
Mau Beli Saham Bank Permata, Investor Jepang Harus Tahu Ini
Houtmand P Saragih & Donald Banjarnahor, CNBC Indonesia
18 December 2018 10:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Niat perusahaan keuangan asal Jepang mengakuisisi saham PT Bank Permata Tbk (BNLI), dari salah satu pemegang saham atau seluruhnya, harus memperhatikan sejumlah regulasi terkait sektor perbankan yang sudah diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pasalnya akuisisi bank di Indonesia harus tunduk pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.56/POJK.03/2016 tentang kepemilikan saham bank umum. Beleid ini membatasi kepemilikan oleh investor lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank maksimal 40%, lembaga non keuangan maksimal 30% dan individu 20%.
Aturan ini pada awalnya dibuat oleh Bank Indonesia (BI), yang kala itu masih menjadi regulator industri perbankan. Aturan ini kemudian dilanjutkan oleh OJK dengan membuat peraturan yang baru.
Aturan ini pun berlaku sama baik untuk investor dalam negeri maupun luar negeri. Namun, bagi investor luar negeri juga memperhatikan azas resiprokal antar negara.
Pada dasarnya, OJK membolehkan akuisisi kepemilikan di atas 40% dengan diskresi dengan pertimbangan tertentu. Pemberian izin untuk akuisisi kepemilikan di atas 40% pernah terjadi dalam beberapa tahun terakhir dengan beberapa alasan:
1. Penyehatan
Penyehatan menjadi alasan untuk akuisisi 51% saham PT Bank Pembangunan Daerah Banten (sebelumnya Bank Pundi) oleh Pemerintah Provinsi Bank Banten
2. Merger
Merger menjadi alasan untuk akuisisi kepemilikan di atas 40% dalam kasus BTPN dan Danamon. Dalam akuisisi BTPN, Sumitomo Mitsui Bank Corporation diperbolehkan memiliki kepemilikan di atas 40% karena BTPN akan dimerger dengan Bank Sumitomo Mitsui Indonesia.
Sementara dalam kasus Danamon, Mitsubishi UFJ Financial Group Inc diizinkan untuk memgakuisisi di atas 40% karena bank tersebut akan dimerger dengan PT Bank Nusantara Parahyangan.
Seperti diketahui, tabir masuknya perusahaan lembaga keuangan Jepang ke bank Bank Permata perlahan mulai terkuak. Menurut sumber CNBC Indonesia yang mengikuti proses transaksi tersebut adalah salah satu dari empat bank besar paling besar di Jepang.
Nama-nama bank yang jadi pembeli yang disebut-sebut tersebut antara lain, Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG), Japan Post Bank (JPB), Mizuho Financial Group (MFG) dan Sumitomo Mitsui Financial Group (SMFG). Dari empat nama tersebut, tiga nama sudah memiliki afiliasi dengan bank-bank Indonesia.
MUFG tercatat sudah menjadi pemilik 40% saham PT Bank Danamon Tbk (BDMN). Sementara itu, SMFG juga tercatat sebagi pemegang 40% saham PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) dan MFG sudah mendirikan PT Bank Mizuho di Indonesia.
Nah, satu-satunya perusahaan keuangan Jepang yang belum di beroperasi di Indonesia adalah Japan Post Bank. "Besar kemungkinan Japan Post Bank yang akan masuk," kata sumber tersebut yang menyebutkan perusahaan penasehat keuangan untuk transaksi ini berasal dari Singapura.
CNBC Indonesia sudah berupaya melakukan kontak ke Standard Chartered global, sebagai salah satu pemegang saham Bank Permata. Melalui Director Group Media Relations Standard Chartered Josephine Wong, CNBC Indonesia menyampaikan pertanyaan melalui email dan whatsapp.
Namun Josephine ternyata sedang cuti, dari 15-23 Desember 2018. "Jadi respons saya mungkin agak terlambat," jawab email Josephine.
Pekan lalu, CNBC Indonesia sudah memberitakan saham Bank Permata dikabarkan mau dijual para pemegang saham terbesarnya kepada investor Jepang. Standart Chartered dikabarkan menjadi pihak yang paling ngotot menjual kepemilikannya.
Pemegang saham Bank Permata yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu, PT Astra International Tbk (ASII) sebanyak 44,56% atau sebanyak 12,50 miliar saham, kemudian Standard Chartered Bank 44,56% atau 12,50 miliar saham dan Masyarakat 10,88% atau 3,05 miliar.
(hps/roy) Next Article Bos Stanchart Grup Bicara Soal Nasib Bank Permata
Pasalnya akuisisi bank di Indonesia harus tunduk pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.56/POJK.03/2016 tentang kepemilikan saham bank umum. Beleid ini membatasi kepemilikan oleh investor lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank maksimal 40%, lembaga non keuangan maksimal 30% dan individu 20%.
Aturan ini pada awalnya dibuat oleh Bank Indonesia (BI), yang kala itu masih menjadi regulator industri perbankan. Aturan ini kemudian dilanjutkan oleh OJK dengan membuat peraturan yang baru.
Pada dasarnya, OJK membolehkan akuisisi kepemilikan di atas 40% dengan diskresi dengan pertimbangan tertentu. Pemberian izin untuk akuisisi kepemilikan di atas 40% pernah terjadi dalam beberapa tahun terakhir dengan beberapa alasan:
1. Penyehatan
Penyehatan menjadi alasan untuk akuisisi 51% saham PT Bank Pembangunan Daerah Banten (sebelumnya Bank Pundi) oleh Pemerintah Provinsi Bank Banten
2. Merger
Merger menjadi alasan untuk akuisisi kepemilikan di atas 40% dalam kasus BTPN dan Danamon. Dalam akuisisi BTPN, Sumitomo Mitsui Bank Corporation diperbolehkan memiliki kepemilikan di atas 40% karena BTPN akan dimerger dengan Bank Sumitomo Mitsui Indonesia.
Sementara dalam kasus Danamon, Mitsubishi UFJ Financial Group Inc diizinkan untuk memgakuisisi di atas 40% karena bank tersebut akan dimerger dengan PT Bank Nusantara Parahyangan.
Nama-nama bank yang jadi pembeli yang disebut-sebut tersebut antara lain, Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG), Japan Post Bank (JPB), Mizuho Financial Group (MFG) dan Sumitomo Mitsui Financial Group (SMFG). Dari empat nama tersebut, tiga nama sudah memiliki afiliasi dengan bank-bank Indonesia.
MUFG tercatat sudah menjadi pemilik 40% saham PT Bank Danamon Tbk (BDMN). Sementara itu, SMFG juga tercatat sebagi pemegang 40% saham PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) dan MFG sudah mendirikan PT Bank Mizuho di Indonesia.
Nah, satu-satunya perusahaan keuangan Jepang yang belum di beroperasi di Indonesia adalah Japan Post Bank. "Besar kemungkinan Japan Post Bank yang akan masuk," kata sumber tersebut yang menyebutkan perusahaan penasehat keuangan untuk transaksi ini berasal dari Singapura.
CNBC Indonesia sudah berupaya melakukan kontak ke Standard Chartered global, sebagai salah satu pemegang saham Bank Permata. Melalui Director Group Media Relations Standard Chartered Josephine Wong, CNBC Indonesia menyampaikan pertanyaan melalui email dan whatsapp.
Namun Josephine ternyata sedang cuti, dari 15-23 Desember 2018. "Jadi respons saya mungkin agak terlambat," jawab email Josephine.
Pekan lalu, CNBC Indonesia sudah memberitakan saham Bank Permata dikabarkan mau dijual para pemegang saham terbesarnya kepada investor Jepang. Standart Chartered dikabarkan menjadi pihak yang paling ngotot menjual kepemilikannya.
Pemegang saham Bank Permata yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu, PT Astra International Tbk (ASII) sebanyak 44,56% atau sebanyak 12,50 miliar saham, kemudian Standard Chartered Bank 44,56% atau 12,50 miliar saham dan Masyarakat 10,88% atau 3,05 miliar.
(hps/roy) Next Article Bos Stanchart Grup Bicara Soal Nasib Bank Permata
Most Popular