Newsletter

Cermati Dinamika Brexit, Neraca Dagang, dan Harga Batu Bara

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
15 January 2019 05:53
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Untuk perdagangan hari ini, investor perlu memperhatikan sejumlah sentimen. Pertama tentu Wall Street yang berakhir merah. Dikhawatirkan virus koreksi dari New York berhasil menyeberangi Samudera Atlantik dan dirasakan di Asia, termasuk Indonesia. 

Kedua, investor sepertinya perlu terus memantau perkembangan dari Inggris yang akan segera mengadakan voting parlemen untuk memutuskan nasib proposal Brexit. PM May berpesan kepada parlemen untuk membaca lagi proposal tersebut. 

"Saya mengatakan kepada pada angggota Dewan, dalam 24 ini saya mohon baca kembali kesepakatan (Brexit) ini. Tidak, dia tidak sempurna dan dia adalah hasil kompromi. Saya katakan, kita harus membangun masa depan yang lebih cerah bagi rakyat Inggris dengan mendukung kesepakatan ini," papar May, dikutip dari Reuters. 

Partai Konservatif pun berkomitmen untuk mengawal kemenangan proposal Brexit di parlemen. Sebab jika gagal, ada kemungkinan pemerintah May akan terguling dan akan diakan pemilu yang dipercepat di mana Partai Buruh berpotensi mengambil alih kekuasaan. 

"Beliau (May) berpesan kami harus fokus kepada dua hal. Kami harus menggolkan (proposal) Brexit dan menjauhkan Corbyn dari Downing Street No 10 (kediaman Perdana Menteri)," ungkap Nadhim Zahawi, Anggota Parlemen dari Partai Konservatif, mengutip Reuters. 

Apabila No Deal Brexit (Inggris tidak mendapatkan kompensasi apa-apa) sampai terjadi, dampaknya tidak main-main. Bank Sentral Inggris (Bank of England/BoE) memperkirakan No Deal Brexit bisa menyebabkan ekonomi Negeri Ratu Elizabeth terkontraksi hingga 8% pada tahun ini. 

Sentimen ketiga, kali ini dari dalam negeri, adalah rilis data perdagangan internasional Indonesia. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 1,81% YoY. Kemudian impor tumbuh lebih cepat yaitu 6,345% YoY, dan neraca perdagangan defisit US$ 968 juta. 

Jika neraca perdagangan Desember kembali defisit, maka akan mencatat hattrick karena neraca ini juga tekor pada Oktober dan November. Artinya sepanjang kuartal IV-2018, neraca perdagangan akan selalu negatif. 


Apabila neraca perdagangan negatif lagi, maka hampir bisa dipastikan transaksi berjalan akan tekor cukup besar pada kuartal IV-2018. Ini tentu menjadi kabar buruk buat rupiah, karena fundamental penyokong mata uang ini menjadi rapuh. Minimnya pasokan devisa berjangka panjang dari ekspor-impor barang dan jasa membuat mata uang ini rentan 'digoyang'. 

Keempat, sepertinya investor layak mencermati perkembangan harga batu bara. Akhir pekan lalu, harga batu bara acuan Newcastle berada di 96,17/metrik ton, terendah sejak Mei 2018. 

Perlambatan ekonomi dan diversifikasi energi di China menjadi biang keladinya. Impor batu bara China anjlok 47% pada Desember 2018 dibandingkan bulan sebelumnya karena sektor utilitas memangkas pembelian. 

Selain itu, kini sekitar 3,29 juta rumah tangga di China sudah menggunakan pemanas ruangan bertenaga gas. Ini sejalan dengan rencana Negeri Tirai Bambu untuk menyediakan udara yang lebih bersi. International Energy Agency (IEA) memprediksi konsumsi batu bara China hingga 2023 akan berkurang 0,5%/tahun. 

Batu bara merupakan komoditas ekspor non-migas terbesar Indonesia. Sepanjang Januari-November 2018, ekspor menyumbang sekitar 22% dari total ekspor non-migas.  

Bila harga batu bara terus jeblok, maka neraca perdagangan Indonesia akan terus dihantui oleh risiko defisit. Ini tentu tidak sehat bagi transaksi berjalan dan rupiah. 

Selain itu, kejatuhan harga batu bara akan berdampak kepada emiten-emiten besar di Bursa Efek Indonesia. Dampaknya bisa saja dirasakan oleh IHSG secara keseluruhan. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 4)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular