
Stok Menumpuk, Harga Batu Bara Putus Kenaikan 3 Hari Beruntun
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
06 December 2018 11:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada penutupan perdagangan hari Rabu (5/12/2018), harga batu bara Newcastle kontrak terkoreksi tipis 0,19% ke level US$ 102,65/Metrik Ton (MT). Reli penguatan 3 hari berturut-turut sebelumnya pun terputus.
Masih menanjaknya stok batu bara di sejumlah pembangkit listrik China, plus bingungnya pelaku pasar menyikapi perdamaian dagang Amerika Serikat (AS) - China, menjadi sentimen negatif yang menyeret harga si batu hitam ke zona merah kemarin.
Meski demikian, pelemahan harga batu bara terbatas oleh konsumsi batu bara Negeri Panda yang diekspektasikan akan meningkat menyusul tibanya puncak musim dingin.
Stok batu bara pada 6 pembangkit listrik utama China sudah meningkat dalam 8 pekan secara berturut-turut, ke level tertingginya sejak Januari 2015. Teranyar, stoknya meningkat 2,12% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke level 17,88 juta ton, dalam sepekan hingga tanggal 30 November 2018.
Tingginya stok batu bara ini lantas menimbulkan pertanyaan besar bagi investor, apakah tingkat konsumsi batu bara dari pembangkit listrik di China akan mampu menggerus stok yang membuncah tersebut?
Persepsi tersebut lantas membuat investor berhati-hati. Pasalnya, dengan stok yang membanjir, China akan mengurangi permintaan impor mereka.
Meski demikian, ada secercah harapan bahwa konsumsi akan mampu terakselerasi. Temperatur di dataran China diekspektasikan akan jatuh pada pekan ini. Musim dingin kini sudah mencapai puncaknya di Negeri Tirai Bambu.
BACA: Cuaca China Mendingin, Harga Batu Bara Naik 3 Hari Beruntun
Saat cuaca mendingin cukup signifikan, kebutuhan listrik untuk mesin pemanas akan meningkat, sehingga mengerek konsumsi batu bara di pembangkit listrik. Hal ini lantas membatasi pelemahan harga batu bara kemarin.
Sebagai catatan, China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 MT pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global. Dinamika permintaan impor China akan sangat memengaruhi pergerakan harga batu bara dunia.
Sentimen lainnya yang menjadi pemberat harga batu bara datang dari damai dagang AS-China yang ternyata menyisakan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
Pernyataan resmi dari masing-masing negara pasca-pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jingping di Buenos Aires pada akhir pekan lalu menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, seperti dilansir dari Washington Post yang mengutip publikasi dari Bloomberg.
Perbedaan tersebut meliputi tenggat waktu 90 hari untuk menyelesaikan konflik dagang serta klaim dari Trump yang menyatakan bahwa China akan meningkatkan pembelian produk-produk agrikultur dari AS secepatnya.
Pelaku pasar lantas dibuat bingung. Masing-masing negara memiliki pernyataan versinya sendiri yang menempatnya dirinya sebagai 'pemenang' dalam perundingan di sela-sela KTT G-20.
Memang, dalam perundingan itu tak ada kesepakatan formal yang ditandatangani oleh Trump dan Xi. Damai dagang pun bisa sewaktu-waktu kembali berubah menjadi perang dagang yang tereskalasi.
Hal ini pun nampaknya sudah mulai menjadi kenyataan. Pejabat pemerintahan China dilaporkan "bingung dan jengkel" dengan kelakuan pejabat pemerintahan AS, Washington Post melaporkan dengan mengutip mantan pejabat pemerintahan AS yang berkomunikasi dengan pejabat pemerintahan China.
"Anda tak (seharusnya) melakukan ini kepada China. Anda (seharusnya) tak mengumumkan dengan penuh kemenangan konsesi yang diberikan mereka di hadapan publik. Itu merupakan sebuah kegilaan," kata pejabat tersebut.
Dalam serangkaian cuitan di Twitter pada hari Selasa (4/12/2018), Trump juga sudah mulai menebar ancaman bagi kubu China.
"Kami akan mencoba menyelesaikan (negosiasi). Namun jika tidak, ingat bahwa saya adalah manusia bea masuk (Tariff Man)!" cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump.
Segala kebingungan tersebut membuat pasar bertanya-tanya. Apakah AS- China benar-benar bisa mencapai damai dagang? Apakah euforia pasar yang terjadi sebelumya terakhir adalah tindakan berlebihan?
Saat perbaikan perdagangan dan ekonomi dunia kini sifatnya masih abu-abu, pelaku pasar pun lebih bermain hati-hati. Belum ada jaminan pasti bahwa permintaan komoditas energi dunia akan pulih. Hal ini kemudian membatasi kenaikan harga batu bara kemarin.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/wed) Next Article Pasokan dari Negara Produsen Seret, Harga Batu Bara Naik
Masih menanjaknya stok batu bara di sejumlah pembangkit listrik China, plus bingungnya pelaku pasar menyikapi perdamaian dagang Amerika Serikat (AS) - China, menjadi sentimen negatif yang menyeret harga si batu hitam ke zona merah kemarin.
Meski demikian, pelemahan harga batu bara terbatas oleh konsumsi batu bara Negeri Panda yang diekspektasikan akan meningkat menyusul tibanya puncak musim dingin.
Stok batu bara pada 6 pembangkit listrik utama China sudah meningkat dalam 8 pekan secara berturut-turut, ke level tertingginya sejak Januari 2015. Teranyar, stoknya meningkat 2,12% secara mingguan (week-to-week/WtW) ke level 17,88 juta ton, dalam sepekan hingga tanggal 30 November 2018.
Tingginya stok batu bara ini lantas menimbulkan pertanyaan besar bagi investor, apakah tingkat konsumsi batu bara dari pembangkit listrik di China akan mampu menggerus stok yang membuncah tersebut?
Persepsi tersebut lantas membuat investor berhati-hati. Pasalnya, dengan stok yang membanjir, China akan mengurangi permintaan impor mereka.
Meski demikian, ada secercah harapan bahwa konsumsi akan mampu terakselerasi. Temperatur di dataran China diekspektasikan akan jatuh pada pekan ini. Musim dingin kini sudah mencapai puncaknya di Negeri Tirai Bambu.
BACA: Cuaca China Mendingin, Harga Batu Bara Naik 3 Hari Beruntun
Saat cuaca mendingin cukup signifikan, kebutuhan listrik untuk mesin pemanas akan meningkat, sehingga mengerek konsumsi batu bara di pembangkit listrik. Hal ini lantas membatasi pelemahan harga batu bara kemarin.
Sebagai catatan, China adalah konsumen utama batu bara dunia, mencapai 1.892,6 MT pada 2017 atau 51% dari total permintaan dunia. Satu negara menguasai lebih dari separuh permintaan global. Dinamika permintaan impor China akan sangat memengaruhi pergerakan harga batu bara dunia.
Sentimen lainnya yang menjadi pemberat harga batu bara datang dari damai dagang AS-China yang ternyata menyisakan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
Pernyataan resmi dari masing-masing negara pasca-pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jingping di Buenos Aires pada akhir pekan lalu menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, seperti dilansir dari Washington Post yang mengutip publikasi dari Bloomberg.
Perbedaan tersebut meliputi tenggat waktu 90 hari untuk menyelesaikan konflik dagang serta klaim dari Trump yang menyatakan bahwa China akan meningkatkan pembelian produk-produk agrikultur dari AS secepatnya.
Pelaku pasar lantas dibuat bingung. Masing-masing negara memiliki pernyataan versinya sendiri yang menempatnya dirinya sebagai 'pemenang' dalam perundingan di sela-sela KTT G-20.
Memang, dalam perundingan itu tak ada kesepakatan formal yang ditandatangani oleh Trump dan Xi. Damai dagang pun bisa sewaktu-waktu kembali berubah menjadi perang dagang yang tereskalasi.
Hal ini pun nampaknya sudah mulai menjadi kenyataan. Pejabat pemerintahan China dilaporkan "bingung dan jengkel" dengan kelakuan pejabat pemerintahan AS, Washington Post melaporkan dengan mengutip mantan pejabat pemerintahan AS yang berkomunikasi dengan pejabat pemerintahan China.
"Anda tak (seharusnya) melakukan ini kepada China. Anda (seharusnya) tak mengumumkan dengan penuh kemenangan konsesi yang diberikan mereka di hadapan publik. Itu merupakan sebuah kegilaan," kata pejabat tersebut.
Dalam serangkaian cuitan di Twitter pada hari Selasa (4/12/2018), Trump juga sudah mulai menebar ancaman bagi kubu China.
"Kami akan mencoba menyelesaikan (negosiasi). Namun jika tidak, ingat bahwa saya adalah manusia bea masuk (Tariff Man)!" cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump.
Segala kebingungan tersebut membuat pasar bertanya-tanya. Apakah AS- China benar-benar bisa mencapai damai dagang? Apakah euforia pasar yang terjadi sebelumya terakhir adalah tindakan berlebihan?
Saat perbaikan perdagangan dan ekonomi dunia kini sifatnya masih abu-abu, pelaku pasar pun lebih bermain hati-hati. Belum ada jaminan pasti bahwa permintaan komoditas energi dunia akan pulih. Hal ini kemudian membatasi kenaikan harga batu bara kemarin.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/wed) Next Article Pasokan dari Negara Produsen Seret, Harga Batu Bara Naik
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular