
Duh, Penjualan Ritel RI Loyo Dua Bulan Beruntun
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
10 December 2018 18:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Penjualan ritel Indonesia melambat di bulan Oktober 2018. Kontraksi penjualan Peralatan Informasi dan Komunikasi, serta melambatnya pertumbuhan penjualan kelompok Makanan Minuman, menjadi pemberat penjualan ritel di Oktober.
Indeks Penjualan Riil (IPR) tercatat tumbuh 2,9% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada Oktober 2018, mengutip laporan Bank Indonesia (BI). Capaian itu melambat ketimbang bulan sebelumnya sebesar 4,8% YoY. Alhasil, sudah dua bulan berturut-turut, pertumbuhan penjualan ritel RI mengalami perlambatan.
Tidak hanya itu, pertumbuhan penjualan ritel di Oktober juga lebih lambat dari proyeksi BI. Dalam laporan bulan lalu, bank sentral RI memperkirakan penjualan ritel melambat dengan pertumbuhan sebesar 3,9% YoY di Oktober.
Berdasarkan laporan BI, tercatat bahwa melambatnya kinerja penjualan ritel pada Oktober 2018 bersumber antara lain dari kontraksi penjualan kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi sebesar 15,7% YoY, jatuh lebih dalam dari bulan sebelumnya yang tumbuh minus 13,7%.
Selain itu, kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau juga hanya tumbuh sebesar 3,3% YoY pada Oktober, masih lebih lambat dari pertumbuhan sebesar 8,1% YoY pada bulan sebelumnya.
Kelompok lain yang mengalami perlambatan dibandingkan bulan lalu adalah kelompok Perlengkapan Rumah Tangga Lainnya dan kelompok Sandang, masing-masing hanya membukukan pertumbuhan sebesar 7,7% YoY (vs 8,1% di September) dan 24,6% YoY (vs 28,1% di September).
Pelemahan rupiah nampaknya masih menjadi biang kerok dari melambatnya penurunan penjualan di ritel untuk sejumlah komoditas tersebut, utamanya bagi kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi yang memang mayoritas didatangkan secara impor.
Sebagai informasi, nilai tukar rupiah terdepresiasi di kisaran 2% di sepanjang bulan Oktober 2108, dengan menutup bulan tersebut di level Rp 15.200/US$. Pada tanggal 11 Oktober 2018, nilai tukar rupiah bahkan ditutup di level Rp 15.230/US$. Level itu nyaris menyentuh titik terlemah rupiah di sepanjang sejarah RI (Rp 15.250/US$), yang dicapai pada saat krisis Asia 1997-1998.
Beruntungnya, penjualan kelompok Barang Budaya/Rekreasi dan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor masih tumbuh masing-masing sebesar 7,5% YoY dan 17,9% YoY di September. Lebih cepat dari bulan sebelumnya sebesar 4,3% YoY dan 17,5% YoY. Kenaikan penjualan kedua kelompok ini lantas masih menyokong pertumbuhan penjualan ritel di Oktober.
Untuk penjualan ritel November 2018, BI memperkirakan akan terjadi pertumbuhan penjualan ritel sebesar 3,4% YoY. Lebih cepat dari bulan Oktober 2018, sekaligus masih lebih baik dari capaian November 2017 yang tumbuh sebesar 2,5% YoY.
Pada November 2018, BI memperkirakan pertumbuhan penjualan kelompok komoditas sandang akan melaju ke 29% YoY, meningkat dibandingkan 24,6% pada Oktober 2018.
Selain itu, penjualan kelompok Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Barang Budaya/Rekreasi juga akan melaju lebih kencang dibandingkan Oktober, masing-masing tumbuh sebesar 18% YoY dan 10,9% YoY.
Prediksi BI ini nampaknya tidak lepas dari momentum Hari Raya Natal dan Tahun Baru (nataru) yang akan tiba pada bulan Desember. Momen ini diharapkan dapat menyokong penjualan ritel di dalam negeri.
Seiring pelemahan rupiah yang mulai reda di bulan November, perlambatan penjualan ritel kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi juga diekspektasikan terkontraksi lebih ringan, yakni sebesar minus 15% YoY di bulan lalu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(RHG/dru) Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!
Indeks Penjualan Riil (IPR) tercatat tumbuh 2,9% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada Oktober 2018, mengutip laporan Bank Indonesia (BI). Capaian itu melambat ketimbang bulan sebelumnya sebesar 4,8% YoY. Alhasil, sudah dua bulan berturut-turut, pertumbuhan penjualan ritel RI mengalami perlambatan.
Tidak hanya itu, pertumbuhan penjualan ritel di Oktober juga lebih lambat dari proyeksi BI. Dalam laporan bulan lalu, bank sentral RI memperkirakan penjualan ritel melambat dengan pertumbuhan sebesar 3,9% YoY di Oktober.
Berdasarkan laporan BI, tercatat bahwa melambatnya kinerja penjualan ritel pada Oktober 2018 bersumber antara lain dari kontraksi penjualan kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi sebesar 15,7% YoY, jatuh lebih dalam dari bulan sebelumnya yang tumbuh minus 13,7%.
Selain itu, kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau juga hanya tumbuh sebesar 3,3% YoY pada Oktober, masih lebih lambat dari pertumbuhan sebesar 8,1% YoY pada bulan sebelumnya.
Kelompok lain yang mengalami perlambatan dibandingkan bulan lalu adalah kelompok Perlengkapan Rumah Tangga Lainnya dan kelompok Sandang, masing-masing hanya membukukan pertumbuhan sebesar 7,7% YoY (vs 8,1% di September) dan 24,6% YoY (vs 28,1% di September).
Pelemahan rupiah nampaknya masih menjadi biang kerok dari melambatnya penurunan penjualan di ritel untuk sejumlah komoditas tersebut, utamanya bagi kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi yang memang mayoritas didatangkan secara impor.
Sebagai informasi, nilai tukar rupiah terdepresiasi di kisaran 2% di sepanjang bulan Oktober 2108, dengan menutup bulan tersebut di level Rp 15.200/US$. Pada tanggal 11 Oktober 2018, nilai tukar rupiah bahkan ditutup di level Rp 15.230/US$. Level itu nyaris menyentuh titik terlemah rupiah di sepanjang sejarah RI (Rp 15.250/US$), yang dicapai pada saat krisis Asia 1997-1998.
Beruntungnya, penjualan kelompok Barang Budaya/Rekreasi dan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor masih tumbuh masing-masing sebesar 7,5% YoY dan 17,9% YoY di September. Lebih cepat dari bulan sebelumnya sebesar 4,3% YoY dan 17,5% YoY. Kenaikan penjualan kedua kelompok ini lantas masih menyokong pertumbuhan penjualan ritel di Oktober.
Untuk penjualan ritel November 2018, BI memperkirakan akan terjadi pertumbuhan penjualan ritel sebesar 3,4% YoY. Lebih cepat dari bulan Oktober 2018, sekaligus masih lebih baik dari capaian November 2017 yang tumbuh sebesar 2,5% YoY.
Pada November 2018, BI memperkirakan pertumbuhan penjualan kelompok komoditas sandang akan melaju ke 29% YoY, meningkat dibandingkan 24,6% pada Oktober 2018.
Selain itu, penjualan kelompok Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Barang Budaya/Rekreasi juga akan melaju lebih kencang dibandingkan Oktober, masing-masing tumbuh sebesar 18% YoY dan 10,9% YoY.
Prediksi BI ini nampaknya tidak lepas dari momentum Hari Raya Natal dan Tahun Baru (nataru) yang akan tiba pada bulan Desember. Momen ini diharapkan dapat menyokong penjualan ritel di dalam negeri.
Seiring pelemahan rupiah yang mulai reda di bulan November, perlambatan penjualan ritel kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi juga diekspektasikan terkontraksi lebih ringan, yakni sebesar minus 15% YoY di bulan lalu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(RHG/dru) Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!
Most Popular