebelumnya," tutup dia.
(hps) Next Article Laba Kalbe Farma Turun 6,6%, KLBF Revisi Target
Direktur Utama Kalbe Farma Vidjongtius mengatakan kondisi rupiah yang tertekan menjadi kendala utama bagi perusahaan karena tingginya kebutuhan impor untuk bahan baku. Sehingga perusahaan harus menyiasatinya dengan melakukan beberapa langkah penghematan dan penyesuaian harga.
"Memang kontribusi bahan baku masih tinggi, sumber bahan baku 95% impor tapi secara industri rupiah menjadi faktor penting untuk diperhatikan. Tahun lalu agak melemah, rupiah memengaruhi harga pokok produk farmasi, disiasati mana yang dimajukan dan ditahan untuk minimalisir," kata Vidjongtius dalam wawancara dengan CNBC Indonesia yang di pandu oleh Pangeran Punce, Kamis (7/2).
Vidjongtius juga menjelasakan secara bertahap mengusahakan memproduksi beberapa alat kesehatan dan perlengkapannya menggunakan bahan baku dari lokal. "Efisiensi, menghilangkan ketergantungan terhadap impor dengan produk lokal. Beberapa alat kesehatan dan perlengkapannya," jelas dia.
Meski demikian, dia memprediksi bahwa pertumbuhan laba bersih tak akan sama tingginya dengan pertumbuhan pendapatannya. "Tetap tumbuh positif, tapi tidak sebesar pertumbuhan penjualan, tapi lebih bagus dibanding tiga kuartal sebelumnya," tutup dia.
(hps) Next Article Laba Kalbe Farma Turun 6,6%, KLBF Revisi Target
Most Popular