
The Fed Naikkan Bunga 2 Kali Tahun Depan, IHSG Jatuh 0,86%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 December 2018 12:54

Sektor jasa keuangan (-1,15%) memimpin pelemahan IHSG. Sektor jasa keuangan anjlok seiring dengan aksi jual atas saham-saham bank BUKU 4: PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 2,2%, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) turun 1,69%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 1,35%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 0,82%, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 0,57%.
Pelemahan rupiah tentu memantik kekhawatiran bahwa rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) dari bank-bank di tanah air akan terkerek naik. Belum lagi jika pelemahan rupiah terjadi dalam jangka waktu yang relatif panjang. Aktivitas ekonomi bisa lesu sehingga menekan permintaan kredit.
Investor asing terpantau cukup gencar melepas saham-saham bank BUKU 4. BBCA dijual bersih senilai Rp 116,6 miliar, BBRI Rp 12,1 miliar, dan BMRI Rp 1,4 miliar.
Secara total, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 110,6 miliar di pasar saham Indonesia.
Pada sesi 2, investor akan mencermati hasil dari pertemuan Bank Indonesia (BI). Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan tingkat suku bunga acuan masih akan dipertahankan di level 6%.
Namun melihat perkembangan terbaru yang terjadi di AS dan pelemahan rupiah, bukan tak mungkin jika Perry Warjiyo dan kolega dipaksa untuk kembali mengerek tingkat suku bunga acuan. Sepanjang tahun ini, tingkat suku bunga acuan sudah dikerek naik sebesar 175 bps.
Jika ini yang terjadi, kinerja keuangan dari bank-bank tanah air bisa tertekan. Pasalnya, kenaikan suku bunga acuan lebih lanjut akan memaksa bank-bank di tanah air untuk mengerek suku bunga deposito.
Celakanya, bank-bank di tanah air tak bisa melakukan pass through dengan menaikkan suku bunga kredit. Per akhir 2017, rata-rata suku bunga kredit bank umum untuk modal kerja denominasi rupiah adalah sebesar 10,71%, investasi 10,56%, dan konsumsi 12,66%. Per September 2018, posisinya turun menjadi masing-masing sebesar 10,63% (-8 bps), 10,54% (-2 bps), dan 11,9% (-76 bps).
Hasilnya bisa ditebak, Net Interest Margin (NIM) menjadi tergerus. NIM merupakan selisih dari bunga yang didapatkan perbankan dengan bunga yang dibayarkan kepada nasabah, dibagi dengan total aset yang menghasilkan bunga. Semakin besar NIM, maka tingkat profitabilitas sebuah bank akan semakin besar.
Sepanjang 9 bulan pertama 2018, NIM dari BMRI tercatat sebesar 5,76%, turun 10 bps dari posisi 9 bulan pertama tahun 2017 yang sebesar 5,86%. Sementara itu, NIM dari BBNI turun 20 bps menjadi 5,3%, dari yang sebelumnya 5,5%.
NIM dari BBRI tergerus 42 bps menjadi 7,49%, dari yang sebelumnya 7,91% pada 9 bulan pertama tahun 2017. NIM dari BBCA turun 10 bps menjadi 6,1%, dari yang sebelumnya 6,2%.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)
Pelemahan rupiah tentu memantik kekhawatiran bahwa rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) dari bank-bank di tanah air akan terkerek naik. Belum lagi jika pelemahan rupiah terjadi dalam jangka waktu yang relatif panjang. Aktivitas ekonomi bisa lesu sehingga menekan permintaan kredit.
Investor asing terpantau cukup gencar melepas saham-saham bank BUKU 4. BBCA dijual bersih senilai Rp 116,6 miliar, BBRI Rp 12,1 miliar, dan BMRI Rp 1,4 miliar.
Pada sesi 2, investor akan mencermati hasil dari pertemuan Bank Indonesia (BI). Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan tingkat suku bunga acuan masih akan dipertahankan di level 6%.
Namun melihat perkembangan terbaru yang terjadi di AS dan pelemahan rupiah, bukan tak mungkin jika Perry Warjiyo dan kolega dipaksa untuk kembali mengerek tingkat suku bunga acuan. Sepanjang tahun ini, tingkat suku bunga acuan sudah dikerek naik sebesar 175 bps.
Jika ini yang terjadi, kinerja keuangan dari bank-bank tanah air bisa tertekan. Pasalnya, kenaikan suku bunga acuan lebih lanjut akan memaksa bank-bank di tanah air untuk mengerek suku bunga deposito.
Celakanya, bank-bank di tanah air tak bisa melakukan pass through dengan menaikkan suku bunga kredit. Per akhir 2017, rata-rata suku bunga kredit bank umum untuk modal kerja denominasi rupiah adalah sebesar 10,71%, investasi 10,56%, dan konsumsi 12,66%. Per September 2018, posisinya turun menjadi masing-masing sebesar 10,63% (-8 bps), 10,54% (-2 bps), dan 11,9% (-76 bps).
Hasilnya bisa ditebak, Net Interest Margin (NIM) menjadi tergerus. NIM merupakan selisih dari bunga yang didapatkan perbankan dengan bunga yang dibayarkan kepada nasabah, dibagi dengan total aset yang menghasilkan bunga. Semakin besar NIM, maka tingkat profitabilitas sebuah bank akan semakin besar.
Sepanjang 9 bulan pertama 2018, NIM dari BMRI tercatat sebesar 5,76%, turun 10 bps dari posisi 9 bulan pertama tahun 2017 yang sebesar 5,86%. Sementara itu, NIM dari BBNI turun 20 bps menjadi 5,3%, dari yang sebelumnya 5,5%.
NIM dari BBRI tergerus 42 bps menjadi 7,49%, dari yang sebelumnya 7,91% pada 9 bulan pertama tahun 2017. NIM dari BBCA turun 10 bps menjadi 6,1%, dari yang sebelumnya 6,2%.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular