Newsletter

Cermati Dinamika Brexit, Neraca Dagang, dan Harga Batu Bara

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
15 January 2019 05:53
Data Ekonomi China dan Shutdown Lemahkan Wall Street
Bursa Saham New York (REUTERS / Brendan McDermid)
Dari Wall Street, tiga indeks utama kembali terkoreksi seperti perdagangan akhir pekan lalu. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,36%, S&P 500 melemah 0,53%, dan Nasdaq Composite minus 0,94%. 

Seperti halnya di Asia, investor bursa saham New York pun mencemaskan perkembangan di China. Tidak cuma di Asia, China juga berperan penting dalam percaturan global sebagai kekuatan ekonomi nomor 2 dunia. 

"Akan menjadi hal besar jika perlambatan ekonomi China adalah sebuah hal yang nyata. Apabila perlambatan itu benar terjadi, maka dampaknya terhadap kinerja emiten di AS akan mulai dirasakan pada kuartal ini," kata Craig Birk, Chief Investment Officer di Personal Capital yang berbasis di San Francisco, mengutip Reuters. 

Bagi kebanyakan perusahaan AS, China adalah pasar ekspor utama. Misalnya untuk produk pesawat terbang, 13,37% ekspor ditujukan ke Negeri Tirai Bambu.  

Ketika ekonomi China melambat, maka permintaan akan berkurang. Artinya, pendapatan perusahaan-perusahaan di Negeri Paman Sam pun menyusut sehingga laba menciut. 

Selain itu, pelaku pasar juga mulai mencemaskan penutupan sebagian (partial shutdown) pemerintahan AS. pada pukul 04:51 WIB, shutdown sudah berlangsung selama 23 hari, 16 jam, dan 51 menit. Ini menjadi rekor shutdown terlama sepanjang sejarah AS, dan apesnya belum ada tanda-tanda jalan keluar. 

Presiden AS Donald Trump masih ngotot ingin menggolkan proyek pengamanan perbatasan (termasuk pembangunan tembok di perbatasan AS-Meksiko) senilai US$ 5,7 miliar. Namun legislatif menolak usulan tersebut, apalagi kini Partai Demokrat menjadi mayoritas di House of Representatives. Hasilnya, anggaran tak kunjung disetujui dan pemerintahan tidak berfungsi. 

Hingga akhir pekan lalu, berdasarkan kalkulasi S&P Global Ratings, perekonomian AS sudah menanggung kerugian senilai US$ 3,6 miliar akibat shutdown. Nilai tersebut datang dari hilangnya produktivitas dari pekerja yang dirumahkan dan penurunan penjualan daripara kontraktor ke pemerintah. 

Namun koreksi di Wall Street berhasil ditahan oleh rilis data keuangan Citigroup. Laba per saham (Earnings per Share/EPS) Citigroup pada kuartal IV-2018 adalah US$ 1,61. Sedikit di atas konsensus yang dihimpun Reuters yaitu US$ 1,55. 

Sementara laba bersih tercatat US$ 4,2 miliar atau tumbuh 14% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan masih menjadi salah satu faktor utama pendorong pertumbuhan laba. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 3)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular