Juara! Rupiah Tak Cicipi Zona Merah, Ditutup Menguat 0,25%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
23 January 2019 17:33
Juara! Rupiah Tak Cicipi Zona Merah, Ditutup Menguat 0,25%
Foto: Ilustrasi Dolar (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja rupiah pada perdagangan hari ini begitu menggembirakan. Sepanjang hari, tak sekalipun rupiah mencicipi pahitnya zona merah.

Dibuka menguat 0,14% di pasar spot ke level Rp 14.190/dolar AS, rupiah menutup hari dengan memperlebar penguatannya menjadi 0,25% ke level Rp 14.175/dolar AS.

Kinerja rupiah senada dengan mayoritas mata uang negara Asia lainnya yang juga berhasil mengungguli dolar AS. Penguatan rupiah menjadi yang terbesar ketiga setelah yuan dan won.

Sikap investor yang memasang mode risk-on pada hari ini dengan memburu instrumen berisiko seperti saham membuat dolar AS selaku safe haven menjadi ditinggalkan. Hingga akhir perdagangan, indeks Shanghai naik 0,05%, indeks Hang Seng naik 0,01%, dan indeks Kospi naik 0,47%. Memang sempat terjadi turbulensi kala bursa saham regional bolak-balik di zona merah dan hijau, tapi dorongan beli pada akhirnya tetap menjadi pemenang.

Mode risk-on diaktifkan oleh investor menyusul langkah Kementerian Keuangan China yang hari ini menegaskan komitmennya untuk menggelontorkan stimulus fiskal pada tahun ini, termasuk pemotongan tingkat pajak dan biaya lebih lanjut. Para ekonom mengatakan bahwa stimulus fiskal tersebut bisa diumumkan pada pertemuan parlemen tahunan di bulan Maret.

Stimulus fiskal ini diberikan guna mendukung laju ekonomi Negeri Panda. Pada hari Senin (21/1/2019), ekonomi China diumumkan tumbuh sebesar 6,6% pada tahun 2018, laju terlemah sejak 1990.

Pada tahun 2018, China memberikan stimulus fiskal berupa pemotongan tingkat pajak dan biaya senilai CNY 1,3 triliun. Melansir Reuters, beberapa analis kini percaya bahwa China dapat memberlakukan pemotongan pajak dan biaya senilai CNY 2 triliun. Selain itu, China juga diyakini akan memperbolehkan pemerintah daerah untuk menerbitkan obligasi khusus (special bond) senilai CNY 2 triliun yang sebelumnya banyak digunakan untuk membiayai proyek-proyek penting.

Sejatinya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,27% ke level 6.451,17 walaupun sempat mencicipi manisnya zona hijau. Namun, penguatan bursa saham negara-negara tetangga sudah cukup untuk ikut mengerek kinerja rupiah. Momentum bagi mata uang negara-negara Asia juga datang dari penutupan sebagian pemerintahan AS (partial government shutdown) yang belum saja usai. Hingga kini, shutdown sudah berlangsung selama 32 hari, menjadikannya yang terpanjang di era modern.

Belum lama ini, pemerintahan Presiden Donald Trump memproyeksikan bahwa kerugian akibat shutdown adalah dua kali lebih besar dari yang diekspektasikan sebelumnya, menurut seorang sumber dari kalangan pemerintahan yang tak ingin disebutkan namanya, seperti dikutip dari CNBC International.

Pada awalnya, pemerintah memproyeksikan bahwa shutdown akan memangkas pertumbuhan ekonomi sebesar 0,1% setiap 2 minggu. Kini, diproyeksikan bahwa setiap minggunya shutdown akan membuat pertumbuhan ekonomi terpangkas sebesar 0,1%. Ini artinya, setidaknya 0,4% sudah menguap dari pertumbuhan ekonomi AS.

Jika shutdown berlanjut hingga hari ke 36, praktis 0,5% menguap dari pertumbuhan ekonomi AS.

Hingga kini, belum ada tanda-tanda bahwa pemerintahan AS akan segera beroperasi secara penuh. Sentimen positif lainnya bagi rupiah datang dari jatuhnya harga minyak mentah dunia. Pada perdagangan kemarin (22/1/2019), harga minyak WTI kontrak acuan anjlok 2,29%, sementara brent ambruk 1,98%.

Pada hari ini, walaupun membukukan penguatan, harga minyak mentah dunia masih terbilang jinak: harga minyak WTI naik 0,43%, sementara brent menguat 0,52%.

Harga minyak mentah yang masih jinak tentu menjadi kabar gembira bagi rupiah karena dapat membuat defisit perdagangan migas yang menjadi biang kerok bengkaknya defisit neraca berjalan (current account deficit/CAD) menjadi menipis.

Sebagai informasi, pada kuartal-III 2018 CAD mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terdalam sejak kuartal II-2014, seiring dengan besarnya defisit perdagangan migas.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular