Internasional

Ekonomi China Lesu, Korporasi Bisa Gagal Bayar Utang

Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
28 January 2019 17:36
Perlambatan pertumbuhan China akan mempersulit berbagai perusahaan negara itu untuk membayar utangnya tahun ini.
Foto: Penjualan pernak pernik Imlek (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Walaupun pemerintah telah mengupayakan langkah-langkah baru untuk mendorong ekonominya, perlambatan pertumbuhan China akan mempersulit berbagai perusahaan negara itu untuk membayar utangnya tahun ini, menurut lembaga pemeringkat internasional S&P Global Ratings.

Pemerintah China pada Senin pekan lalu (21/1/2019) mengumumkan angka pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) resmi tahun lalu yang menunjukkan ekonomi terbesar kedua di dunia itu tumbuh pada laju yang paling lambat dalam hampir tiga dekade.


Dan sementara tingkat pertumbuhan tahunan 6,6% adalah angka yang hanya bisa diimpikan kebanyakan negara, capaian itu menandai penurunan berkelanjutan ekonomi terbesar di Asia tersebut. Pertumbuhan yang lebih lambat dapat berarti profitabilitas yang lebih lemah bagi perusahaan-perusahaan yang berutang dan peningkatan risiko bagi mereka yang memegang obligasi korporasi.

"Mendinginnya ekonomi di China telah menyebar, mengancam akan melemahkan profitabilitas di hampir semua sektor di perusahaan China," kata S&P Global Ratings dalam sebuah laporan, seperti dilansir dari CNBC International, Senin (28/1/2019).

S&P menambahkan bahwa pihaknya "percaya kemampuan membayar utang akan menurun karena permintaan mendingin dan margin keuntungan terkontraksi," sementara upaya berkelanjutan Beijing mengurangi tingkat utang di negara itu mungkin berhenti, atau bahkan berbalik arah.

Ekonomi China Lesu, Korporasi Bisa Gagal Bayar UtangFoto: Infografis/infografis pdb china 2018 tumbuh paling rendah sejak 1990/Aristya Rahadian Krisabella

"Sementara para pembuat kebijakan telah dengan sengaja mengarahkan negara menuju jalur pertumbuhan yang lebih rendah dan lebih berkelanjutan, luasnya penurunan dalam beberapa bulan terakhir ini meningkatkan kekhawatiran," kata laporan itu dan menambahkan bahwa S&P mengharapkan tingkat gagal bayar perusahaan "naik secara moderat" tahun ini.

Menurut S&P, tingkat default obligasi China mencapai yang tertinggi sepanjang tahun lalu, yaitu lebih dari 90 miliar yuan (Rp 188 triliun).

Moody's Investors Service mengatakan dalam sebuah laporan, bahwa pernyataan dari Komisi Pengaturan Perbankan dan Asuransi China beberapa waktu lalu, bahwa mereka akan terus mendukung perusahaan swasta dengan meningkatkan pasokan kredit, adalah positif untuk "perusahaan-perusahaan yang secara fundamental sehat."

Tetapi dampaknya mungkin akan terbatas pada perusahaan yang lebih lemah, kata Moody's, "karena peningkatan kredit di pasar akan mengalir ke emiten dengan profil kredit yang kuat."


Moody's juga mengutip kelemahan ekonomi China dan perang dagang yang cenderung mempersulit perusahaan membayar utang mereka.

"Kami berharap kapasitas layanan peminjam dari peminjam di sektor-sektor siklikal tetap rentan terhadap ekonomi yang melambat, khususnya yang terpapar potensi lonjakan gesekan perdagangan dengan AS," katanya dalam sebuah laporan.


(prm) Next Article Membedah Jejak China di Kepemilikan Obligasi AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular