Naik 0,78%, Kapitalisasi Saham BEI Hampir Sentuh Rp 7.000 T

Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
15 December 2018 07:47
Ini membuat nilai kapitalisasi IHSG mendekati level Rp 7.000 triliun, atau tepatnya Rp6.992,75 triliun naik 0,78% dari Rp6.938,39 triliun
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Meskipun pekan ini banyak sekali tekanan baik dari eksternal maupun internal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mencatatkan penguatan. Mulai dari ancaman resesi Amerika Serikat (AS), ketidakjelasan Brexit yang berujung pada mosi tidak percaya Perdana Menteri Theresa May dan pelemahan nilai tukar rupiah jadi faktor utama yang mengganggu IHSG.

Berdasarkan rekap data perdangangan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada minggu ke-3 Desember dalam sepekan IHSG menguat sebesar 0,71% menjadi 6,169.84 dari 6,126.36 pada penutupan pekan sebelumnya. Ini membuat nilai kapitalisasi IHSG mendekati level Rp 7.000 triliun, atau tepatnya Rp6.992,75 triliun naik 0,78% dari Rp6.938,39 triliun pada penutupan pekan sebelumnya.

Rata-rata perdagangan harian, rata-rata nilai transaksi harian BEI selama sepekan mengalami penurunan 5,47% menjadi Rp9,46 triliun dari Rp10,01 triliun pada penutupan pekan sebelumnya. Kemudian rata-rata volume transaksi harian BEI mengalami peningkatan sebesar 3,24% menjadi 11,67 miliar unit saham dari 11,30 miliar unit saham dari pekan lalu dan untuk rata-rata frekuensi transaksi turun 8,19% menjadi 400,79 ribu kali transaksi dari 436,57 ribu kali transaksi dari pekan lalu.

Sejumlah sentimen yang mempengaruhi kinerja pasar saham domestik pekan ini diantaranya, perekonomian Amerika Serikat (AS) tengah dihantui kecemasan akan terjadinya perlambatan ekonomi yang berujung resesi.

Hal ini diawali pada 4 Desember lalu ketika terjadi inversi atau pembalikan imbal hasil (yield) obligasi AS tenor tiga dan lima tahun. Yield obligasi bertenor lima tahun seharusnya lebih tinggi dibandingkan tiga tahun karena investor ingin imbal hasil yang lebih tinggi karena memenag surat utang itu dalam periode yang lebih panjang.

Namun, hari itu yield terbalik yang mengindikasikan bahwa pelaku pasar memperkirakan akan terjadi risiko ekonomi yang lebih besar dalam jangka pendek.

Lalu ketegangan perang dagang antara AS-China kembali mencuat setelah penangkapan CFO Huawei global Meng Wanzhou di Kanada. Penangkapan ini datang atas perintah AS, dalam rangka investigasi terkait dengan penggunaan sistem perbankan global oleh Huawei untuk menghindari sanksi AS terhadap Iran. Salah satu bank yang terjebak dalam investigasi ini adalah HSBC.

Pada hari Minggu (9/12/2018) waktu setempat, Kementerian Luar Negeri China memanggil duta besar AS dalam rangka mengajukan keberatan terkait penahanan Meng Wanzhou, sekaligus menuntut pihak AS untuk segera membebaskan sang petinggi Huawei tersebut. Masalah ini sempat membuat bursa Asia termasuk Indonesia mengalami tekanan.

Namun setelah itu, pada pertengahan pekan aura damai dagang mulai menyeruak setelah AS-China mulai sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Presiden AS Donald Trump pun menepati janjinya dengan tidak menaikkan tarif bea masuk bagi produk-produk China.

Sedianya tarif bea masuk bagi impor produk China senilai US$ 200 miliar akan naik dari 10% menjadi 25% pada 1 Januari 2015. "Saya tidak akan menaikkan bea masuk sampai terjadi kesepakatan," katanya. 

Berbagai perkembangan tersebut jelas menggambarkan bahwa damai dagang AS-China bukan sesuatu yang mustahil. Terbuka kemungkinan AS-China akan mengakhiri perang dagang yang memanas sejak awal tahun ini.

Hal yang sama juga dilakukan China dengan mencabut tarif masuk untuk mobil impor asal AS.

Kemudian, ada kabar baik dari Inggris. Meski mendapat mosi tidak percaya, hasil pemungutan suara di parlemen ternyata tidak menggoyahkan Theresa May dari kursi Perdana Menteri.  

May memenangkan dukungan parlemen dengan memperoleh 200 suara, sementara jumlah suara yang ingin mendongkelnya adalah 117. Perkembangan ini membuat proses pembahasan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) menemui kepastian, karena tidak ada pergantian kepemimpinan.  

Namun di akhir pekan bursa domestik kembali goyah karena pengaruh kekhawatiran terhadap resesi ekonomi AS dan pelemahan nilai tukar rupiah. Jelang akhir pekan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Dolar AS nyaman di level Rp 14.500. 

Pada Jumat (13/12/2018), US$ 1 dibanderol Rp 14.580 kala penutupan pasar spot. Rupiah melemah 0,62% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

[Gambas:Video CNBC]
(hps) Next Article Saham di Level Tertinggi, Kapitalisasi BCA Capai Rp 717,5 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular