
Obligasi AS Masih Indikasikan Resesi, Bursa Asia Berguguran
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
06 December 2018 09:21

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham utama kawasan Asia kompak dibuka di zona merah pada perdagangan hari ini: indeks Nikkei turun 0,7%, indeks Shanghai melemah 0,75%, indeks Hang Seng anjlok 1,75%, indeks Strait Times melemah 0,7%, dan indeks Kospi terpangkas 0,32%.
Pasar obligasi AS yang masih mengindikasikan terjadinya resesi membuat pasar saham Asia kembali ditinggalkan investor. Sebagai informasi, pada perdagangan kemarin bursa obligasi AS diliburkan guna menghormati pemakaman mantan Presiden AS George HW Bush yang meninggal beberapa hari yang lalu.
Pada penutupan perdagangan hari Selasa (4/12/2018), yield obligasi pemerintah AS tenor 2 tahun berada di level 2,811% dan tenor 3 tahun berada di level 2,819%, lebih tinggi dibandingkan tenor 5 tahun yang sebesar 2,799%.
Fenomena yang disebut dengan yield curve inversion ini mengindikasikan adanya tekanan yang signifikan pada perekonomian AS dalam waktu dekat, sehingga investor meminta yield lebih tinggi untuk obligasi bertenor pendek.
"Ada kekhawatiran karena terjadi inverted yield. Sebab, ini merupakan tanda-tanda awal terjadinya resesi," tegas Chuck Carlson, CEO Horizon Investment Services yang berbasis di Indiana, mengutip Reuters.
Pada perdagangan hari ini, yield obligasi tenor 2 (2,7967%) dan 3 tahun (2,8133%) masih lebih tinggi dibandingkan tenor 5 tahun (2,7803%).
Yield curve inversion memang merupakan sesuatu yang amat penting. Pasalnya, hal yang kini terjadi pada pasar obligasi AS mendahului 3 resesi terakhir yang dialaminya (1990, 2001, dan 2007).
Selain kekhawatiran mengenai resesi di AS, damai dagang AS-China yang ternyata menyisakan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban membuat bursa saham regional ditinggalkan investor.
Pernyataan resmi dari masing-masing negara pasca-pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden Xi Jingping di Buenos Aires pada akhir pekan lalu menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, seperti dilansir dari Washington Post yang mengutip publikasi dari Bloomberg News.
Perbedaan tersebut meliputi tenggat waktu 90 hari untuk menyelesaikan konflik dagang serta klaim dari Trump yang menyatakan bahwa China akan meningkatkan pembelian produk-produk agrikultur dari AS secepatnya.
Pernyataan dari kubu AS juga menyinggung bahwa merger antara Qualcomm dan NXP bisa kembali dipertimbangkan oleh Presiden Xi setelah sempat diblok beberapa waktu yang lalu. Tak ada konfirmasi mengenai hal ini dari kubu China.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article Bursa Saham Asia Berguguran, Hanya IHSG yang Hijau!
Pasar obligasi AS yang masih mengindikasikan terjadinya resesi membuat pasar saham Asia kembali ditinggalkan investor. Sebagai informasi, pada perdagangan kemarin bursa obligasi AS diliburkan guna menghormati pemakaman mantan Presiden AS George HW Bush yang meninggal beberapa hari yang lalu.
Pada penutupan perdagangan hari Selasa (4/12/2018), yield obligasi pemerintah AS tenor 2 tahun berada di level 2,811% dan tenor 3 tahun berada di level 2,819%, lebih tinggi dibandingkan tenor 5 tahun yang sebesar 2,799%.
"Ada kekhawatiran karena terjadi inverted yield. Sebab, ini merupakan tanda-tanda awal terjadinya resesi," tegas Chuck Carlson, CEO Horizon Investment Services yang berbasis di Indiana, mengutip Reuters.
Pada perdagangan hari ini, yield obligasi tenor 2 (2,7967%) dan 3 tahun (2,8133%) masih lebih tinggi dibandingkan tenor 5 tahun (2,7803%).
Yield curve inversion memang merupakan sesuatu yang amat penting. Pasalnya, hal yang kini terjadi pada pasar obligasi AS mendahului 3 resesi terakhir yang dialaminya (1990, 2001, dan 2007).
Selain kekhawatiran mengenai resesi di AS, damai dagang AS-China yang ternyata menyisakan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban membuat bursa saham regional ditinggalkan investor.
Pernyataan resmi dari masing-masing negara pasca-pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden Xi Jingping di Buenos Aires pada akhir pekan lalu menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, seperti dilansir dari Washington Post yang mengutip publikasi dari Bloomberg News.
Perbedaan tersebut meliputi tenggat waktu 90 hari untuk menyelesaikan konflik dagang serta klaim dari Trump yang menyatakan bahwa China akan meningkatkan pembelian produk-produk agrikultur dari AS secepatnya.
Pernyataan dari kubu AS juga menyinggung bahwa merger antara Qualcomm dan NXP bisa kembali dipertimbangkan oleh Presiden Xi setelah sempat diblok beberapa waktu yang lalu. Tak ada konfirmasi mengenai hal ini dari kubu China.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/roy) Next Article Bursa Saham Asia Berguguran, Hanya IHSG yang Hijau!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular