
Rupiah Tempati Posisi Juru Kunci, IHSG Dibuka Melemah 0,38%
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
10 December 2018 09:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan pertama di pekan ini dengan melemah 0,38% ke level 6.103,1.
Nasib IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga membuka perdagangan di zona merah: indeks Nikkei turun 1,66%, indeks Shanghai turun 0,64%, indeks Hang Seng turun 1,03%, indeks Strait Times turun 0,77%, dan indeks Kospi turun 1,32%.
Tanda-tanda resesi di AS yang masih kental terasa membuat investor melepas saham-saham di Benua Kuning. Hal ini terlihat dari spread yield obligasi AS tenor 3 bulan dan 10 tahun yang terus saja menipis, walaupun angkanya masih positif (inversi belum terjadi). Per awal bulan lalu, nilainya adalah sebesar 82 bps. Per akhir perdagangan hari Jumat (7/12/2018), nilainya tersisa 45 bps saja.
Sebagai informasi, pada perdagangan tanggal 4 Desember, terjadi inversi spread yield obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun. Pada akhir perdagangan hari itu, spread yield obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun adalah sebesar 2 basis poin (bps). Hal ini merupakan indikasi awal dari datangnya resesi di AS.
Konfirmasi mengenai datang atau tidaknya resesi bisa berasal dari pergerakan spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun. Pasalnya, kajian dari Bespoke menunjukkan bahwa inversi pada kedua tenor ini terjadi rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada obligasi tenor 3 dan 5 tahun, seperti dilansir dari CNBC International.
Data tenaga kerja yang mengecewakan semakin membuat investor yakin bahwa resesi akan menghampiri negara dengan perekonomian terbesar dunia tersebut. Pada hari Jumat (7/12/2018), data resmi versi pemerintah AS menunjukkan bahwa pada bulan November tercipta 155.000 lapangan kerja sektor non-pertanian, di bawah konsensus yang sebesar 198.000, seperti dilansir dari Forex Factory.
Sementara itu, rata-rata upah per jam di AS untuk periode yang sama hanya tumbuh sebesar 0,2% MoM, lebih rendah dibandingkan proyeksi yang sebesar 0,3% MoM.
Selain itu, sentimen negatif bagi bursa saham Asia datang dari rilis data ekonomi di Jepang. Pada pagi hari ini, pembacaan final untuk pertumbuhan ekonomi Jepang kuartal-III 2018 diumumkan sebesar -0,6% QoQ. Kontraksi ini lebih dalam dibandingkan dengan konsensus yang memperkirakan kontraksi sebesar 0,5% QoQ, seperti dilansir dari Trading Economics.
Nasib IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga membuka perdagangan di zona merah: indeks Nikkei turun 1,66%, indeks Shanghai turun 0,64%, indeks Hang Seng turun 1,03%, indeks Strait Times turun 0,77%, dan indeks Kospi turun 1,32%.
Tanda-tanda resesi di AS yang masih kental terasa membuat investor melepas saham-saham di Benua Kuning. Hal ini terlihat dari spread yield obligasi AS tenor 3 bulan dan 10 tahun yang terus saja menipis, walaupun angkanya masih positif (inversi belum terjadi). Per awal bulan lalu, nilainya adalah sebesar 82 bps. Per akhir perdagangan hari Jumat (7/12/2018), nilainya tersisa 45 bps saja.
Konfirmasi mengenai datang atau tidaknya resesi bisa berasal dari pergerakan spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun. Pasalnya, kajian dari Bespoke menunjukkan bahwa inversi pada kedua tenor ini terjadi rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada obligasi tenor 3 dan 5 tahun, seperti dilansir dari CNBC International.
Data tenaga kerja yang mengecewakan semakin membuat investor yakin bahwa resesi akan menghampiri negara dengan perekonomian terbesar dunia tersebut. Pada hari Jumat (7/12/2018), data resmi versi pemerintah AS menunjukkan bahwa pada bulan November tercipta 155.000 lapangan kerja sektor non-pertanian, di bawah konsensus yang sebesar 198.000, seperti dilansir dari Forex Factory.
Sementara itu, rata-rata upah per jam di AS untuk periode yang sama hanya tumbuh sebesar 0,2% MoM, lebih rendah dibandingkan proyeksi yang sebesar 0,3% MoM.
Selain itu, sentimen negatif bagi bursa saham Asia datang dari rilis data ekonomi di Jepang. Pada pagi hari ini, pembacaan final untuk pertumbuhan ekonomi Jepang kuartal-III 2018 diumumkan sebesar -0,6% QoQ. Kontraksi ini lebih dalam dibandingkan dengan konsensus yang memperkirakan kontraksi sebesar 0,5% QoQ, seperti dilansir dari Trading Economics.
Pages
Most Popular