Newsletter

Cermati Dinamika Brexit, Neraca Dagang, dan Harga Batu Bara

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
15 January 2019 05:53
Cermati Dinamika Brexit, Neraca Dagang, dan Harga Batu Bara
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia mengalami koreksi di perdagangan kemarin. Sentimen eksternal yang kurang suportif menjadi faktor utama. 

Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,4%. Sempat menjadi indeks saham terlemah kedua di Asia pada penutupan perdagangan Sesi I, IHSG memperbaiki diri dengan menipiskan koreksi. 

Meski masih di zona merah, tetapi pelemahan IHSG tidak sedalam indeks saham Asia lainnya. Hang Seng anjlok 1,38%, Shanghai Composite minus 0,71%, Kospi turun 0,53%, Straits Times berkurang 0,79%, dan KLCI (Malaysia) melemah 0,42%.  


Sementara rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan pelemahan 0,57% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Padahal rupiah dibuka menguat, tetapi itu hanya bertahan beberapa saat. 

Tidak seperti IHSG yang masih lumayan walau terkoreksi, rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia. Untuk urusan melemah terhadap dolar AS, tidak ada mata uang Benua Kuning yang separah rupiah. 


Faktor yang sangat berperan di pasar keuangan Asia adalah rilis data ekonomi terbaru di China. Biro Statistik Nasional Negeri Tirai Bambu mencatat ekspor pada Desember 2018 terkontraksi alias minus 4,4% secara tahunan (year-on-year/YoY). Jauh memburuk dibandingkan bulan sebelumnya yang masih tumbuh 5,4%. 

Impor juga mengalami kontraksi yang lebih dalam yaitu minus 7,6%. Jauh dibandingkan pencapaian bulan sebelumnya yaitu tumbuh 3%. 

Hasilnya adalah neraca perdagangan China mencatat surplus US$ 351,76 miliar. Meski masih surplus, tetapi menjadi yang terendah sejak 2013. 

Data tersebut semakin memberi konfirmasi bahwa perekonomian China sedang melambat. Bank Dunia memperkirakan ekonomi China pada 2018 tumbuh 6,6%. Untuk tahun ini, pertumbuhan ekonomi China diproyeksi melambat menjadi 6,2%. 

China adalah perekonomian nomor 1 di Asia. Perlambatan ekonomi China akan mempengaruhi negara-negara tetangganya, termasuk Indonesia. 

Kedua, pelaku pasar juga cenderung memilih bermain aman jelang voting proposal Brexit di parlemen Inggris pada 15 Januari waktu setempat. Di tengah upaya Perdana Menteri Theresa May meraih simpati parlemen, posisinya juga digoyang oleh Partai Buruh.  

Jeremy Corbyn, Pemimpin Partai Buruh, menegaskan bahwa pihaknya akan mendorong pelaksanaan pemilu yang dipercepat yaitu pada Februari atau Maret. Sedianya pemilu di Negeri Ratu Elizabeth baru dilakukan pada 2022. 

Jika kemudian dalam Pemilu tersebut Partai Buruh menjadi pemenang, maka Corbyn mengusulkan negosiasi ulang dengan Uni Eropa. Dia menilai masih ada waktu sebelum London resmi berpisah dengan Brussel pada 29 Maret mendatang. 

"Pemilu akan berlangsung pada Februari atau Maret? Jadi jelas ada waktu beberapa pekan untuk melakukan negosiasi," kata Corbyn dalam wawancara dengan BBC. 

Ketidakpastian politik di Inggris ini membuat pasar memilih bermain aman. Pelaku pasar lebih menyukai instrumen aman (safe haven) seperti yen Jepang. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dari Wall Street, tiga indeks utama kembali terkoreksi seperti perdagangan akhir pekan lalu. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,36%, S&P 500 melemah 0,53%, dan Nasdaq Composite minus 0,94%. 

Seperti halnya di Asia, investor bursa saham New York pun mencemaskan perkembangan di China. Tidak cuma di Asia, China juga berperan penting dalam percaturan global sebagai kekuatan ekonomi nomor 2 dunia. 

"Akan menjadi hal besar jika perlambatan ekonomi China adalah sebuah hal yang nyata. Apabila perlambatan itu benar terjadi, maka dampaknya terhadap kinerja emiten di AS akan mulai dirasakan pada kuartal ini," kata Craig Birk, Chief Investment Officer di Personal Capital yang berbasis di San Francisco, mengutip Reuters. 

Bagi kebanyakan perusahaan AS, China adalah pasar ekspor utama. Misalnya untuk produk pesawat terbang, 13,37% ekspor ditujukan ke Negeri Tirai Bambu.  

Ketika ekonomi China melambat, maka permintaan akan berkurang. Artinya, pendapatan perusahaan-perusahaan di Negeri Paman Sam pun menyusut sehingga laba menciut. 

Selain itu, pelaku pasar juga mulai mencemaskan penutupan sebagian (partial shutdown) pemerintahan AS. pada pukul 04:51 WIB, shutdown sudah berlangsung selama 23 hari, 16 jam, dan 51 menit. Ini menjadi rekor shutdown terlama sepanjang sejarah AS, dan apesnya belum ada tanda-tanda jalan keluar. 

Presiden AS Donald Trump masih ngotot ingin menggolkan proyek pengamanan perbatasan (termasuk pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko) senilai US$ 5,7 miliar. Namun legislatif menolak usulan tersebut, apalagi kini Partai Demokrat menjadi mayoritas di House of Representatives. Hasilnya, anggaran tak kunjung disetujui dan pemerintahan tidak berfungsi. 

Hingga akhir pekan lalu, berdasarkan kalkulasi S&P Global Ratings, perekonomian AS sudah menanggung kerugian senilai US$ 3,6 miliar akibat shutdown. Nilai tersebut datang dari hilangnya produktivitas dari pekerja yang dirumahkan dan penurunan penjualan daripara kontraktor ke pemerintah. 

Namun koreksi di Wall Street berhasil ditahan oleh rilis data keuangan Citigroup. Laba per saham (Earnings per Share/EPS) Citigroup pada kuartal IV-2018 adalah US$ 1,61. Sedikit di atas konsensus yang dihimpun Reuters yaitu US$ 1,55. 

Sementara laba bersih tercatat US$ 4,2 miliar atau tumbuh 14% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan masih menjadi salah satu faktor utama pendorong pertumbuhan laba. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Untuk perdagangan hari ini, investor perlu memperhatikan sejumlah sentimen. Pertama tentu Wall Street yang berakhir merah. Dikhawatirkan virus koreksi dari New York berhasil menyeberangi Samudera Atlantik dan dirasakan di Asia, termasuk Indonesia. 

Kedua, investor sepertinya perlu terus memantau perkembangan dari Inggris yang akan segera mengadakan voting parlemen untuk memutuskan nasib proposal Brexit. PM May berpesan kepada parlemen untuk membaca lagi proposal tersebut. 

"Saya mengatakan kepada pada angggota Dewan, dalam 24 ini saya mohon baca kembali kesepakatan (Brexit) ini. Tidak, dia tidak sempurna dan dia adalah hasil kompromi. Saya katakan, kita harus membangun masa depan yang lebih cerah bagi rakyat Inggris dengan mendukung kesepakatan ini," papar May, dikutip dari Reuters. 

Partai Konservatif pun berkomitmen untuk mengawal kemenangan proposal Brexit di parlemen. Sebab jika gagal, ada kemungkinan pemerintah May akan terguling dan akan diakan pemilu yang dipercepat di mana Partai Buruh berpotensi mengambil alih kekuasaan. 

"Beliau (May) berpesan kami harus fokus kepada dua hal. Kami harus menggolkan (proposal) Brexit dan menjauhkan Corbyn dari Downing Street No 10 (kediaman Perdana Menteri)," ungkap Nadhim Zahawi, Anggota Parlemen dari Partai Konservatif, mengutip Reuters. 

Apabila No Deal Brexit (Inggris tidak mendapatkan kompensasi apa-apa) sampai terjadi, dampaknya tidak main-main. Bank Sentral Inggris (Bank of England/BoE) memperkirakan No Deal Brexit bisa menyebabkan ekonomi Negeri Ratu Elizabeth terkontraksi hingga 8% pada tahun ini. 

Sentimen ketiga, kali ini dari dalam negeri, adalah rilis data perdagangan internasional Indonesia. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 1,81% YoY. Kemudian impor tumbuh lebih cepat yaitu 6,345% YoY, dan neraca perdagangan defisit US$ 968 juta. 

Jika neraca perdagangan Desember kembali defisit, maka akan mencatat hattrick karena neraca ini juga tekor pada Oktober dan November. Artinya sepanjang kuartal IV-2018, neraca perdagangan akan selalu negatif. 


Apabila neraca perdagangan negatif lagi, maka hampir bisa dipastikan transaksi berjalan akan tekor cukup besar pada kuartal IV-2018. Ini tentu menjadi kabar buruk buat rupiah, karena fundamental penyokong mata uang ini menjadi rapuh. Minimnya pasokan devisa berjangka panjang dari ekspor-impor barang dan jasa membuat mata uang ini rentan 'digoyang'. 

Keempat, sepertinya investor layak mencermati perkembangan harga batu bara. Akhir pekan lalu, harga batu bara acuan Newcastle berada di 96,17/metrik ton, terendah sejak Mei 2018. 

Perlambatan ekonomi dan diversifikasi energi di China menjadi biang keladinya. Impor batu bara China anjlok 47% pada Desember 2018 dibandingkan bulan sebelumnya karena sektor utilitas memangkas pembelian. 

Selain itu, kini sekitar 3,29 juta rumah tangga di China sudah menggunakan pemanas ruangan bertenaga gas. Ini sejalan dengan rencana Negeri Tirai Bambu untuk menyediakan udara yang lebih bersi. International Energy Agency (IEA) memprediksi konsumsi batu bara China hingga 2023 akan berkurang 0,5%/tahun. 

Batu bara merupakan komoditas ekspor non-migas terbesar Indonesia. Sepanjang Januari-November 2018, ekspor menyumbang sekitar 22% dari total ekspor non-migas.  

Bila harga batu bara terus jeblok, maka neraca perdagangan Indonesia akan terus dihantui oleh risiko defisit. Ini tentu tidak sehat bagi transaksi berjalan dan rupiah. 

Selain itu, kejatuhan harga batu bara akan berdampak kepada emiten-emiten besar di Bursa Efek Indonesia. Dampaknya bisa saja dirasakan oleh IHSG secara keseluruhan. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini: 
  • Rilis data perdagangan internasional Indonesia periode Desember 2018 (11:00 WIB).
  • Rilis indeks harga produsen AS periode Desember 2018 (08:30 WIB).
  • Rilis data perdagangan internasional Zona Euro periode November 2018 (17:00 WIB). 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: 

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q III-2018 YoY)5,17%
Inflasi (Desember 2018 YoY)3,13%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Desember 2018)6%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (Q III-2018)-3,37% PDB
Neraca pembayaran (Q III-2018)-US$ 4,39 miliar
Cadangan devisa (Desember 2018)US$ 120,7 miliar
 
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular