
Cuaca Belum Mendukung, Harga Batu Bara Lanjut Melemah
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
07 December 2018 12:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada penutupan perdagangan hari Kamis (6/12/2018), harga batu bara Newcastle kontrak berjangka terkoreksi tipis 0,1% ke level US$ 102,55/Metrik Ton (MT). Harga si batu hitam kini sudah melemah 2 hari beruntun, setelah sebelumnya juga terkoreksi 0,19%.
Menanjaknya stok batu bara di sejumlah pembangkit listrik China plus masih ada risiko yang menyelimuti perdamaian dagang Amerika Serikat (AS) - China, masih menjadi sentimen negatif yang menyeret harga batu bara ke zona merah kemarin.
Terlebih, di sepanjang bulan Desember, tingkat impor batu bara di China mulai menunjukkan pelemahan. Hal ini merupakan imbas dari kebijakan pembatasan impor yang dicanangkan pemerintah Negeri Panda.
Meski demikian, pelemahan harga batu bara terbatas oleh konsumsi batu bara Negeri Panda yang diekspektasikan akan meningkat menyusul tibanya puncak musim dingin.
Stok batu bara pada 6 pembangkit listrik utama China sudah meningkat dalam 8 pekan secara berturut-turut, ke level tertingginya sejak Januari 2015. Teranyar, stoknya meningkat 2,12% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke level 17,88 juta ton, dalam sepekan hingga tanggal 30 November 2018.
Tingginya stok batu bara ini lantas menimbulkan pertanyaan besar bagi investor, apakah tingkat konsumsi batu bara dari pembangkit listrik di China akan cukup cepat untuk menggerus stok yang membuncah tersebut?
Persepsi tersebut lantas membuat investor berhati-hati. Pasalnya, dengan stok yang membanjir, China akan mengurangi permintaan impor mereka.
BACA: Stok Menumpuk, Harga Batu Bara Putus Kenaikan 3 Hari Beruntun
Bicara mengenai permintaan impor China, pembelian batu bara dari luar negeri oleh Beijing hanya berada di angka 1,5 juta ton di 5 hari pertama bulan Desember, atau dengan tingkat impor harian sebesar 300.000 ton, mengutip data yang dikompilasi Refinitiv.
Tingkat impor harian itu turun jauh apabila dikomparasi dengan total impor sebesar 226,2 juta ton di 11 bulan pertama tahun 2018 atau dengan tingkat impor harian mencapai 677.000 ton.
Hal ini tidak lepas dari pemerintah China yang memutuskan untuk membatasi impor batu bara di sepanjang tahun 2018. Mengutip laporan dari Shanghai Securities News, seperti dilansir dari Reuters, impor batu bara di tahun ini ditetapkan tidak boleh melebihi volume impor pada tahun 2017.
Kebijakan ini dilakukan pemerintah China dalam rangka menjaga harga batu bara domestik tetap tinggi hingga akhir tahun ini. Selain itu, kondisi stok yang berlebih di China juga menjadi alasan pemerintah untuk membatasi impor batu bara.
Sebagai catatan, China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 MT pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global. Dinamika permintaan impor China akan sangat memengaruhi pergerakan harga batu bara dunia.
Sentimen negatif lainnya bagi harga batu bara datang dari prospek damai dagang AS-China yang ternyata masih belum memberikan kabar gembira. Yang ada, hubungan kedua negara malah semakin tegang.
Kanada dikabarkan telah menahan Chief Financial Officer (CFO) Huawei global Meng Wanzhou di Vancouver. Dirinya kini menghadapi kemungkinan ekstradisi ke AS atas dugaan melanggar sanksi AS terhadap Iran.
Sebagai informasi, pemerintah Negeri Paman Sam telah menuntut Huawei paling tidak sejak 2016 atas dugaan mengirim produk asal AS ke Iran dan negara-negara lain. AS mengklaim hal itu merupakan pelangaran terhadap sanksi ekspor yang telah ditetapkan negaranya.
Tak pelak, hal ini memicu kecaman dari pihak China. Kemarin, kedutaan China di Kanada mengecam Kanada dan AS perihal penangkapan Wanzhou. Mereka menuntut agar petinggi Huawei itu segera dibebaskan.
"China telah membuat pernyataan ke AS dan Kanada, menuntut mereka segera memperbaiki perilaku salah mereka dan mengembalikan kebebasan Meng Wanzhou," tambah kedutaan.
Kini risiko terjadinya deadlock pada negosiasi dagang AS-China justru semakin besar. Saat perbaikan perdagangan dan ekonomi dunia nampaknya masih jauh dari kenyataan, pelaku pasar pun lebih bermain hati-hati. Belum ada jaminan pasti bahwa permintaan komoditas energi dunia akan pulih. Hal ini kemudian turut membebani harga batu bara kemarin.
Meski demikian, ada secercah harapan bahwa konsumsi akan mampu terakselerasi. Temperatur di dataran China diekspektasikan akan jatuh pada pekan ini. Musim dingin kini sudah mencapai puncaknya di Negeri Tirai Bambu.
Saat cuaca mendingin cukup signifikan, kebutuhan listrik untuk mesin pemanas akan meningkat, sehingga mengerek konsumsi batu bara di pembangkit listrik. Harapannya, stok yang melambung di China dapat lumayan tergerus. Hal ini lantas membatasi pelemahan harga batu bara kemarin.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Pasokan dari Negara Produsen Seret, Harga Batu Bara Naik
Menanjaknya stok batu bara di sejumlah pembangkit listrik China plus masih ada risiko yang menyelimuti perdamaian dagang Amerika Serikat (AS) - China, masih menjadi sentimen negatif yang menyeret harga batu bara ke zona merah kemarin.
Terlebih, di sepanjang bulan Desember, tingkat impor batu bara di China mulai menunjukkan pelemahan. Hal ini merupakan imbas dari kebijakan pembatasan impor yang dicanangkan pemerintah Negeri Panda.
Stok batu bara pada 6 pembangkit listrik utama China sudah meningkat dalam 8 pekan secara berturut-turut, ke level tertingginya sejak Januari 2015. Teranyar, stoknya meningkat 2,12% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke level 17,88 juta ton, dalam sepekan hingga tanggal 30 November 2018.
Tingginya stok batu bara ini lantas menimbulkan pertanyaan besar bagi investor, apakah tingkat konsumsi batu bara dari pembangkit listrik di China akan cukup cepat untuk menggerus stok yang membuncah tersebut?
Persepsi tersebut lantas membuat investor berhati-hati. Pasalnya, dengan stok yang membanjir, China akan mengurangi permintaan impor mereka.
BACA: Stok Menumpuk, Harga Batu Bara Putus Kenaikan 3 Hari Beruntun
Bicara mengenai permintaan impor China, pembelian batu bara dari luar negeri oleh Beijing hanya berada di angka 1,5 juta ton di 5 hari pertama bulan Desember, atau dengan tingkat impor harian sebesar 300.000 ton, mengutip data yang dikompilasi Refinitiv.
Tingkat impor harian itu turun jauh apabila dikomparasi dengan total impor sebesar 226,2 juta ton di 11 bulan pertama tahun 2018 atau dengan tingkat impor harian mencapai 677.000 ton.
Hal ini tidak lepas dari pemerintah China yang memutuskan untuk membatasi impor batu bara di sepanjang tahun 2018. Mengutip laporan dari Shanghai Securities News, seperti dilansir dari Reuters, impor batu bara di tahun ini ditetapkan tidak boleh melebihi volume impor pada tahun 2017.
Kebijakan ini dilakukan pemerintah China dalam rangka menjaga harga batu bara domestik tetap tinggi hingga akhir tahun ini. Selain itu, kondisi stok yang berlebih di China juga menjadi alasan pemerintah untuk membatasi impor batu bara.
Sebagai catatan, China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 MT pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global. Dinamika permintaan impor China akan sangat memengaruhi pergerakan harga batu bara dunia.
Sentimen negatif lainnya bagi harga batu bara datang dari prospek damai dagang AS-China yang ternyata masih belum memberikan kabar gembira. Yang ada, hubungan kedua negara malah semakin tegang.
Kanada dikabarkan telah menahan Chief Financial Officer (CFO) Huawei global Meng Wanzhou di Vancouver. Dirinya kini menghadapi kemungkinan ekstradisi ke AS atas dugaan melanggar sanksi AS terhadap Iran.
Sebagai informasi, pemerintah Negeri Paman Sam telah menuntut Huawei paling tidak sejak 2016 atas dugaan mengirim produk asal AS ke Iran dan negara-negara lain. AS mengklaim hal itu merupakan pelangaran terhadap sanksi ekspor yang telah ditetapkan negaranya.
Tak pelak, hal ini memicu kecaman dari pihak China. Kemarin, kedutaan China di Kanada mengecam Kanada dan AS perihal penangkapan Wanzhou. Mereka menuntut agar petinggi Huawei itu segera dibebaskan.
"China telah membuat pernyataan ke AS dan Kanada, menuntut mereka segera memperbaiki perilaku salah mereka dan mengembalikan kebebasan Meng Wanzhou," tambah kedutaan.
Kini risiko terjadinya deadlock pada negosiasi dagang AS-China justru semakin besar. Saat perbaikan perdagangan dan ekonomi dunia nampaknya masih jauh dari kenyataan, pelaku pasar pun lebih bermain hati-hati. Belum ada jaminan pasti bahwa permintaan komoditas energi dunia akan pulih. Hal ini kemudian turut membebani harga batu bara kemarin.
Meski demikian, ada secercah harapan bahwa konsumsi akan mampu terakselerasi. Temperatur di dataran China diekspektasikan akan jatuh pada pekan ini. Musim dingin kini sudah mencapai puncaknya di Negeri Tirai Bambu.
Saat cuaca mendingin cukup signifikan, kebutuhan listrik untuk mesin pemanas akan meningkat, sehingga mengerek konsumsi batu bara di pembangkit listrik. Harapannya, stok yang melambung di China dapat lumayan tergerus. Hal ini lantas membatasi pelemahan harga batu bara kemarin.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Pasokan dari Negara Produsen Seret, Harga Batu Bara Naik
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular