Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan pertama di pekan ini dengan melemah tipis 0,1%,
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup terkoreksi sebesar 0,99% pada akhir sesi 1 ke level 6.108,74.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 4,38 triliun dengan volume sebanyak 7,49 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 216.565 kali.
Performa IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas indeks saham kawasan Asia yang ditransaksikan menguat. Jika dibandingkan dengan yang sama-sama melemah pun, performa IHSG jelas menjadi yang terburuk.
Pelaku pasar saham kawasan Asia mengapresiasi perkembangan perang dagang AS-China yang kian positif saja. Kementerian Keuangan China pada hari Jumat (14/12/2018) mengumumkan bahwa bea masuk tambahan yang dibebankan bagi mobil-mobil pabrikan AS akan dihapuskan selama 3 bulan, terhitung mulai 1 Januari 2019.
Sebagai informasi, pada tahun ini China sejatinya telah memangkas bea masuk bagi mobil-mobil yang diimpor disana menjadi 15%, dari yang sebelumnya 25%. Namun, sebagai balasan dari pengenaan bea masuk oleh AS, China memberikan tambahan bea masuk sebesar 25% bagi mobil-mobil pabrikan AS sehingga totalnya menjadi 40%. Saat ini, AS mengenakan bea masuk sebesar 27,5% saja bagi mobil-mobil pabrikan China.
Sejauh ini, data ekonomi dari kedua negara, terutama China, sudah menunjukkan tanda-tanda perlambatan, yang salah satunya disebabkan oleh perang dagang. Jika perang dagang bisa segera diselesaikan sepenuhnya, laju perekonomian AS, China, dan dunia bisa dipacu untuk melaju lebih kencang.
Hal ini pada akhirnya membuat investor berani untuk melakukan aksi beli atas instrumen berisiko seperti saham.
Pelemahan rupiah membuat IHSG belum tak memanfaatkan momentum yang ada. Hingga tengah hari, rupiah melemah 0,21% di pasar spot ke level Rp 14.610/dolar AS.
Rupiah dipukul mundur seiring dengan jebolnya defisit neraca dagang Indonesia. Tak begitu lama menjelang akhir sesi 1, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data perdagangan internasional Indonesia periode November, di mana ekspor tercatat turun sebesar 3,28% YoY.
Capaian ini terbilang mengecewakan lantaran konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh sebesar 2,6% YoY. Sementara itu, impor meroket hingga 11,68% YoY, jauh di atas konsensus yang sebesar 8,5% YoY.
Alhasil, defisit neraca dagang tercatat sebesar US$ 2,05 miliar, jauh lebih dalam dari konsensus yang sebesar US$ 990 juta saja. Posisi ini menjadi yang terdalam sepanjang tahun 2018.
Dengan defisit neraca dagang yang begitu dalam, maka besar kemungkinan defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) akan kembali membengkak pada kuartal-IV 2018. Pada kuartal-III 2018, CAD mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terdalam sejak kuartal II-2014.
Sebagai informasi, neraca dagang membukukan defisit yang dalam sepanjang bulan Oktober yakni sebesar US$ 1,82 miliar, sehingga tekanan lebih lanjut pada bulan November tentu akan menekan posisi CAD Indonesia.
Pada akhirnya, prospek rupiah di penghujung tahun ini dan memasuki tahun 2019 menjadi diselimuti awal gelap.
Seiring dengan pelemahan rupiah, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 180 miliar. Pelemahan rupiah membuat investor asing menghadapi yang namanya potensi kerugian dari selisih kurs, sehingga aksi jual menjadi tak terelakkan.
5 besar saham yang dilepas investor asing adalah: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 108,1 miliar), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (Rp 35,1 miliar), PT Modernland Realty Tbk/MDLN (Rp 22 miliar), PT Pembangunan Perumahan Tbk/PTPP (Rp 19,2 miliar), dan PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 18 miliar).
Sektor barang konsumsi (-1,69%) menjadi sektor yang memimpin pelemahan IHSG.
Saham-saham barang konsumsi dilepas seiring dengan kelamnya prospek rupiah. Ketika rupiah melemah, tentunya konsumsi masyarakat akan tertekan. Apalagi, ada kemungkinan pada akhirnya harga jual bahan bakar minyak dinaikkan guna meredam CAD.
Sebagai informasi, bengkaknya neraca dagang Indonesia pada bulan lalu salah satunya dipicu oleh impor minyak dan gas yang begitu kuat. Sepanjang November, impor migas melesat 11,05% YoY.
Jika harga jual bahan bakar minyak dinaikkan, masyarakat akan cenderung mengurangi konsumsinya.
Saham-saham barang konsumsi yang dilego investor diantaranya: PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-2,91%), PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (-2,12%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-1,63%), PT Gudang garam Tbk/GGRM (-1,42%), dan PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (-1,34%).
TIM RISET CNBC INDONESIA