Banyak Kabar Positif, Harga Batu Bara Naik 0,84% Pekan Lalu

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
10 December 2018 12:59
Banyak Kabar Positif, Harga Batu Bara Naik 0,84% Pekan Lalu
Foto: Istimewa
Jakarta, CNBC IndonesiaPada penutupan perdagangan hari Jumat (7/12/2018), harga batu bara Newcastle kontrak berjangka tidak mengalami perubahan atau stagnan di level US$ 102,55/Metrik Ton (MT).

Meski demikian, dalam sepekan harga si batu hitam naik 0,84% secara point-to-point. Ini kali pertama harga batu bara membukukan performa mingguan positif, pasca 3 pekan sebelumnya selalu melemah secara mingguan.  



Sejumlah sentimen positif memang sukses menopang pergerakan harga batu bara di sepanjang pekan lalu. Dalam tulisan ini, Tim Riset CNBC Indonesia akan mengelaborasikan kabar baik itu satu per satu.

Pertama, hasil positif pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G-20 di Argentina. Washington-Beijing sepakat untuk menempuh gencatan senjata dan menghentikan perang dagang, setidaknya sampai 90 hari ke depan.

AS tidak akan menaikkan tarif bea masuk dari 10% menjadi 25% untuk importasi produk-produk made in China sebesar US$ 200 miliar yang seyogianya dilakukan pada 1 Januari 2019. Sedangkan China sepakat untuk mengimpor lebih banyak dari AS, mulai dari produk pertanian, energi, sampai manufaktur.

Dengan adanya prospek perdamaian dagang antar dua negara ini, diharapkan laju perekonomian keduanya bisa tetap dipertahankan di level yang relatif tinggi.

AS dan China sendiri merupakan dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia, sehingga perbaikan ekonomi mereka akan membawa dampak positif bagi perekonomian global secara keseluruhan.

Prospek pemulihan ekonomi dunia menjadi angin segar bagi harga batu bara. Pasalnya, permintaan energi dunia, termasuk batu bara, diekspektasikan akan pulih atau bahkan meningkat dengan pesat.

Kedua, positifnya data ekonomi China. Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur versi Caixin pada November 2018 tercatat 50,2. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,1 dan lebih tinggi ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang sebesar 50.

Indeks pemesanan baru (new orders) naik dari 50,4 pada Oktober menjadi 50,9 bulan lalu. Ada harapan permintaan domestik di Negeri Tirai Bambu masih tumbuh, sehingga walau ekonomi mungkin melambat tetapi tidak ada hard landing.

Hal ini lantas menjadi sinyal bahwa permintaan batu bara dari China masih akan terjaga ke depannya. Sebagai catatan, China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 MT pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global. Dinamika permintaan impor China akan sangat memengaruhi pergerakan harga batu bara dunia.

Ketiga, ekspektasi bahwa temperatur di dataran China akan jatuh pada pekan ini. Musim dingin kini sudah mencapai puncaknya di Negeri Tirai Bambu.

Pelaku pasar pun berekspektasi bahwa konsumsi batu bara di pembangkit listrik utama China bisa mengalami rebound. Meningkatnya konsumsi jelas akan mendukung pengurangan stok batu bara yang sedang tinggi-tingginya.

Sebagai informasi, stok batu bara pada 6 pembangkit listrik utama China sudah meningkat dalam 8 pekan secara berturut-turut, ke level tertingginya sejak Januari 2015. Teranyar, stoknya meningkat 2,12% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke level 17,88 juta ton, dalam sepekan hingga tanggal 30 November 2018.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Meski demikian, sejumlah sentimen negatif juga ada di permukaan. Alhasil, penguatan mingguan harga batu bara pun masih terbatas di sepanjang pekan lalu.

Dari China, pembelian batu bara dari luar negeri oleh Beijing hanya berada di angka 1,5 juta ton di 5 hari pertama bulan Desember, atau dengan tingkat impor harian sebesar 300.000 ton, mengutip data yang dikompilasi Refinitiv.

Tingkat impor harian itu turun jauh apabila dikomparasi dengan total impor sebesar 226,2 juta ton di 11 bulan pertama tahun 2018 atau dengan tingkat impor harian mencapai 677.000 ton.

Hal ini nampaknya tidak lepas dari pemerintah China yang memutuskan untuk membatasi impor batu bara di sepanjang tahun 2018. Mengutip laporan dari Shanghai Securities News, seperti dilansir dari Reuters, impor batu bara di tahun ini ditetapkan tidak boleh melebihi volume impor pada tahun 2017.

Kebijakan ini dilakukan pemerintah China dalam rangka menjaga harga batu bara domestik tetap tinggi hingga akhir tahun ini. Selain itu, kondisi stok yang berlebih di China juga menjadi alasan pemerintah untuk membatasi impor batu bara.

Sentimen negatif lainnya bagi harga batu bara datang dari prospek damai dagang AS-China yang ternyata masih belum memberikan kabar gembira. Yang ada, hubungan kedua negara malah semakin tegang. Kanada dikabarkan telah menahan Chief Financial Officer (CFO) Huawei global Meng Wanzhou di Vancouver, atas permintaan dari AS. 

Sebagai informasi, pemerintah Negeri Paman Sam telah menuntut Huawei paling tidak sejak 2016 atas dugaan mengirim produk asal AS ke Iran dan negara-negara lain. AS mengklaim hal itu merupakan pelangaran terhadap sanksi ekspor yang telah ditetapkan negaranya.

Tak pelak, hal ini memicu kecaman dari pihak China. Kedutaan China di Kanada mengecam Kanada dan AS perihal penangkapan Wanzhou. Mereka menuntut agar petinggi Huawei itu segera dibebaskan.

"China telah membuat pernyataan ke AS dan Kanada, menuntut mereka segera memperbaiki perilaku salah mereka dan mengembalikan kebebasan Meng Wanzhou,” tambah kedutaan.

Kini risiko terjadinya deadlock pada negosiasi dagang AS-China justru semakin besar. Saat perbaikan perdagangan  dan ekonomi dunia nampaknya masih jauh dari kenyataan, pelaku pasar pun lebih bermain hati-hati. Belum ada jaminan pasti bahwa permintaan komoditas energi dunia akan pulih.

(TIM RISET CNBC INDONESIA)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular