Dolar AS Mengamuk di Asia, Tapi Tak Bisa Taklukkan Rupiah!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 January 2019 16:53
Dolar AS Mengamuk di Asia, Tapi Tak Bisa Taklukkan Rupiah!
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Meski penguatan rupiah so-so saja, tetapi cukup untuk membuatnya menjadi mata uang terbaik di Asia. 

Pada Kamis (24/1/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.160 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,11% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, rupiah menguat 0,32%. Penguatan rupiah sempat menebal ke kisaran 0,4%. 


Namun itu tidak berlangsung lama, karena kemudian penguatan rupiah terus menipis. Positifnya, rupiah tidak pernah mencicipi zona merah. 


Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 



Meski rupiah terliat lesu, tetapi sebenarnya mata uang Tanah Air menjadi jawara di Asia. Pasalnya, seluruh mata uang utama Benua Kuning melemah di hadapan dolar AS. Rupiah berhasil menguat sendirian dan standout di tengah amukan greenback

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang Asia pada pukul 16:09 WIB: 

 

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dolar AS mendapat kekuatan dari pelemahan yang menghinggapi euro. Pada pukul 16:15 WIB, euro melemah 0,22% di hadapan dolar AS.  

Ini membuat Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,2%. Padahal indeks ini melemah hampir sepanjang hari. 

Euro sedang 'dihukum' oleh pasar yang menantikan hasil rapat Bank Sentral Uni Eropa (ECB). Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan Mario Draghi dan sejawat masih mempertahankan suku bunga acuan refinancing rate di angka 0%. 

Dengan perkembangan ekonomi Benua Biru yang kelabu, bukan tidak mungkin ECB kemudian mengumumkan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2019 yang saat ini diperkirakan 1,7%. Pasalnya, data ekonomi di negara-negara besar Eropa kurang ciamik. 

Inflasi Jerman pada Desember 2018 tercatat 1,7% year-on-year (YoY), laju paling lambat dalam 8 bulan terakhir. Di Prancis, inflasi bulan lalu berada di 1,6% YoY, juga paling lambat selama 8 bulan ke belakang. 

Artinya, permintaan domestik di negara-negara tersebut belum kuat. Permintaan yang melambat tentu membuat pertumbuhan ekonomi tidak bisa melaju cepat. 

Oleh karena itu, sangat mungkin ECB akan menunda rencana kenaikan suku bunga acuan yang sedianya diperkirakan berlangsung pada musim panas (tengah tahun) ini. Sebelumnya Draghi pernah menyatakan bahwa risiko perlambatan ekonomi (downward risk) di Eropa semakin nyata, sesuatu yang bisa menjadi sinyal pengetatan moneter belum terjadi dalam waktu dekat. 


Merespons perkembangan tersebut, euro mengalami tekanan jual. Dolar AS kembali berjaya dan berhasil digdaya di Asia. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Namun, dolar AS tidak bisa menaklukkan rupiah sang sole survivor di Benua Kuning. Apa resep keperkasaan rupiah hari ini? 

Sepertinya harga minyak menjadi dewa penolong bagi rupiah. Sejak kemarin, harga si emas hitam terus mengalami koreksi, bahkan harga minyak brent turun sampai turun 0,02% secara mingguan. 

Meski melemah dalam 2 hari terakhir, tetapi harga komoditas ini masih positif secara bulanan. Dalam sebulan terakhir, harga brent masih naik 12,29% dan light sweet melesat 13,71%. 

Oleh karena itu, peluang harga si emas hitam untuk melemah lebih lanjut masih terbuka. Apabila harga minyak sudah memasuki siklus koreksi, maka ini akan menjadi kabar baik bagi rupiah.

Sebagai negara net importir minyak, Indonesia tentu diuntungkan jika harga minyak turun karena biaya impor akan lebih murah. Defisit transaksi berjalan (current account deficit) bisa dikurangi. Rupiah pun akan punya ruang untuk menguat karena ada lebih banyak pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular