
Begitu Perkasa, Rupiah Menguat Sendirian Lawan Dolar AS!
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
01 February 2019 18:08

Hasil negosiasi dagang AS-China yang bisa dibilang membingungkan membuat dolar AS selaku safe haven menjadi incaran investor. Pada hari Rabu dan Kamis, AS dan China menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi yang melibatkan tokoh-tokoh penting seperti Wakil Perdana Menteri China Liu He, Gubernur Bank Sentral China Yi Gang, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer.
Lighthizer mengatakan bahwa kedua belah pihak mencapai perkembangan yang besar dalam isu-isu mendasar yakni perlindungan hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi secara paksa. Perkembangan tersebut termasuk mekanisme verifikasi untuk memastikan bahwa China menjalankan segala komitmennya, seperti dilansir dari Reuters.
Namun, Executive Vice President and Head of International Affairs dari U.S. Chamber of Commerce Myron Brilliant mengatakan bahwa masih ada perbedaan-perbedaan yang signifikan di antara kedua belah pihak seiring dengan tidak adanya proposal baru dari China untuk memenuhi tuntutan AS.
Tuntutan AS yang dimaksud adalah supaya China mengakhiri transfer teknologi secara paksa, mengakhiri subsidi pemerintah untuk sektor industri, serta mengubah peraturan-peraturan yang mendiskriminasi perusahaan asal AS dalam hal digital trade.
Lantas, perang dagang menjadi mungkin untuk tereskalasi. Apalagi, Gedung Putih dalam sebuah pernyataan sudah menegaskan bahwa bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan tetap dinaikkan menjadi 25% (dari yang saat ini 10%) jika kesepakatan dagang tak juga tercapai hingga tanggal 2 Maret.
Memang, masih ada harapan untuk mencapai kesepakatan dagang. China mengundang Mnuchin dan Lighthizer untuk memboyong delegasi AS ke Beijing untuk berdialog pada pertengahan Februari, seperti dilansir dari Reuters.
Kemudian, Presiden AS Donald Trump juga berencana untuk menggelar pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping. Kabarnya, pertemuan ini akan digelar pada akhir Februari pasca Trump melakukan pertemuan dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.
Namun tetap saja, waktu terus menipis dan investor dibuat panik karenanya. (ank/ank)
Lighthizer mengatakan bahwa kedua belah pihak mencapai perkembangan yang besar dalam isu-isu mendasar yakni perlindungan hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi secara paksa. Perkembangan tersebut termasuk mekanisme verifikasi untuk memastikan bahwa China menjalankan segala komitmennya, seperti dilansir dari Reuters.
Namun, Executive Vice President and Head of International Affairs dari U.S. Chamber of Commerce Myron Brilliant mengatakan bahwa masih ada perbedaan-perbedaan yang signifikan di antara kedua belah pihak seiring dengan tidak adanya proposal baru dari China untuk memenuhi tuntutan AS.
Lantas, perang dagang menjadi mungkin untuk tereskalasi. Apalagi, Gedung Putih dalam sebuah pernyataan sudah menegaskan bahwa bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan tetap dinaikkan menjadi 25% (dari yang saat ini 10%) jika kesepakatan dagang tak juga tercapai hingga tanggal 2 Maret.
Memang, masih ada harapan untuk mencapai kesepakatan dagang. China mengundang Mnuchin dan Lighthizer untuk memboyong delegasi AS ke Beijing untuk berdialog pada pertengahan Februari, seperti dilansir dari Reuters.
Kemudian, Presiden AS Donald Trump juga berencana untuk menggelar pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping. Kabarnya, pertemuan ini akan digelar pada akhir Februari pasca Trump melakukan pertemuan dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.
Namun tetap saja, waktu terus menipis dan investor dibuat panik karenanya. (ank/ank)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular