
Pekan Terakhir 2018, Harga Batu Bara Mampu Menguat Tipis 0,2%
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
31 December 2018 12:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada penutupan perdagangan hari Jumat (28/12/2018), harga batu bara Newcastle kontrak berjangka naik 0,34% ke US$ 101,9/Metrik Ton (MT). Dalam sepekan, harga si batu hitam mampu naik tipis sebesar 0,2% secara point-to-point.
Dengan pergerakan itu, harga batu bara mampu bangkit dari terendahnya sejak awal Mei 2018, yang dicapai pada perdagangan sebelum libur hari raya Natal.
Adapun di sepanjang tahun 2018 (year-to-date/YTD), harga batu bara masih mampu membukukan kenaikan sebesar 1,09% hingga akhir pekan lalu.
Sentimen yang memengaruhi harga batu bara di pekan lalu memang cenderung netral. Harga batu bara mendapatkan tekanan dari kejatuhan bursa saham dunia, yang mengindikasikan pelaku pasar kini mulai pesimis terhadap kinerja ekonomi global.
Selain itu, pembatasan impor batu bara oleh pemerintah China masih menjadi faktor yang menghantui harga salah satu komoditas energi utama dunia ini.
Meski demikian, penguatan mingguan yuan China plus inspeksi keselamatan di sejumlah pertambangan batu bara China, mampu memberikan sokongan bagi harga batu bara.
Ada Sinyal Perlambatan Ekonomi Global, Harga Batu Bara Tertekan
Bursa saham utama Asia berguguran di sepanjang pekan lalu. Secara mingguan, Nikkei 225 turun 0,75%, Shanghai Composite terkoreksi 0,89%, Hang Seng anjlok 0,97%, dan Kospi jeblok 0,99%.
Performa mingguan negatif bursa saham Benua Kuning tak lepas dari perlambatan ekonomi global yang kian terasa. Sepertinya perlambatan ekonomi menjadi tren di berbagai belahan dunia.
Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini di kisaran 3,7%, dan tahun depan melambat menjadi 3,5%. Sedangkan ekonomi AS tahun ini diramal tumbuh 2,9% sebelum melambat ke 2,7% tahun depan.
Kemudian pertumbuhan ekonomi Uni Eropa pada 2018 diperkirakan sebesar 1,9% dan melambat ke 1,8% pada 2019. Sedangkan, ekonomi China tahun ini diproyeksikan tumbuh 6,6% sebelum melambat ke 6,3% tahun depan.
Perlambatan ekonomi dunia yang semakin nyata lantas memunculkan persepsi bahwa permintaan energi (termasuk batu bara) akan ikut menurun. Hal ini menjadi sentimen negatif bagi harga batu bara sepekan terakhir.
Di tengah tidak kondusifnya sentimen negatif, harga batu bara justru tidak mendapat sokongan dari fundamental. Impor batu bara dari China tidak akan mampu meningkat, setidaknya hingga akhir tahun ini.
Hal tersebut tidak lepas dari pemerintah China yang memutuskan untuk membatasi impor batu bara di sepanjang tahun 2018. Mengutip laporan dari Shanghai Securities News, seperti dilansir dari Reuters, impor batu bara di tahun ini ditetapkan tidak boleh melebihi volume impor pada tahun 2017.
Dengan regulasi itu, impor pada bulan Desember 2018 juga diperkirakan masih akan tertekan. Sebagai catatan, China hanya boleh membeli batu bara di kisaran 20 juta ton/bulan pada dua bulan terakhir tahun ini.
Kebijakan ini dilakukan pemerintah China dalam rangka menjaga harga batu bara domestik tetap tinggi hingga akhir tahun ini. Selain itu, kondisi stok yang berlebih di China juga menjadi alasan pemerintah untuk membatasi impor batu bara.
Sebagai informasi, impor batu bara China sudah turun 13,15% secara tahunan (year-on-year/YoY) ke angka 19,15 juta MT pada November 2018, berdasarkan data bea perdagangan yang dirilis awal bulan ini. Level itu merupakan yang terendah sejak Februari 2017.
China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 MT pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global. Dinamika permintaan impor China akan sangat memengaruhi pergerakan harga batu bara dunia.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Dengan pergerakan itu, harga batu bara mampu bangkit dari terendahnya sejak awal Mei 2018, yang dicapai pada perdagangan sebelum libur hari raya Natal.
Adapun di sepanjang tahun 2018 (year-to-date/YTD), harga batu bara masih mampu membukukan kenaikan sebesar 1,09% hingga akhir pekan lalu.
Selain itu, pembatasan impor batu bara oleh pemerintah China masih menjadi faktor yang menghantui harga salah satu komoditas energi utama dunia ini.
Meski demikian, penguatan mingguan yuan China plus inspeksi keselamatan di sejumlah pertambangan batu bara China, mampu memberikan sokongan bagi harga batu bara.
Ada Sinyal Perlambatan Ekonomi Global, Harga Batu Bara Tertekan
Bursa saham utama Asia berguguran di sepanjang pekan lalu. Secara mingguan, Nikkei 225 turun 0,75%, Shanghai Composite terkoreksi 0,89%, Hang Seng anjlok 0,97%, dan Kospi jeblok 0,99%.
Performa mingguan negatif bursa saham Benua Kuning tak lepas dari perlambatan ekonomi global yang kian terasa. Sepertinya perlambatan ekonomi menjadi tren di berbagai belahan dunia.
Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini di kisaran 3,7%, dan tahun depan melambat menjadi 3,5%. Sedangkan ekonomi AS tahun ini diramal tumbuh 2,9% sebelum melambat ke 2,7% tahun depan.
Kemudian pertumbuhan ekonomi Uni Eropa pada 2018 diperkirakan sebesar 1,9% dan melambat ke 1,8% pada 2019. Sedangkan, ekonomi China tahun ini diproyeksikan tumbuh 6,6% sebelum melambat ke 6,3% tahun depan.
Perlambatan ekonomi dunia yang semakin nyata lantas memunculkan persepsi bahwa permintaan energi (termasuk batu bara) akan ikut menurun. Hal ini menjadi sentimen negatif bagi harga batu bara sepekan terakhir.
Di tengah tidak kondusifnya sentimen negatif, harga batu bara justru tidak mendapat sokongan dari fundamental. Impor batu bara dari China tidak akan mampu meningkat, setidaknya hingga akhir tahun ini.
Hal tersebut tidak lepas dari pemerintah China yang memutuskan untuk membatasi impor batu bara di sepanjang tahun 2018. Mengutip laporan dari Shanghai Securities News, seperti dilansir dari Reuters, impor batu bara di tahun ini ditetapkan tidak boleh melebihi volume impor pada tahun 2017.
Dengan regulasi itu, impor pada bulan Desember 2018 juga diperkirakan masih akan tertekan. Sebagai catatan, China hanya boleh membeli batu bara di kisaran 20 juta ton/bulan pada dua bulan terakhir tahun ini.
Kebijakan ini dilakukan pemerintah China dalam rangka menjaga harga batu bara domestik tetap tinggi hingga akhir tahun ini. Selain itu, kondisi stok yang berlebih di China juga menjadi alasan pemerintah untuk membatasi impor batu bara.
Sebagai informasi, impor batu bara China sudah turun 13,15% secara tahunan (year-on-year/YoY) ke angka 19,15 juta MT pada November 2018, berdasarkan data bea perdagangan yang dirilis awal bulan ini. Level itu merupakan yang terendah sejak Februari 2017.
China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 MT pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global. Dinamika permintaan impor China akan sangat memengaruhi pergerakan harga batu bara dunia.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular