BI Masih Pede Bunga Acuan AS Naik 2 Kali di 2019

Iswari Anggit, CNBC Indonesia
04 January 2019 13:17
Bank Indonesia (BI) terus mencermati perkembangan suku bunga AS (Fed Fund Rate) di 2019 s
Foto: Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (CNBC Indonesia/Chandra Gian Asmara)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) terus mencermati perkembangan suku bunga AS (Fed Fund Rate) di 2019 sebagai salah satu faktor yang memengaruhi pengambilan kebijakan moneter. Bank sentral masih yakin, The Fed akan menaikkan bunganya dua kali di 2019.

Seperti diberitakan CNBC Indonesia sebelumnya, imbal hasil (yield) obligasi negara Amerika Serikat (AS) atau Treasury bertenor dua tahun jatuh di bawah 2,4%, Kamis (3/1/2019), dan mencapai keseimbangan dengan suku bunga efektif bank sentral untuk kali pertama sejak 2008.

Suku bunga efektif Federal Reserve atau fed funds rate yang berada di posisi 2,4% hari Kamis, bergerak dalam kisaran bunga acuan bank sentral 2,25%-2,5%.




"Akhir Desember 2019 kemungkinan naik 2 kali, lebih rendah dari perkiraan kami yang 3 kali, meskipun sebagian pelaku pasar memprediksi hanya sekali," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Gedung BI, Jumat (4/1/2019).

"Itu kenapa terhadap koreksi di suku bunga obligasi pemerintah AS terus dekati bunga The Fed. Bergerak di pasar karena melihat kemungkinan pertumbuhan ekonomi melambat atau melandai dari 2,5% dan lebih dalam, tekanan inflasi lebih besar, jadi sebagian besar pasar memprediksi naik 1 kali tapi BI masih 2 kali," papar Perry lebih jauh.

Yang dilihat bank sentral menurut Perry adalah faktor fundamental di AS sendiri. Bank Dunia, IMF, juga beberapa lembaga masih memproyeksikan 2 kali kenaikan bunga di 2019. "Itu sebagai base line skenario, tapi kami juga memerhatikan perkembangan pasar," tuturnya.



Dengan menurunnya proyeksi kenaikan bunga, Perry memandang ada hal positif yang bisa diambil dari hal tersebut. Berarti, berkurangnya risiko global.

"Sebagian pasar memang 1 kali kenaikannya tapi itu menunjukkan risiko dari global yang lebih positif dari yang dulu. Masih terjadi risiko tapi tidak terlalu tinggi," katanya.

"Jika tidak setinggi yang sebelumnya kan lebih positif terhadap kurs rupiah. Karena imbal hasil akan lebih baik," tutup Perry.


(dru) Next Article Mengintip Wajah Serius Bos The Fed Jelaskan Kebijakan Moneter

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular