Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali pekan ini dengan catatan buruk. Dibuka melemah tipis 0,1%, IHSG anjlok hingga 1,31% pada akhir perdagangan ke level 6.089,31.
IHSG anjlok kala indeks saham kawasan Asia diperdagangkan bervariasi. Jika dibandingkan dengan yang sama-sama melemah, performa IHSG jelas menjadi yang terburuk.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 8,52 triliun dengan volume sebanyak 12,22 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 377.449 kali.
Anjloknya IHSG bisa dikatakan merupakan akibat dari jebloknya neraca dagang Indonesia. Pada siang ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data perdagangan internasional Indonesia periode November, di mana ekspor tercatat turun sebesar 3,28% YoY. Capaian ini terbilang mengecewakan lantaran konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh sebesar 2,6% YoY. Sementara itu, impor meroket hingga 11,68% YoY, jauh di atas konsensus yang sebesar 8,5% YoY.
Alhasil, defisit neraca dagang tercatat sebesar US$ 2,05 miliar, jauh lebih dalam dari konsensus yang sebesar US$ 990 juta saja. Posisi ini menjadi yang terdalam sepanjang tahun 2018.
Dengan defisit neraca dagang yang begitu dalam, maka besar kemungkinan defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan kembali membengkak pada kuartal-IV 2018. Pada kuartal-III 2018, CAD mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terdalam sejak kuartal II-2014.
Sebagai informasi, neraca dagang membukukan defisit yang dalam sepanjang bulan Oktober yakni sebesar US$ 1,82 miliar, sehingga tekanan lebih lanjut pada bulan November tentu akan menekan posisi CAD Indonesia.
Hasilnya bisa ditebak, investor beramai-ramai melepas rupiah seiring dengan awal gelap bernama CAD yang menyelimuti. Walaupun menguat 0,07% di pasar spot pada akhir perdagangan ke level 14.570/dolar AS, rupiah cenderung bergerak melemah sepanjang hari.
Titik terlemah rupiah berada di level Rp 14.625/dolar AS, mengimplikasikan depresiasi sebesar 0,31% jika dibandingkan dengan posisi penutupan pada hari Jumat (14/12/2018). Mungkin, ada intervensi dari Bank Indonesia (BI) sehingga rupiah bisa berbalik menguat.
Tetap saja, pelemahan rupiah yang terjadi hampir sepanjang hari membuat pelaku pasar enggan menyentuh saham-saham di tanah air. Sektor barang konsumsi (-1,75%) dan jasa keuangan (-0,99%) menjadi sektor yang memimpin pelemahan IHSG.
Saham-saham barang konsumsi dilepas seiring dengan kelamnya prospek rupiah. Ketika rupiah melemah, tentunya konsumsi masyarakat akan tertekan. Apalagi, ada kemungkinan pada akhirnya harga jual bahan bakar minyak dinaikkan guna meredam CAD.
Sebagai informasi, bengkaknya neraca dagang Indonesia pada bulan lalu salah satunya dipicu oleh impor minyak dan gas yang begitu kuat. Sepanjang November, impor migas melesat 11,05% YoY.
Jika harga jual bahan bakar minyak dinaikkan, masyarakat akan cenderung mengurangi konsumsinya.
Saham-saham barang konsumsi yang dilego investor diantaranya: PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-2,91%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-2,25%), PT Gudang garam Tbk/GGRM (-1,99%), PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (-1,41%), dan PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (-1,01%).
Sementara itu, sektor jasa keuangan melemah seiring dengan aksi jual atas saham-saham bank BUKU 4: PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 2,31%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun 2,17%, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) turun 0,55%, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun 0,29%.
Prospek rupiah yang suram memantik kekhawatiran bahwa rasio kredit bermasalah/Non-Performing Loan (NPL) akan terkerek naik. Hal ini tentu akan menekan profitabilitas perbankan.
Tak hanya memantik aksi jual pada saham-saham barang konsumsi dan perbankan, pelemahan rupiah juga membuat investor asing meninggalkan pasar saham tanah air.
Pada akhir perdagangan, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 405,6 miliar. 5 besar saham yang dilepas investor asing adalah: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 224,1 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 83 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 51 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 42 miliar), dan PT Media Nusantara Citra Tbk/MNCN (Rp 23,7 miliar). Kuatnya sentimen negatif berupa neraca dagang Indonesia yang jebol membuat damai dagang AS-China tak mampu mendikte jalannya perdagangan.
Kementerian Keuangan China pada hari Jumat mengumumkan bahwa bea masuk tambahan yang dibebankan bagi mobil-mobil pabrikan AS akan dihapuskan selama 3 bulan, terhitung mulai 1 Januari 2019.
Sebagai informasi, pada tahun ini China sejatinya telah memangkas bea masuk bagi mobil-mobil yang diimpor disana menjadi 15%, dari yang sebelumnya 25%. Namun, sebagai balasan dari pengenaan bea masuk oleh AS, China memberikan tambahan bea masuk sebesar 25% bagi mobil-mobil pabrikan AS sehingga totalnya menjadi 40%. Saat ini, AS mengenakan bea masuk sebesar 27,5% saja bagi mobil-mobil pabrikan China.
Sejauh ini, data ekonomi dari kedua negara, terutama China, sudah menunjukkan tanda-tanda perlambatan, yang salah satunya disebabkan oleh perang dagang. Jika perang dagang bisa segera diselesaikan sepenuhnya, laju perekonomian AS, China, dan dunia bisa dipacu untuk melaju lebih kencang.
TIM RISET CNBC INDONESIA