
Rupiah Tempati Posisi Juru Kunci, IHSG Dibuka Melemah 0,38%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
10 December 2018 09:44

Selain itu, rupiah yang menempati posisi juru kunci di Asia ikut membuat investor enggan untuk berburu saham-saham di tanah air. Hingga berita ini diturunkan, rupiah melemah 0,31% di pasar spot ke level Rp 14.510/dolar AS.
Sejatinya, mayoritas mata uang kawasan Asia membukukan penguatan melawan dolar AS. Dolar Singapura misalnya, menguat 0,02% melawan dolar AS di pasar spot. Kemudian, baht menguat 0,15%, won menguat 0,05%, dolar Taiwan menguat 0,21%, dan yen menguat 0,39%.
Dolar AS dipukul mundur seiring dengan memudarnya ekspketasi bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan mengerek suku bunga acuan sebanyak 3 kali pada tahun depan, sesuai dengan rencananya.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 9 Desember 2018, probabilitas kenaikan suku bunga acuan sebanyak 3 kali pada tahun depan hanyalah sebesar 1,9% (dengan asumsi ada kenaikan sebesar 25 bps dulu pada bulan ini), anjlok dari posisi 1 bulan lalu yang sebesar 19,4%.
Justru, pelaku pasar kini meyakini bahwa The Fed tak akan menaikkan suku bunga acuan pada tahun depan. Probabilitas FFR berada di level 2,25-2,5% pada tahun 2019 adalah sebesar 41,2%, melejit dari posisi bulan lalu yang hanya sebesar 10,7%. Sementara itu, probabilitas untuk kenaikan suku bunga acuan sebanyak 1 dan 2 kali adalah masing-masing sebesar 33,1% dan 11,2%.
Lemahnya data tenaga kerja merupakan faktor yang membuat investor meragukan The Fed.
Rupiah tak bisa memanfaatkan momentum seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Pada perdagangan hari Jumat, harga minyak WTI kontrak pengiriman Januari 2019 menguat 1,24% ke level US$ 52,13/barel, sementara minyak brent kontrak pengiriman Februari 2019 menguat 2,68% ke level US$ 61,67/barel.
Kemudian pada hari ini, minyak WTI menguat 0,13%, sementara brent melejit 0,84%.
Harga minyak mentah menguat pasca negara-negara eksportir minyak dunia, baik OPEC maupun non-OPEC, menyepakati pemotongan produksi sebanyak 1,2 juta barel per hari. Rincinya adalah 15 negara OPEC sepakat memangkas produksi sebanyak 800 ribu barel per hari, sementara Rusia dan produsen minyak sekutu lainnya mengurangi produksi sebanyak 400 ribu barel per hari.
Melesatnya harga minyak mentah memunculkan kekhawatiran bahwa defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) masih akan tertekan pada kuartal-IV 2018. Sebelumnya pada kuartal-II dan III, CAD membengkak di atas 3% dari PDB, seiring dengan besarnya defisit dagang di pos minyak dan gas.
Kala CAD tertekan, rupiah menjadi kehilangan pijakan untuk menguat. Pelaku pasar sudah mulai ‘menghukum’ rupiah sedari hari ini.
Pada akhirnya, pelemahan rupiah membuat investor kian enggan untuk masuk ke pasar saham. (ank/hps)
Sejatinya, mayoritas mata uang kawasan Asia membukukan penguatan melawan dolar AS. Dolar Singapura misalnya, menguat 0,02% melawan dolar AS di pasar spot. Kemudian, baht menguat 0,15%, won menguat 0,05%, dolar Taiwan menguat 0,21%, dan yen menguat 0,39%.
Dolar AS dipukul mundur seiring dengan memudarnya ekspketasi bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan mengerek suku bunga acuan sebanyak 3 kali pada tahun depan, sesuai dengan rencananya.
Justru, pelaku pasar kini meyakini bahwa The Fed tak akan menaikkan suku bunga acuan pada tahun depan. Probabilitas FFR berada di level 2,25-2,5% pada tahun 2019 adalah sebesar 41,2%, melejit dari posisi bulan lalu yang hanya sebesar 10,7%. Sementara itu, probabilitas untuk kenaikan suku bunga acuan sebanyak 1 dan 2 kali adalah masing-masing sebesar 33,1% dan 11,2%.
Lemahnya data tenaga kerja merupakan faktor yang membuat investor meragukan The Fed.
Rupiah tak bisa memanfaatkan momentum seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Pada perdagangan hari Jumat, harga minyak WTI kontrak pengiriman Januari 2019 menguat 1,24% ke level US$ 52,13/barel, sementara minyak brent kontrak pengiriman Februari 2019 menguat 2,68% ke level US$ 61,67/barel.
Kemudian pada hari ini, minyak WTI menguat 0,13%, sementara brent melejit 0,84%.
Harga minyak mentah menguat pasca negara-negara eksportir minyak dunia, baik OPEC maupun non-OPEC, menyepakati pemotongan produksi sebanyak 1,2 juta barel per hari. Rincinya adalah 15 negara OPEC sepakat memangkas produksi sebanyak 800 ribu barel per hari, sementara Rusia dan produsen minyak sekutu lainnya mengurangi produksi sebanyak 400 ribu barel per hari.
Melesatnya harga minyak mentah memunculkan kekhawatiran bahwa defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) masih akan tertekan pada kuartal-IV 2018. Sebelumnya pada kuartal-II dan III, CAD membengkak di atas 3% dari PDB, seiring dengan besarnya defisit dagang di pos minyak dan gas.
Kala CAD tertekan, rupiah menjadi kehilangan pijakan untuk menguat. Pelaku pasar sudah mulai ‘menghukum’ rupiah sedari hari ini.
Pada akhirnya, pelemahan rupiah membuat investor kian enggan untuk masuk ke pasar saham. (ank/hps)
Next Page
Grogi Nantikan Data Penjualan Ritel
Pages
Most Popular