
Stok Malaysia Sentuh Rekor Tertinggi, Harga CPO Amblas 1%
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
11 December 2018 14:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan hari ini Selasa (11/12/2018), harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) kontrak Februari 2019 di Bursa Derivatif Malaysia turun 1,08% ke level MYR 2.020/ton, hingga pukul 14.18 WIB.
Harga komoditas unggulan agrikultur Malaysia dan Indonesia ini kembali ke zona merah pada hari ini, pasca kemarin sebenarnya mampu naik cukup signifikan.
Sentimen yang menjadi pemberat harga hari ini datang dari ekspektasi melambungnya stok Malaysia di bulan Desember ini. Selain itu, jatuhnya harga minyak mentah dunia juga menjadi beban tambahan bagi harga komoditas ini.
Kemarin, Malaysian Palm Oil Board (MPOB) mengumumkan bahwa stok minyak kelapa sawit di Malaysia di November naik 10,5% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke angka 3,01 juta ton. Level itu merupakan yang tertinggi dalam 18 tahun terakhir.
Meski demikian, merespon data tersebut, kemarin harga CPO masih mampu menguat 2% lebih. Pasalnya, data produksi minyak kelapa sawit Negeri Jiran diumumkan turun 6,09% MtM ke angka 1,85 juta ton per November lalu. Ini menjadi kali pertama produksi mengalami penurunan dalam 5 bulan terakhir.
Penurunan itu juga lebih dalam dibandingkan survei Reuters yang meramalkan pengurangan produksi sebesar 2,1% MtM ke angka 1,92 juta ton. Alhasil, harga CPO mendapatkan energi positif untuk menguat signifikan kemarin.
Meski demikian, hari ini harga CPO kembal berada dalam tekanan, mengingat stok Malaysia masih akan melambung tinggi di bulan Desember. Pasalnya, ekspor justru diperkirakan masih akan melemah di penghujung tahun.
Per November saja, MPOB melaporkan bahwa ekspor minyak kelapa sawit Malaysia turun 12,9% MtM ke 1,37 juta ton, lebih dalam dibandingkan survei Reuters yang mengekspektasikan penurunan sebesar 10,6%.
Pada akhir tahun, permintaan impor CPO diekspektasikan akan terdisrupsi lebih parah. Pasalnya, musim dingin datang melanda negara-negara importir utama seperti China dan Uni Eropa. Sebagai informasi, minyak kelapa sawit akan memadat pada cuaca yang dingin.
Kala produksi membukukan penurunan, tapi ekspor juga melemah (bahkan melemah lebih dalam), maka stok memang akan masih melambung tinggi. Sentimen ini menjadi pemberat utama bagi harga CPO hari ini.
Faktor lainnya yang menjadi pemberat harga CPO adalah kejatuhan harga minyak mentah dunia. Pada penutupan perdagangan kemarin, harga minyak jenis brent dan light sweet kontrak berjangka kompak amblas di kisaran 3%.
Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitra produsen non-OPEC (termasuk Rusia) memang sudah menyepakati pemotongan produksi sebanyak 1,2 juta barel/hari pada akhir pekan lalu. Namun, jumlah sebesar itu masih diragukan investor dapat meredam kondisi oversupply di pasar minyak global.
Selain itu, permintaan minyak mentah global juga diekspektasikan makin melambat, seiring data-data ekonomi AS, China, dan Jepang yang mengecewakan. Percuma jika pasokan berkurang, tapi permintaan juga ikut berkurang. Kondisi oversupply di pasar masih akan berlanjut.
BACA: Kisruh Libya Katrol Harga Minyak, Tapi Pasar Masih Rentan
Sebagai informasi, penurunan harga minyak mentah memang cenderung menekan harga CPO yang merupakan bahan baku biofuel. Biofuel sendiri merupakan salah satu substitusi utama bagi bahan bakar minyak (BBM). Saat harga minyak dunia turun, produksi biofuel menjadi kurang ekonomis. Hal ini lantas menjadi sentimen bahwa permintaan CPO akan menurun.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Senyum Bos CPO Kembali Lebar, Ada yang Bangkit Dari Kubur
Harga komoditas unggulan agrikultur Malaysia dan Indonesia ini kembali ke zona merah pada hari ini, pasca kemarin sebenarnya mampu naik cukup signifikan.
Sentimen yang menjadi pemberat harga hari ini datang dari ekspektasi melambungnya stok Malaysia di bulan Desember ini. Selain itu, jatuhnya harga minyak mentah dunia juga menjadi beban tambahan bagi harga komoditas ini.
Kemarin, Malaysian Palm Oil Board (MPOB) mengumumkan bahwa stok minyak kelapa sawit di Malaysia di November naik 10,5% secara bulanan (month-to-month/MtM) ke angka 3,01 juta ton. Level itu merupakan yang tertinggi dalam 18 tahun terakhir.
Meski demikian, merespon data tersebut, kemarin harga CPO masih mampu menguat 2% lebih. Pasalnya, data produksi minyak kelapa sawit Negeri Jiran diumumkan turun 6,09% MtM ke angka 1,85 juta ton per November lalu. Ini menjadi kali pertama produksi mengalami penurunan dalam 5 bulan terakhir.
Penurunan itu juga lebih dalam dibandingkan survei Reuters yang meramalkan pengurangan produksi sebesar 2,1% MtM ke angka 1,92 juta ton. Alhasil, harga CPO mendapatkan energi positif untuk menguat signifikan kemarin.
Meski demikian, hari ini harga CPO kembal berada dalam tekanan, mengingat stok Malaysia masih akan melambung tinggi di bulan Desember. Pasalnya, ekspor justru diperkirakan masih akan melemah di penghujung tahun.
Per November saja, MPOB melaporkan bahwa ekspor minyak kelapa sawit Malaysia turun 12,9% MtM ke 1,37 juta ton, lebih dalam dibandingkan survei Reuters yang mengekspektasikan penurunan sebesar 10,6%.
Pada akhir tahun, permintaan impor CPO diekspektasikan akan terdisrupsi lebih parah. Pasalnya, musim dingin datang melanda negara-negara importir utama seperti China dan Uni Eropa. Sebagai informasi, minyak kelapa sawit akan memadat pada cuaca yang dingin.
Kala produksi membukukan penurunan, tapi ekspor juga melemah (bahkan melemah lebih dalam), maka stok memang akan masih melambung tinggi. Sentimen ini menjadi pemberat utama bagi harga CPO hari ini.
Faktor lainnya yang menjadi pemberat harga CPO adalah kejatuhan harga minyak mentah dunia. Pada penutupan perdagangan kemarin, harga minyak jenis brent dan light sweet kontrak berjangka kompak amblas di kisaran 3%.
Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitra produsen non-OPEC (termasuk Rusia) memang sudah menyepakati pemotongan produksi sebanyak 1,2 juta barel/hari pada akhir pekan lalu. Namun, jumlah sebesar itu masih diragukan investor dapat meredam kondisi oversupply di pasar minyak global.
Selain itu, permintaan minyak mentah global juga diekspektasikan makin melambat, seiring data-data ekonomi AS, China, dan Jepang yang mengecewakan. Percuma jika pasokan berkurang, tapi permintaan juga ikut berkurang. Kondisi oversupply di pasar masih akan berlanjut.
BACA: Kisruh Libya Katrol Harga Minyak, Tapi Pasar Masih Rentan
Sebagai informasi, penurunan harga minyak mentah memang cenderung menekan harga CPO yang merupakan bahan baku biofuel. Biofuel sendiri merupakan salah satu substitusi utama bagi bahan bakar minyak (BBM). Saat harga minyak dunia turun, produksi biofuel menjadi kurang ekonomis. Hal ini lantas menjadi sentimen bahwa permintaan CPO akan menurun.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Senyum Bos CPO Kembali Lebar, Ada yang Bangkit Dari Kubur
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular