
Investor Asing Belum Selesai Belanja, IHSG Menguat 0,24%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
24 January 2019 17:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka flat di level 6,451.26, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri hari dengan penguatan sebesar 0,24% ke level 6.466,66.
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Shanghai naik 0,41%, indeks Hang Seng naik 0,42%, indeks Straits Times naik 0,45%, dan indeks Kospi naik 0,81%. Sementara itu, indeks Nikkei terkoreksi 0,09%.
Angin segar bagi bursa saham regional datang dari Wall Street. Pada dini hari tadi, Wall Street ditutup menguat walaupun terbatas: indeks Dow Jones naik 0,7%, indeks S&P 500 naik 0,22%, dan indeks Nasdaq Composite naik 0,08%.
Kinclongnya rilis kinerja keuangan dari perusahaan-perusahaan yang melantai di Wall Street memantik terjadinya aksi beli. Perusahaan-perusahaan yang membukukan kinerja keuangan lebih baik dari ekspektasi diantaranya: IBM, Procter & Gamble, dan United Technologies. Saham IBM ditutup melesat 8,46%, Procter & Gamble naik 4,88%, dan United Technologies naik 5,27%.
Dengan data-data ekonomi belakangan ini yang mengindikasikan adanya perlambatan di negara dengan perekonomian terbesar di dunia tersebut, kinclongnya kinerja keuangan dari perusahaan-perusahaan yang melantai di Wall Street berhasil membuat pelaku pasar tenang. Perlambatan ekonomi di AS mungkin tak sekencang yang diekspektasikan.
Kemudian, pelaku pasar terus mengapresiasi langkah konkret pemerintah China dalam menahan perlambatan ekonomi di Negeri Panda. Kementerian Keuangan China kemarin (23/1/2019) menegaskan komitmennya untuk menggelontorkan stimulus fiskal pada tahun ini, termasuk pemotongan tingkat pajak dan biaya lebih lanjut. Para ekonom mengatakan bahwa stimulus fiskal tersebut bisa diumumkan pada pertemuan parlemen tahunan di bulan Maret.
Pada tahun 2018, China memberikan stimulus fiskal berupa pemotongan tingkat pajak dan biaya senilai CNY 1,3 triliun. Melansir Reuters, beberapa analis kini percaya bahwa China dapat memberlakukan pemotongan pajak dan biaya senilai CNY 2 triliun. Selain itu, China juga diyakini akan memperbolehkan pemerintah daerah untuk menerbitkan obligasi khusus (special bond) senilai CNY 2 triliun yang sebelumnya banyak digunakan untuk membiayai proyek-proyek penting.
Sebelumnya, tekanan besar bagi perekonomian China terkonfirmasi kala pertumbuhan ekonomi tahun 2018 diumumkan di level 6,6%, laju terlemah sejak 1990.
Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona hijau: indeks Shanghai naik 0,41%, indeks Hang Seng naik 0,42%, indeks Straits Times naik 0,45%, dan indeks Kospi naik 0,81%. Sementara itu, indeks Nikkei terkoreksi 0,09%.
Angin segar bagi bursa saham regional datang dari Wall Street. Pada dini hari tadi, Wall Street ditutup menguat walaupun terbatas: indeks Dow Jones naik 0,7%, indeks S&P 500 naik 0,22%, dan indeks Nasdaq Composite naik 0,08%.
Dengan data-data ekonomi belakangan ini yang mengindikasikan adanya perlambatan di negara dengan perekonomian terbesar di dunia tersebut, kinclongnya kinerja keuangan dari perusahaan-perusahaan yang melantai di Wall Street berhasil membuat pelaku pasar tenang. Perlambatan ekonomi di AS mungkin tak sekencang yang diekspektasikan.
Kemudian, pelaku pasar terus mengapresiasi langkah konkret pemerintah China dalam menahan perlambatan ekonomi di Negeri Panda. Kementerian Keuangan China kemarin (23/1/2019) menegaskan komitmennya untuk menggelontorkan stimulus fiskal pada tahun ini, termasuk pemotongan tingkat pajak dan biaya lebih lanjut. Para ekonom mengatakan bahwa stimulus fiskal tersebut bisa diumumkan pada pertemuan parlemen tahunan di bulan Maret.
Pada tahun 2018, China memberikan stimulus fiskal berupa pemotongan tingkat pajak dan biaya senilai CNY 1,3 triliun. Melansir Reuters, beberapa analis kini percaya bahwa China dapat memberlakukan pemotongan pajak dan biaya senilai CNY 2 triliun. Selain itu, China juga diyakini akan memperbolehkan pemerintah daerah untuk menerbitkan obligasi khusus (special bond) senilai CNY 2 triliun yang sebelumnya banyak digunakan untuk membiayai proyek-proyek penting.
Sebelumnya, tekanan besar bagi perekonomian China terkonfirmasi kala pertumbuhan ekonomi tahun 2018 diumumkan di level 6,6%, laju terlemah sejak 1990.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular