
Seperti Ini Nestapa Ekonomi RI Versi Prabowo-Sandiaga
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
20 December 2018 10:45

Defisit neraca perdagangan pada November 2018 kembali jatuh. Hal ini membuat nasib transaksi berjalan (current account) pada kuartal IV-2018 berada di ujung tanduk.
Bahkan, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) pada kuartal IV-2018 diproyeksikan sejumlah analis berada di atas 3,5% dari produk domestik bruto (PDB).
Kala transaksi berjalan terancam, maka rupiah pun akan ikut tertekan. Pasalnya, mata uang Garuda jadi tidak memiliki modal untuk menguat karena minimnya pasokan valas dari ekspor barang dan jasa.
Mantan Menteri Keuangan era Presiden Soeharto Fuad Bawazier pun buka suara mengenai hal tersebut. Menurutnya, bukan tidak mungkin rupiah kembali jatuh ke atas level Rp 15.000/US$, bahkan sampai US$ 16.000/US$.
"Rupiah hanya tinggal menunggu waktu jebloknya saja. Bisa saja ke Rp 16.000/US$," kata Fuad dalam sebuah diskusi, Rabu (19/12/2018).
Fuad memandang, masalah yang membuat rupiah akan tertekan ke depannya karena masalah defisit neraca perdagangan yang belum bisa terselesaikan. Impor tak terbendung, ekspor pun tak optimal.
"Itu tidak bisa dibantah. Ekspor melemah, sementara impor masih sulit dibendung," tegasnya.
Menurut dia, keperkasaan rupiah saat ini disebabkan karena tingkat bunga yang tinggi, sehingga membuat investor berani mengambil risiko untuk menempatkan dananya di pasar keuangan Indonesia.
"Namun ini hanya sementara. Paling juga nanti jeblok. Tunggu saja," kata mantan Direktur Jenderal Pajak itu. (dru)
Bahkan, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) pada kuartal IV-2018 diproyeksikan sejumlah analis berada di atas 3,5% dari produk domestik bruto (PDB).
Kala transaksi berjalan terancam, maka rupiah pun akan ikut tertekan. Pasalnya, mata uang Garuda jadi tidak memiliki modal untuk menguat karena minimnya pasokan valas dari ekspor barang dan jasa.
"Rupiah hanya tinggal menunggu waktu jebloknya saja. Bisa saja ke Rp 16.000/US$," kata Fuad dalam sebuah diskusi, Rabu (19/12/2018).
Fuad memandang, masalah yang membuat rupiah akan tertekan ke depannya karena masalah defisit neraca perdagangan yang belum bisa terselesaikan. Impor tak terbendung, ekspor pun tak optimal.
"Itu tidak bisa dibantah. Ekspor melemah, sementara impor masih sulit dibendung," tegasnya.
Menurut dia, keperkasaan rupiah saat ini disebabkan karena tingkat bunga yang tinggi, sehingga membuat investor berani mengambil risiko untuk menempatkan dananya di pasar keuangan Indonesia.
"Namun ini hanya sementara. Paling juga nanti jeblok. Tunggu saja," kata mantan Direktur Jenderal Pajak itu. (dru)
Pages
Most Popular