Begitu Perkasa, Rupiah Menguat Sendirian Lawan Dolar AS!

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
01 February 2019 18:08
Begitu Perkasa, Rupiah Menguat Sendirian Lawan Dolar AS!
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja rupiah pada perdagangan terakhir di pekan ini patut diacungi jempol. Melawan dolar AS di pasar spot, rupiah berhasil menguat 0,25% ke level Rp 13.935. Memang sebuah penguatan yang tak besar-besar amat, tapi rupiah menjadi satu-satunya mata uang di kawasan Asia yang mampu membukukan apresiasi melawan greenback.

Berikut pergerakan mata uang kawasan Asia hingga pukul 15:15 WIB.



Hasil negosiasi dagang AS-China yang bisa dibilang membingungkan membuat dolar AS selaku safe haven menjadi incaran investor. Pada hari Rabu dan Kamis, AS dan China menggelar negosiasi dagang tingkat tinggi yang melibatkan tokoh-tokoh penting seperti Wakil Perdana Menteri China Liu He, Gubernur Bank Sentral China Yi Gang, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer.

Lighthizer mengatakan bahwa kedua belah pihak mencapai perkembangan yang besar dalam isu-isu mendasar yakni perlindungan hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi secara paksa. Perkembangan tersebut termasuk mekanisme verifikasi untuk memastikan bahwa China menjalankan segala komitmennya, seperti dilansir dari Reuters.

Namun, Executive Vice President and Head of International Affairs dari U.S. Chamber of Commerce Myron Brilliant mengatakan bahwa masih ada perbedaan-perbedaan yang signifikan di antara kedua belah pihak seiring dengan tidak adanya proposal baru dari China untuk memenuhi tuntutan AS.

Tuntutan AS yang dimaksud adalah supaya China mengakhiri transfer teknologi secara paksa, mengakhiri subsidi pemerintah untuk sektor industri, serta mengubah peraturan-peraturan yang mendiskriminasi perusahaan asal AS dalam hal digital trade.

Lantas, perang dagang menjadi mungkin untuk tereskalasi. Apalagi, Gedung Putih dalam sebuah pernyataan sudah menegaskan bahwa bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan tetap dinaikkan menjadi 25% (dari yang saat ini 10%) jika kesepakatan dagang tak juga tercapai hingga tanggal 2 Maret.

Memang, masih ada harapan untuk mencapai kesepakatan dagang. China mengundang Mnuchin dan Lighthizer untuk memboyong delegasi AS ke Beijing untuk berdialog pada pertengahan Februari, seperti dilansir dari Reuters.

Kemudian, Presiden AS Donald Trump juga berencana untuk menggelar pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping. Kabarnya, pertemuan ini akan digelar pada akhir Februari pasca Trump melakukan pertemuan dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.

Namun tetap saja, waktu terus menipis dan investor dibuat panik karenanya. Derasnya aliran dana investor asing ke pasar modal tanah air menjadi kunci penguatan rupiah menjelang akhir pekan. Hingga akhir perdagangan, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 682,9 miliar di pasar saham.

Selain ke pasar saham, patut diduga bahwa investor asing juga masuk ke pasar obligasi tanah air. Sebagai informasi, data terkait aliran modal investor asing ke pasar obligasi untuk hari ini baru akan dirilis dalam beberapa hari ke depan oleh Kementerian Keuangan.

Namun dengan melihat turunnya imbal hasil (yield) obligasi terbitan pemerintah Indonesia seri acuan secara signifikan, memang patut diduga bahwa investor asing membukukan beli bersih.

Di pasar obligasi, yang menjadi acuan adalah tenor 5 (FR0077), 10 (FR0078), 15 (FR0068), dan 20 tahun (FR0079). Pada hari ini, yield obligasi tenor 5, 10, 15, dan 20 tahun turun masing-masing sebesar 7,4 bps (7,797%), 14,2 bps (7,909%), 19,1 bps (8,258%), dan 20,6 bps (8,325%).

Masuknya aliran dana investor asing ke pasar saham dan obligasi dipicu oleh rilis data inflasi pada pagi hari. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi periode Januari 2019 di level 0,32% MoM, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,82%. Capaian ini berada di bawah konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia di level 0,5% MoM (3,01% YoY).

Dengan inflasi yang rendah, maka tekanan bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan menjadi mereda. Apalagi, selepas menggelar rapat selama 2 hari yang berakhir pada 30 Januari waktu setempat, The Federal Reserve selaku Bank Sentral AS lagi-lagi mengeluarkan pernyataan bernada kalem alias dovish. The Fed bakal lebih bersabar dalam mengeksekusi kenaikan suku bunga acuan. 

Jika suku bunga acuan tak dinaikkan, maka tekanan terhadap profitabilitas bank-bank BUKU 4 akan menjadi mereda. Sepanjang tahun 2018, kenaikan suku bunga acuan telah menyebabkan marjin bunga bersih (net interest margin/NIM) dari bank-bank BUKU 4 menipis.

Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dikoleksi investor asing senilai Rp 296 miliar, terbesar dibandingkan beli bersih atas saham-saham lainnya. Di urutan kedua, ada saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang dikoleksi senilai Rp 219,7 miliar. Sementara itu, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) masing-masing dikoleksi senilai Rp 86,8 miliar dan Rp 22,8 miliar.

Berbicara mengenai obligasi, rendahnya angka inflasi jelas membuat obligasi Indonesia menjadi menarik. Pasalnya, real interest rate yang ditawarkan menjadi lebih tinggi. Selain ditopang oleh mode risk-on yang diaktifkan oleh investor asing, laju rupiah juga tertolong oleh koreksi harga minyak mentah dunia. Hingga sore hari, harga minyak WTI kontrak pengiriman Maret 2019 melemah 0,35% ke level US$ 53,6/barel, sementara brent kontrak pengiriman April 2019 turun 0,18% ke level US$ 60,73/barel.

Harga minyak mentah dipukul mundur seiring dengan data ekonomi China yang mengecewakan. Manufacturing PMI periode Januari 2019 versi Caixin diumumkan di level 48,3, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 49,5, seperti dilansir dari Trading Economics.

Koreksi harga minyak mentah tentu menjadi kabar gembira bagi rupiah. Koreksi harga minyak mentah dapat membuat defisit perdagangan migas yang menjadi biang kerok bengkaknya defisit neraca berjalan (current account deficit/CAD) menjadi menipis.

Sebagai informasi, pada kuartal-III 2018 CAD mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terdalam sejak kuartal II-2014, seiring dengan besarnya defisit perdagangan migas.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular