
'Demam' Rupiah Agak Mereda, Tapi Masih Paling Lesu di Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 December 2018 17:10

Namun meski mampu menipiskan pelemahan, rupiah masih terjebak di zona merah. Sebab, ada sentimen domestik yang membebani rupiah.
Bank Indonesia (BI) merilis penjualan ritel pada Oktober hanya tumbuh 2,9% year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 4,8% YoY. Penjualan ritel sudah melambat selama 2 bulan beruntun.
Ini bisa diartikan bahwa masih ada masalah dalam konsumsi dan daya beli rumah tangga. Padahal konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari separuh dalam pembetukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Ketika konsumsi melambat, maka pertumbuhan ekonomi niscaya akan ikut terseret.
Kemudian, risiko ambil untung (profit taking) juga masih menghantui rupiah. Meski hari ini melemah, tetapi dalam sebulan terakhir rupiah masih menguat 1,45% di hadapan dolar AS.
Bagi sebagian investor (terutama asing), angka ini sudah cukup menarik untuk mencairkan cuan. Akibatnya rupiah menjadi rawan terkena aksi jual sehingga risiko depresiasi masih tetap membayangi.
Dua faktor itu membuat aset-aset berbasis rupiah mengalami tekanan jual. Di pasar saham, investor asing mencatatkan jual bersih Rp 1,01 triliun yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah 0,57%.
Sedangkan di pasar obligasi, aksi pelepasan terlihat dari kenaikan yield yang menandakan harga sedang turun. Pada pukul 16:51 WIB, yield obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun melonjak 17,1 basis poin (bps).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Bank Indonesia (BI) merilis penjualan ritel pada Oktober hanya tumbuh 2,9% year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 4,8% YoY. Penjualan ritel sudah melambat selama 2 bulan beruntun.
Ini bisa diartikan bahwa masih ada masalah dalam konsumsi dan daya beli rumah tangga. Padahal konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari separuh dalam pembetukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Ketika konsumsi melambat, maka pertumbuhan ekonomi niscaya akan ikut terseret.
Kemudian, risiko ambil untung (profit taking) juga masih menghantui rupiah. Meski hari ini melemah, tetapi dalam sebulan terakhir rupiah masih menguat 1,45% di hadapan dolar AS.
Bagi sebagian investor (terutama asing), angka ini sudah cukup menarik untuk mencairkan cuan. Akibatnya rupiah menjadi rawan terkena aksi jual sehingga risiko depresiasi masih tetap membayangi.
Dua faktor itu membuat aset-aset berbasis rupiah mengalami tekanan jual. Di pasar saham, investor asing mencatatkan jual bersih Rp 1,01 triliun yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah 0,57%.
Sedangkan di pasar obligasi, aksi pelepasan terlihat dari kenaikan yield yang menandakan harga sedang turun. Pada pukul 16:51 WIB, yield obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun melonjak 17,1 basis poin (bps).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular