Menguat Seharian, Rupiah Finis Jadi Runner-Up Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 December 2018 16:58
Menguat Seharian, Rupiah Finis Jadi <i>Runner-Up</i> Asia
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Tidak seperti kemarin, rupiah melenggang mulus di zona hijau tanpa pernah melemah. 

Pada Selasa (18/12/2018), dolar AS menutup perdagangan pasar spot dengan bertengger di Rp 14.495. Rupiah menguat 0,51% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kemarin, rupiah juga ditutup menguat 0,07%. Namun penguatan rupiah baru terjadi jelang akhir perdagangan, mata uang Tanah Air hampir seharian melemah.

 
Hari ini, rupiah perkasa sejak awal. Bahkan sebelum pasar spot dibuka, tanda-tanda apresiasi rupiah sudah terlihat di pasar Non-Deliverable Forwards (NDF). 


Mengawali perdagangan pasar spot, rupiah menguat 0,14% di hadapan dolar AS. Seiring perjalanan pasar, rupiah semakin menguat. 


Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 

 

Seperti rupiah, mayoritas mata uang Asia pun terapresiasi terhadap dolar AS. Bedanya, rupiah masuk jajaran elit di klasemen mata uang Benua Kuning. 

Apresiasi 0,51% membawa rupiah jadi mata uang terbaik kedua di Asia. Rupiah hanya kalah dari rupee India yang menguat signifikan di kisaran 1%. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 16:25 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Rupiah dan sebagian mata uang utama Asia mampu memanfaatkan tekanan yang dialami dolar AS. Tidak hanya di Asia, mata uang Negeri Paman Sam juga tertekan secara global. Pada pukul 16:28 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,15%. 

Investor menantikan rapat bulanan The Federal Reserve/The Fed yang hasilnya akan diumumkan pada 19 Desember waktu setempat atau 20 Desember dini hari waktu Indonesia. Jerome 'Jay' Powell dan kawan-kawan diperkirakan kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ke 2,25-2,5%. Menurut CME Fedwatch, kemungkinannya adalah 72,3%. 

Kalau Federal Funds Rate diperkirakan naik, mengapa dolar AS melemah? Bukankah kenaikan suku bunga adalah jampi-jampi mujarab yang membuat dolar AS menguat sepanjang tahun ini? 

Well, kali ini agak berbeda. Seiring hampir berakhirnya 2018, investor mulai meneropong prospek 2019. Sepertinya The Federal Reserve/The Fed tidak akan terlalu agresif pada 2019, tidak seperti tahun ini yang kemungkinan menaikkan suku bunga acuan sampai empat kali. 

Sebab, sepertinya perekonomian AS memang sudah melambat pada 2019. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi AS tumbuh 2,9% tahun ini dan melambat menjadi 2,5% tahun depan.  

Oleh karena itu, sebenarnya tujuan pengetatan moneter sudah tercapai yaitu mengerem laju ekonomi untuk menghindari overheating. Kebutuhan untuk menaikkan suku bunga acuan secara agresif sudah semakin mengecil. Sehingga dalam jangka menengah-panjang, dolar AS akan lebih sedikit diminati. 

Selain itu, ada pula kekhawatiran resesi di perekonomian AS karena imbal hasil (yield) obligasi pemerintah yang bergerak anomali. Pada pukul 16:52 WIB, yield obligasi pemerintah AS tenor 2 tahun berada di 2,6709%. Lebih tinggi ketimbang tenor 3 tahun yang sebesar 2,655% dan 5 tahun yaitu 2,6611%.

Ini disebut inverted yield, tenor jangka pendek lebih besar dari jangka panjang. T
erjadinya inverted yield merupakan pertanda awal datangnya resesi, karena investor meminta ‘jaminan’ yang lebih tinggi dalam jangka pendek. Artinya, risiko dalam jangka pendek lebih tinggi ketimbang jangka panjang.

Jajak pendapat yang digelar Reuters menghasilkan bahwa yield obligasi pemerintah AS masih akan mengalami inversi pada tahun depan. Resesi kemungkinan akan datang setahun setelah itu yaitu 2020.

Berbagai perkembangan tersebut ini ampuh untuk membuat mata uang Asia, termasuk rupiah, mampu ramai-ramai menguat di hadapan dolar AS. Apabila The Fed 2 hari lagi benar-benar mengeluarkan nada (tone) yang kurang agresif alias dovish, maka dolar AS bisa lebih lemah dari dan rupiah siap kembali menguat.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular